tirto.id - Masih ingat dengan Kiatisuk Senamuang? Ia dikenang sebagai salah satu striker terganas yang pernah terlahir di bumi Asia Tenggara. Sosok berjuluk Zico –legenda Brazil yang diidolakannya– ini adalah bomber andalan tim nasional Thailand sejak tahun 1992 yang telah menyumbangkan 71 gol dari 134 laga resmi.
Di level klub, Kiatisuk Senamuang punya torehan gol yang lebih mengerikan. Menjelajah ASEAN dengan pernah merumput di Singapura, Malaysia, Vietnam, dan tentu saja di negerinya sendiri, Zico jarang melewatkan laga tanpa mencetak gol. Total, ia mengoleksi 352 gol di 362 pertandingan bersama 6 klub berbeda.
Kiatisuk Senamuang gantung sepatu pada 2006 di Hoang Anh Gia Lai, klub Vietnam yang diperkuatnya sejak 2002. Di klub yang telah diberinya 102 gol inilah, Kiatisuk memulai peran barunya sebagai pelatih dalam usia yang masih terbilang muda, 33 tahun.
Sedari tahun 2014 hingga kini, ia dipercaya menukangi tim nasional negaranya, sekaligus menjadi pelatih Thailand U23 sejak 2013. Wajah tampan Kiatisuk Senamuang pun kembali terpampang di Piala AFF 2016 yang saat ini sedang berlangsung.
Kecemerlangan otak Kiatisuk Senamuang ternyata tidak kalah dengan tuah kedua kaki dan kepalanya saat masih bermain dulu. Bukti terbaru adalah kemenangan 4-2 Thailand atas Indonesia dalam laga pembuka Piala AFF 2016 yang tercipta berkat perubahan taktiknya di pertengahan babak kedua.
Thailand Paling Menjanjikan
Sepakbola Thailand tak cuma sukses melakukan regenerasi di tataran pemain saja, di tingkatan pelatih juga demikian. Selain Kiatisuk Senamuang, ada beberapa mantan pesepakbola seangkatannya yang kini meniti karier sebagai juru taktik pada usia yang masih sangat potensial.
Salah satunya adalah Worrawoot Srimaka yang merupakan tandem sejati Kiatisuk Senamuang di tim nasional Thailand pada era 1990-an hingga awal milenium baru. Kendati hanya menyumbangkan 28 gol dari 63 pertandingan untuk The War Elephants, namun ia adalah top skor Thailand di Piala AFF, yakni dengan 15 gol.
Kini, legenda hidup BEC Tero Sasana yang telah membukukan 118 gol di sepanjang kariernya sebagai striker ini dipercaya untuk membesut Thailand U23, sebagai penerus Kiatisuk Senamuang yang naik kasta ke tim senior.
Sebelumnya, Worrawoot Srimaka adalah pelatih Thailand U21 yang dibawanya meraih gelar juara Nations Cup 2012 dengan mempermalukan tuan rumah Malaysia di laga final yang berakhir dengan skor ketat 1-2.
Jejak langkah Kiatisuk Senamuang dan Worrawoot Srimaka di sektor kepelatihan diikuti pula oleh dua mantan punggawa tim nasional Thailand lainnya, yakni Therdsak Chaiman dan Totchtawan Sripan.
Therdsak Chaiman juga menjadi bagian dari kejayaan tim Gajah Putih di periode yang sama. Sekarang, pada umur 43 tahun, pengemas 75 caps di Timnas Thailand ini dipercaya sebagai pelatih merangkap pemain di klub papan atas Thai Primer League (TPL), Chonburi FC.
Totchtawan Sripan pun setali tiga uang dengan tiga kompatriotnya itu. Memiliki 109 caps di tim nasional negaranya, mantan gelandang serang andalan Thailand ini adalah pelatih Muangthong United, klub pemuncak klasemen sementara TPL musim 2016/2017.
Peran Baru di Piala AFF
Kiatisuk Senamuang bukan satu-satunya mantan pemain tim nasional yang eksis lagi di Piala AFF dengan peran baru. Ada dua nama lagi yang juga mengemban tugas serupa, yakni Nguyen Huu Thang dari Vietnam dan pelatih Malaysia, Ong Kim Swee.
Nguyen Huu Thang yang kini menjabat sebagai pelatih tim nasional Vietnam adalah mantan bek andalan timnas berjuluk The Golden Stars tersebut dengan mengoleksi 55 caps dan 10 gol.
Semasa masih merumput, Nguyen Huu Thang hanya menghuni satu klub saja, yakni Song Lam Nghe An yang diperkuatnya pada periode 1993-1999 dengan tampil di 250 pertandingan dan menyumbangkan 38 gol. Bahkan setelah gantung sepatu pun, pria kelahiran 1972 ini masih dipercaya membela Timnas Vietnam hingga 2002.
Nguyen Huu Thang terbilang masih baru menukangi tim nasional, yakni tahun 2016 ini. Di Piala AFF 2016, ia berpeluang berjumpa kembali dengan Alfred Riedl, mantan pelatih Timnas Vietnam yang kini menangani Indonesia. Itu bisa terjadi jika Vietnam dan Indonesia sama-sama lolos dari babak penyisihan grup.
