tirto.id - Lebaran 2024 ini mungkin terasa lebih berat bagi banyak orang. Pasalnya, situasi ekonomi Indonesia di awal tahun ini memang sedang tidak baik-baik saja.
Harga kebutuhan pokok, yang merangkak naik sejak akhir tahun lalu dan mencapai puncak pada masa Pemilu 2024, belum semuanya kembali ke normal. Belum lagi jika kita bicara soal melemahnya kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Harga kebutuhan yang pemenuhannya melalui impor tentu saja bakal mengalami kenaikan.
Tak sampai di situ, harga minyak dunia pun saat ini sedang tinggi. Hal ini bisa berimbas pada dikuranginya, bahkan dihapuskannya, subsidi bahan bakar minyak (BBM). Kondisi-kondisi tersebut pada akhirnya berujung pada tergerusnya daya beli masyarakat.
Pendek kata, kita mengalami momen puasa dan lebaran di kala kondisi perekonomian sedang sulit. Maka pilihan terbaiknya adalah dengan hidup lebih irit. Termasuk untuk urusan memperlakukan tunjangan hari raya atau THR.
Di tengah kondisi sulit, adanya THR tentu sangat membantu. Karenanya, kita perlu mengelolanya dengan bijak agar ia tidak sekadar “numpang lewat” di rekening.
Nah, berikut ini adalah lima tip mengelola THR yang bisa dicoba supaya uang THR tidak menguap begitu saja.
Yang paling mendasar, ingatlah bahwa THR juga merupakan bentuk gaji. Setiap bulan, gaji kita dipotong 1/12 dari nilai aslinya, lalu akumulasinya diberikan lagi kepada kita dalam bentuk THR. Itulah sebabnya, dalam penentuan jumlah THR, ada skema perhitungan prorata. Seseorang yang baru bekerja 7 bulan di sebuah perusahaan, misalnya, hanya akan mendapatkan THR 7/12 dari gaji pokoknya.
Nah, karena THR adalah gaji, ia harus diperlakukan layaknya gaji. Dengan kata lain, jangan menganggapnya sekadar rejeki nomplok tahunan dan langsung menghabiskan semuanya tanpa perencanaan.
Seperti halnya gaji, penentuan alokasi juga perlu diberlakukan untuk THR. Alokasikanlah sebagian THR untuk membantu pemenuhan kebutuhan pokok sebelum dialirkan pada keperluan lebaran.
Namun, jangan lupakan juga biaya untuk momen lebaran. Bagi perantau, salah satu sumber pengeluaran THR terbesar adalah ongkos mudik. Jumlahnya kini bisa menembus jutaan rupiah. Ini belum termasuk tetek bengek lain seperti membeli pakaian baru, memberi "salam tempel" untuk sanak saudara, atau jalan-jalan ke tempat wisata.
Dengan perencanaan yang matang, uang THR dapat berdampak maksimal bagi kita.
Dalam mengatur alokasi THR kita juga bisa menerapkan pola yang biasa dipakai dalam pengeluaran bulanan. Pola alokasi tersebut adalah pembagian 50/30/20. Pola ini dilakukan dengan mengalokasikan 50 persen gaji untuk memenuhi kebutuhan pokok, 30 persen untuk bersenang-senang, dan 20 pensen untuk ditabung.
Pola alokasi ini terlihat mudah, tapi tak jarang sulit sekali dipraktikkan. Pasalnya, jika tidak diikuti dengan komitmen yang kuat dan kedisiplinan, anggaran untuk bersenang-senang seringkali mengalami pembengkakan.
Di situasi seperti saat ini, dengan harga kebutuhan pokok yang masih melambung, bukan berarti budget menabung yang harus dikorbankan. Tidak ada salahnya menunda bersenang-senang untuk sementara, asalkan kita punya pegangan untuk menghadapi situasi darurat.
Momen Idulfitri kerap disebut sebagai Hari Kemenangan. Ini adalah hari saat umat muslim merayakan keberhasilan melewati puasa Ramadan selama 30 hari. Dan biasanya, ketika merayakan kemenangan ini, kita sering bertindak impulsif.
Mengeluarkan uang lebih di momen lebaran nan istimewa sebenarnya tidak salah. Wajar, malah. Akan tetapi, kontrol diri tetap harus kuat. Jangan gampang tergoda dengan berbagai diskon yang ditawarkan karena masih ada hari esok, lusa, dan seterusnya yang harus dijalani. Jangan sampai impulsif di satu hari berakibat nelangsa di kemudian hari.
Terakhir, jangan lupakan alokasi untuk keperluan sedekah dan zakat. Sebagai muslim, zakat wajib ditunaikan. Karenanya, anggaran zakat dan sedekah perlu juga untuk dipikirkan. Maka pastikan keperluan yang satu ini juga masuk dalam alokasi THR.
Bila memungkinkan, bersedekahlah juga karena membantu sesama tidak akan pernah membuatmu miskin.
Untuk hal tersebut, kita bisa menerapkan pola alokasi alternatif 40/30/20/10. Secara prinsip, penerapan pola ini tak berbeda jauh dengan pola 50/30/20. Kita hanya melakukan penyesuain dengan mengurangi persentase kebutuhan pokok sebesar 10 persen untuk dialokasikan pada zakat dan sedekah.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi