Menuju konten utama

MPR Minta Putusan MA Soal Tambang Semen Rembang Dipatuhi

Pimpinan MPR meminta keputusan akhir mengenai nasib aktivitas pertambangan PT Semen Indonesia di Rembang mematuhi putusan MA.

MPR Minta Putusan MA Soal Tambang Semen Rembang Dipatuhi
Enam petani Kendeng dari dua puluh petani Kendeng dalam aksi mengecor kaki didepan Istana Merdeka pada hari ketiga aksi, rabu (15/3/2017). Tirto.id/Arimacs Wilander.

tirto.id - Wakil Ketua MPR RI, Mahyudin mengimbau agar penetapan keputusan soal berlanjut atau tidaknya aktivitas pertambangan PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah mematuhi Putusan Mahkamah Agung (MA) di kasus ini.

"Saya kira harus dikembalikan pada aturan yang berlaku. Mahkamah Agung telah mengeluarkan putusan yang memenangkan gugatan masyarakat petani Kendeng. Ini yang harus dikaji apakah izin ulang gubernur itu bertentangan dengan putusan MA atau tidak," kata Mahyudin dalam siaran persnya, pada Kamis (23/3/2017) seperti dilansir Antara.

Menurut Mahyudin, MA telah mengeluarkan putusan yang memenangkan gugatan masyarakat petani Kendeng penolak tambang Semen di Rembang. Namun masalahnya, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengeluarkan izin baru.

Karena itu, Mahyudin menyarankan agar di polemik ini keputusan pemerintah mematuhi dan melaksanakan aturan yang berlaku, selain itu juga perlu kajian mengenai dampak lingkungan.

Dia menegaskan bahwa semua persyaratan pembangunan pabrik semen harus dipenuhi sesuai aturan yang berlaku. "Saya tidak berpihak kepada siapapun, tapi saya ingin investasi di Indonesia bisa berjalan dengan baik dan rakyat tidak dirugikan."

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR Akmal Pasluddin menginginkan pimpinan Komisi IV DPR memanggil Kementerian Pertanian untuk menjelaskan kasus wafatnya seorang petani Kendeng, Patmi (48) yang mengikuti aksi protes tambang semen di Rembang.

"Ibu Patmi pahlawan lingkungan yang gigih menyuarakan kelestarian alam tempat tinggalnya," kata Akmal.

Patmi salah satu peserta aksi cor kaki dengan semen dalam rangka berunjuk rasa di depan Istana Merdeka. Aksi tersebut dilakukan dalam rangka menolak rencana pendirian dan pengoperasian pabrik semen di kawasan tempat tinggalnya, serta untuk melindungi kawasan pegunungan Kendeng, Jawa Tengah.

Setelah pertemuan pengunjuk rasa dengan pihak Kantor Staf Kepresidenan, Patmi semula bersikeras melanjutkan aksi, namun akhirnya memutuskan berhenti dan membuka cor kaki pada Senin malam, 20 Maret 2017.

Sesaat setelah mandi sekitar pukul 02.30 dini hari, Selasa 21 Maret 2017, ia mengeluh sakit dada, kejang-kejang, lalu muntah. Ia segera dilarikan ke RS Saint Carolus Salemba, namun meninggal dunia di tengah perjalanan atas dugaan serangan jantung.

Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan gugatan warga Kendeng untuk membatalkan izin pabrik semen itu. Putusan Peninjauan Kembali (PK) MA Nomor 99 PK/TUN/2016, melarang penambangan dan pengeboran di atas Cekungan Air Tanah (CAT) di wilayah Pegunungan Kendeng.

Sedangkan Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, telah menyampaikan ke perwakilan petani Kendeng, PT Semen Indonesia sudah menghentikan aktivitasnya sementara di Rembang. Tapi, kepastian pemberhentian aktivitas itu atau tidak menunggu hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Baca juga artikel terkait SEMEN REMBANG atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom