Menuju konten utama

Merangkum Dampak Tersangkutnya Kapal di Terusan Suez terhadap Dunia

Ever Given yang tersangkut di Terusan Suez membuat banyak negara merugi, dari Eropa hingga Asia.

Merangkum Dampak Tersangkutnya Kapal di Terusan Suez terhadap Dunia
Pada 28 Maret 2021 ini, file citra satelit dari Planet Labs Inc, kapal kargo MV Ever Given tertahan di Terusan Suez dekat Suez, Mesir. (Planet Labs Inc. via AP)

tirto.id - Setelah enam hari memblokir Terusan Suez, kapal kargo Ever Given berhasil dibebaskan dan akhirnya kembali mengapung pada Senin (29/3/2021) pukul 4.30 waktu setempat. Kabar terbaru ini membuat negara-negara bernafas lega karena itu berarti jalur tersebut dapat kembali beroperasi dengan normal dan melayani lalu lintas kapal-kapal dari Asia ke Eropa maupun sebaliknya.

Jalur ini amat penting bagi perdagangan dunia. World Economic Forum (WEF) mencatat Terusan Suez berkontribusi 12 persen terhadap total perdagangan dunia dan sekitar 30 persen dari total volume kargo dunia harus melewati jalur ini.

Waktu Ever Given menghambat lalu lintas, kapal-kapal sebenarnya punya opsi untuk memutar lewat Tanjung Harapan, Afrika Selatan. Sayangnya opsi itu tak efisien. Kapal yang melewati Terusan Suez mampu menghemat perjalanan hingga satu minggu ketimbang memutar dan membuat ongkos membengkak hingga 23 persen.

Opsi lain, kapal-kapal dapat melewati Terusan Panama. Namun kapal-kapal kargo tidak akan bisa lewat lantaran kedalaman Terusan Panama hanya 13 meter sementara Terusan Suez dalamnya 24 meter.

Tak heran akhirnya banyak kapal rela menunggu sampai Ever Given dibebaskan. Reuters mencatat hingga Senin ini saja ada 369 kapal mengantre.

Menurut Suez Canal Authority, arus kargo terbanyak didominasi oleh ASEAN, Eropa, dan negara-negara Arab. Mereka pulalah yang paling terdampak.

Untuk arah selatan ke utara, ASEAN menjadi pengguna terbanyak terusan ini setidaknya selama satu dekade terakhir dengan 166 juta ton kargo. Di bawah ASEAN, negara-negara Teluk berada di posisi kedua terbanyak dengan 117 juta ton kargo. Sebagian besar kargo ini paling banyak ditujukan ke Eropa sebanyak 128,07 juta ton diikuti negara-negara Mediterania 111,64 juta ton.

Sementara arah utara ke selatan, Eropa Utara dan Barat menyumbang kargo terbanyak yaitu 115 juta ton kargo; disusul negara-negara Laut Hitam 107,64 juta ton. Kargo-kargo ini paling banyak menuju negara-negara Arab di Laut Merah, yaitu seberat 154 juta ton dan ASEAN 124,54 juta ton.

BBC mencatat kerugian yang ditimbulkan insiden ini cukup signifikan. Ada lalu lintas kargo senilai 9,6 miliar dolar AS per harinya atau setara Rp134,4 triliun (kurs Rp14.000/dolar AS). Perdagangan dunia diperkirakan harus menanggung rugi 6-10 miliar dolar AS per pekan atau setara Rp84-140 triliun per pekan.

Di luar itu masih ada kerugian lain yang dialami pengelola Terusan Suez senilai 14-15 miliar dolar AS per hari. Dampak pada ekonomi Mesir juga signifikan karena lalu lintas perdagangan di sana berkontribusi 2 persen terhadap PDB negara itu.

Sementara Bloomberg mencatat ongkos kontainer ukuran 40 kaki dari Cina ke Eropa naik sampai menyentuh level 8.000 dolar AS. Kenaikan ini melanjutkan tren mahalnya ongkos kontainer yang sudah mahal selama 2020 akibat pulihnya perdangan Cina tapi tak diiringi normalisasi jumlah kontainer.

Kemudian harga minyak dunia yang belakangan ikut terkerek naik karena tertundanya pengiriman minyak. Per Kamis (25/3/2021) lalu, harga minyak Brent untuk pengiriman Mei naik 4,2 persen ke level 64,57 dolar AS per barel, minyak West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Mei juga naik 4,1 persen menjadi 60,97 dolar AS per barel. Menurut Suez Canal Authority, sekitar 23,14 persen kargo yang melewati Terusan Suez memang didominasi oleh migas.

Beruntung masalah utama kini terselesaikan. Ekonom dari Universitas Indonesia Fithra Faisal yakin jika satu bulan setelah kapal dapat diapungkan dan Terusan Suez sudah dapat kembali normal, skenario terburuk pada perdagangan dunia dapat dihindari. “Kalau sebulan bisa selesai, enggak akan terlalu pengaruh,” ucap Fithra kepada reporter Tirto, Senin.

Dampak pada Indonesia menurutnya juga tidak terlalu signifikan. Pasalnya, perdagangan Indonesia masih didominasi oleh negara-negara Asia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), 32,78 persen pangsa impor non migas didominasi barang dari Cina disusul ASEAN 19,1 persen. Sementara pangsa ekspor masih sebagian besar ditujukan pada Cina 20,5 persen, disusul ASEAN 20,78 persen, dan Amerika Serikat 12,92 persen.

Porsi perdagangan Eropa yang paling terdampak dari terhambatnya Terusan Suez cukup kecil. Porsi ekspor Indonesia ke Eropa hanya 7,84 persen sementara impor hanya 6,67 persen. “Lalu lintas perdagangan kita ke Eropa belum seaktif di timur. Jadi tidak terlalu signifikan di jangka pendek,” ucap Fithra.

Baca juga artikel terkait TERUSAN SUEZ atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino