tirto.id - Mantan Anggota Komisi II DPR RI, Miryam S Haryani dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra
Paulus Tannos menjadi tersangka baru kasus KTP Elektronik (e-KTP). Bersama dua orang lainnya, mereka diduga mendapat keuntungan miliaran rupiah.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, MSH [Mirsyam S Haryani] diduga diperkaya USD 1,2 juta [Rp17,1 M dengan kurs Rp14.300] terkait proyek e-KTP ini," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2019).
Menurut Saut, Miryam sempat meminta uang kepada Irman selaku pelaksana tugas Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Uang itu mencapai USD 100 ribu atau sekitar Rp1,4 miliar (kurs Rp14.300)
Kemudian Miryam meminta lagi untuk kali kedua. Kali ini, dia memintanya dengan kode 'uang jajan'.
Meski belum diketahui secara pasti berapa kali pemberian itu terjadi, tapi keuntungan Miryam diperkirakan mencapai belasan miliar rupiah.
"Tersangka MSH juga meminta uang denga kode 'uang jajan' kepada Irman sebagai Dirjen Dukcapil yang menangani eK-TP. Permintaan uang tersebut ia atas namakan rekan-rekannya di Komisi II yang akan reses," kata Saut.
Saut juga mengatakan, Tannos diduga ikut menyepakati skenario pemenangan tender e-KTP langsung pada PNRI.
Dia juga ikut menyepakati fee yang harus diberikan kepada anggota DPR RI. Dia sendiri disinyalir mendapat keuntungan paling besar.
"Sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp145,85 Miliar terkait proyek e-KTP ini," kata dia.
Sedang tersangka Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi mendapat keuntungan USD 20 ribu atau Rp286 juta (kurs Rp14.300) dan Rp 10 juta.
Husni diduga berperan untuk meluluskan tiga konsorsium untuk pengadaan e-KTP yakni PNRI, Astragraphia, dan Murakabi Sejahtera.
"Tersangka HFS diduga tetap meluluskan tiga konsorsium. Meskipun ketiganya tidak memenuhi syarat wajib, yakni mengintegrasikan Hardware Security Modul (HSM) dan Key Management System (KMS)," kata Saut.
Sedangkan tersangka Direktur Utama PNRI, Isnu Edhi Wijaya, sempat meminta commitment fee kepada Pt Quadra Solution sebelum ambil bagian. Dia juga melobi pejabat di Kemendagri agar dapat memenangkan proyek pengadaan KTP elektronik.
"Manajemen bersama Konsorsium PNRI diperkaya Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar terkait proyek EKTP ini," kata Saut.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Zakki Amali