tirto.id - Sejak Mei 2019 PT Vale Indonesia mulai mengoperasikan mesin boiler berbahan bakar listrik. Emiten berkode saham INCO ini mengklaim boiler yang mereka gunakan bebas emisi karena digerakan oleh pembangkit listrik tenaga air (PLTA) milik perusahaan.
"Boiler ini mendapat suplai langsung dari PLTA kami, berbeda pada model sebelumnya menggunakan bahan bakar HSFO (high sulfur fuel oil),” ujar Bayu Aji, Senior Manager Communications PT Vale di Sorowako, Jumat (2/8/2019).
“Sehingga bisa dikatakan nol emisi.”
Boiler berperan penting dalam bisnis Vale sebagai perusahaan penghasil nikel. Uap air yang dihasilkan boiler digunakan untuk proses memanaskan sulfur yang digunakan pada proses reduction kiln serta berfungsi untuk memanaskan pipa bahan bakar. Boiler baru milik PT Vale bekerja lebih efisien.
Bayu menerangkan boiler milik mereka berkapasitas produksi sebesar 31 ton per jam dan mampu memproduksi uap hanya 10 menit dari kondisi warm. Berbeda dengan boiler sebelumnya yang perlu menunggu waktu berjam-jam. Karena lebih efisien maka biaya operasional boiler baru Vale lebih ekonomis 33 kali lipat dibanding model sebelumnya. Meski menghabiskan biaya investasi sebesar USD 3,9 juta namun mereka mengklaim bisa menghemat sekitar USD 5 juta per tahun atau setara dengan Rp 70 miliar.
Upaya perusahaan berefisiensi dan menjaga lingkungan tidak hanya dilakukan pada proses produksi. Andri Ardiansyah, Reforestation Engineer PT Vale Indonesia menjelaskan perusahaan sudah mengganti zat kimia yang biasa digunakan untuk menanam pohon di area reklamasi dengan pupuk kompos berkualitas bagus. Menurut Andri penggunaan pupuk kompos dengan kualitas bagus lebih hemat ketimbang dengan kualitas biasa. "Biasanya kami membutuhkan 29 ton kompos untuk tiap hektar (ha), kini dengan kompos kualitas tinggi kami cukup menggunakan 17 ton per ha," ujarnya.
Meski begitu biaya kompos sama, tapi dengan kompos kualitas tinggi tersebut Vale bisa lebih berhemat dalam hal zat kimia. "Biasanya kebutuhan biaya penataan lahan sebesar Rp 200 juta hingga Rp 300 juta per ha," kata Andri.
Penulis: Jay Akbar
Editor: Abdul Aziz