Andaipun tidak, Nguyen Huu Thang sebenarnya pernah menghadapi Alfred Riedl secara langsung, dua kali malah, yakni dalam laga ujicoba Vietnam kontra Indonesia yang dihelat di Yogyakarta pada 9 Oktober 2016 lalu, dan di Hanoi sebulan berselang.
"Coach Alfred Riedl adalah salah satu guru yang paling saya hormati. Dia luar biasa. Saya sangat respek dengan semua hal darinya," ucap Nguyen Huu Thang waktu itu kepada media.
Nguyen Huu Thang bahkan sukses “mencuri” ilmu dari mantan mentornya itu. Di Yogyakarta, Vietnam menahan imbang Indonesia dengan skor 2-2. Sementara pada pertemuan kedua di Hanoi, skuad asuhan Nguyen Huu Thang menang tipis 3-2.
Beralih ke Ong Kim Swee. Tidak seperti trio Thailand dan Nguyen Huu Thang yang mengoleksi banyak caps untuk negaranya, pelatih 45 tahun ini hanya tampil di 5 pertandingan resmi skuad Harimau Malaya pada 1994-1995, selain sebelumnya turut memperkuat Malaysia U23 dengan 8 caps dan 1 gol.
Di SEA Games 2011, Ong Kim Swee sukses membawa Malaysia U23 meraih medali emas sebagai pelatih. Sebelumnya, ia membesut Harimau Muda dan berhasil mengantarkan klub tersebut promosi ke Malaysia Super League musim 2010/2011 dengan status sebagai jawara kompetisi kasta kedua, Malaysia Premier League.
Ong Kim Swee naik kelas sebagai pelatih timnas senior Malaysia sejak awal September 2015 untuk menggantikan Dollah Salleh yang undur diri setelah tim nasional negeri jiran mengalami serangkaian hasil negatif di sepanjang tahun itu.
Kini, beban berat dipanggul Ong Kim Swee di Piala AFF 2016. Dengan persiapan morat-marit dan skuad seadanya lantaran polemik internal, ditambah sejumlah cibiran yang meragukan kapasitasnya, pelatih kelahiran Melaka berdarah Tionghoa ini dituntut membuktikan diri bahwa ia memang layak masuk ke jajaran legenda sepakbola Malaysia.
Timnas Indonesia Kapan?
Apabila Thailand, Vietnam, dan Malaysia mempercayakan tim nasional seniornya kepada mantan pemainnya yang kini mentas sebagai pelatih muda, tidak demikian dengan Indonesia.
Untuk ketigakalinya, Alfred Riedl ditunjuk oleh PSSI untuk memimpin tim Merah Putih. Pelatih gaek asal Austria ini bahkan menjadi juru latih paling uzur di Piala AFF 2016, ia baru saja merayakan ulang tahunnya yang ke-67 pada 2 November lalu.
Umur Riedl tiga tahun lebih tua dari pelatih Myanmar asal Jerman yang kini telah menapak usia 64 tahun, dan terpaut lumayan jauh jika dibandingkan dengan pelatih-pelatih lainnya yang menukangi tim-tim peserta Piala AFF 2016.
Kiatisuk Senamuang (Thailand), Nguyen Huu Thang (Vietnam), dan Ong Kim Swee (Malaysia) masih di bawah 50 tahun. Sementara Varadaraju Sundramoorthy (Singapura) baru saja melewati kepala lima yakni 51 tahun, berjarak tak terlalu jauh dengan Thomas Dooley (Filipina) dan Lee Tae Hoon (Kamboja) yang masing-masing berumur 54 dan 55 tahun.
Untuk tim nasional junior, PSSI memang beberapa kali menempatkan pelatih muda, sebutlah Indra Sjafri yang masih 49 tahun saat pertamakali menukangi Timnas Indonesia U19 pada 2013, dan Eduard Tjong yang membesut tim yang sama di gelaran Piala AFF U19 2016 pada usia 44 tahun, juga dua mantan pelatih Timnas U23, Rahmad Darmawan dan Aji Santoso, yang masing-masing saat ini masih berumur 49 dan 46 tahun.
Timnas Indonesia senior memang sempat ditangani oleh Nil Maizar di Piala AFF 2012 pada usia 42 tahun. Namun, kala itu sedang terjadi perpecahan di internal PSSI sehingga tidak banyak pelatih yang bisa dan bersedia melatih timnas. Situasi serupa masih berlaku saat timnas dipegang oleh duet Rahmad Darmawan dan Jacksen F. Tiago di waktu berikutnya.
Negeri ini punya cukup banyak pelatih muda bertalenta seperti trio Minang Nil Maizar (Semen Padang), Indra Sjafri (Bali United), dan Jafri Sastra (Mitra Kukar). Juga Widodo C. Putro (Sriwijaya FC) atau Aji Santoso (Persela Lamongan) bahkan Bima Sakti (Persiba Balikpapan) yang pernah pula menjadi pemain andalan timnas di era terdahulu.
Mereka kini sejatinya telah bermetamorfosa layaknya Kiatisuk Senamuang, Ong Kim Swee, dan lain-lainnya itu. Tapi, jika PSSI tetap bebal, ditambah intrik ala politik yang kerap membelenggu sepakbola kita, upaya perubahan pastinya kian sukar untuk diwujudkan. Malaysia saja berani, mengapa kita tidak?
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Zen RS