tirto.id - Pelantikan Deddy Cahyadi alias Deddy Corbuzier sebagai Staf Khusus (Stafsus) Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, menuai kritik tajam dari berbagai pihak. Pengangkatan ini dinilai tidak urgen dan malah berpotensi menjadi pemborosan di tengah upaya penghematan anggaran.
Sjafrie melantik Deddy untuk menjadi staf khususnya pada Selasa (11/2/2025). Selain Deddy Corbuzier, Sjafrie juga melantik pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kris Wijoyo Soepandji, mantan Staf Khusus Presiden asal Papua, Lenis Kogoya, Mayjen TNI (Purn) Sudrajat, Indra Bagus Irawan, dan Sylvia Efi Widyantari Sumarlin.
Pelantikan stafsus ini diklaim sebagai kolaborasi peran strategis dalam menjaga kedaulatan. Dengan pengangkatan Deddy Corbuzier dan beberapa stafsus lainnya, dinilai dapat melahirkan inovasi dan kebijakan baru dalam upaya penguatan ketahanan Indonesia.
Namun sayangnya, klaim tersebut tak bisa diterima oleh masyarakat. Sebab pengukuhan tersebut kontras dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025 yang meminta seluruh Kementerian atau Lembaga (K/L) untuk berhemat.
Dalam Inpres tersebut, Prabowo meminta seluruh KL untuk melakukan efisiensi belanja hingga Rp306,69 triliun. Efisiensi tersebut terdiri dari Rp256,1 triliun dari belanja K/L dan Rp50,59 triliun dari transfer ke daerah (TKD).
"Saya melihat pengangkatan Deddy Corbuzier dan beberapa stafsus di Kemenhan menunjukkan paradoks dan ketidakjelasan arah kebijakan efisiensi anggaran pemerintahan Prabowo yang arahnya memang bukan untuk kepentingan masyarakat," kata Wakil Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana, kepada Tirto, Kamis (13/11/2025)
Arief juga menyayangkan, penetapan stafsus tersebut dilakukan disaat Kementerian atau Lembaga lain harus melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pegawainya karena dipaksa untuk memotong anggaran. Di saat yang sama beberapa lembaga layanan publik juga ikut terancam lantaran tidak dapat beroperasi melayani kepentingan masyarakat, bahkan terpaksa menghentikan proses penyelidikan kasus kejahatan HAM serius.
"Kemenhan yang tidak dipotong sepeser pun anggarannya justru melakukan pemborosan anggaran, dengan mengangkat enam staf khusus yang saya pikir tidak memiliki urgensi dan dasar kebijakan yang jelas," ungkap dia.
Sampai saat ini, Kemenhan memang menjadi salah satu kementerian yang tidak terkena dampak efisiensi anggaran yang diinstruksikan oleh Presiden Prabowo Subianto. Berdasarkan salinan daftar kementerian dan lembaga yang terkena efisiensi, keterangan pemangkasan anggaran milik Kementerian Pertahanan ditandai dengan simbol strip (-).
Pagu total anggaran untuk Kementerian Pertahanan pada tahun ini dialokasikan sebesar Rp166 triliun. Anggaran ini dibagi untuk Mabes TNI dan tiga matra seperti TNI AD, TNI AL, dan TNI AU. Kendati menjadi satu-satunya kementerian yang tidak dipotong, bukan berarti Kemenhan justru sebebasnya mengangkat stafsus di tengah efisiensi anggaran.
Pemerintah dalam hal ini juga mesti ingat bahwa dalam Pasal 3 Undang-Undang Keuangan Negara ditegaskan bahwa: 'Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan'.
"Saya melihat justru pengangkatan Deddy Corbuzier dan kawan kawan sebagai stafsus tidak lebih dari politik bagi-bagi jabatan dalam pemerintahan Prabowo-Gibran," ujar dia.
Menurut Arif, pengangkatan stafsus ini sama halnya seperti penambahan menteri dan wakil menteri dalam Undang-Undang Kementerian sebelumnya dari 34 kementerian menjadi 48. Ditambah dengan 59 wakil menteri yang pada akhirnya membebani APBN dan mengorbankan keuangan negara.
"Ini semestinya dialokasikan untuk menjawab masalah kebutuhan dasar masyarakat luas seperti lapangan kerja, pendidikan dan kesehatan," pungkas dia.
Pemerintah Tak Serius Lakukan Efisiensi?
Di sisi lain, Peneliti Bidang Politik dari The Indonesian Institute (TII), Felia Primaresti, justru melihat pengangkatan stafsus ini sebenarnya menunjukkan kalau pemerintah tidak serius dalam efisiensi. Terlebih yang ditambah stafsusnya justru Kementerian Pertahanan.
"Ini perlu dijelaskan ke publik, reasoning-nya apa? Apalagi di tengah prioritas program MBG, relevansi Kemenhan di sini apa? Misalnya, apakah ada kaitannya dengan pengelolaan sumber daya pertahanan atau strategi keamanan nasional dalam konteks program itu?" ujarnya mempertanyakan kepada Tirto, Kamis (13/2/2025).
Belum lagi jika melihat latar belakang Deddy Corbuzier, tidak sinkron dengan bidang pertahanan. "Pun jika alasan komunikasi publik (mengingat Deddy adalah seorang influencer/youtuber/podcaster) atau pendekatan media, apakah itu cukup kuat untuk posisi ini? Lagi-lagi perlu dikaji ulang sih menurutku dan wajar jadinya jika banyak yang mempertanyakan," kata dia.
Pemerintah seharusnya transparan soal urgensi pengangkatan stafsus. Setiap penambahan stafsus harus didasarkan pada kebutuhan teknis dan keahlian yang relevan, bukan sekadar pertimbangan politik atau branding. Selain itu, pemerintah juga harus punya indikator kinerja untuk stafsus-nya yang bisa diukur, bukan sekadar posisi tanpa tanggung jawab konkret. Dalam hal ini harus ada laporan berkala misalnya, soal apa yang sudah mereka kerjakan dan dampaknya terhadap kebijakan di kementerian terkait.
"Jadi nggak asal comot orang hanya karena modal populer atau pernah menjadi bagian dari tim sukses kampanye," katanya.
Analis Sosio-politik dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Musfi Romdoni, ikut mempertanyakan urgensi dan alasan pengangkatan Deddy Corbuzier sebagai staf khusus Menhan. Dalam banyak kasus, menurut Musfi, gaya komunikasi Deddy justru sangat kontroversial, misalnya ketika memarahi siswa SD yang mengatakan 'tidak enak' pada menu makan bergizi gratis (MBG).
Sebagai publik figur, khususnya seorang entertain, harus diakui memang Deddy pakar di bidangnya. Dia sangat pandai memainkan dan menciptakan isu. Namun, gaya Deddy tidak tepat untuk pemerintahan, apalagi Kemenhan yang membawa anggaran ratusan triliun.
Terlebih lagi, isu di Kemenhan akan banyak berpusat pada belanja alutsista yang rentan mendapat kritik publik karena dilakukan di tengah efisiensi Presiden Prabowo. Dengan gaya komunikasi Deddy yang sering kali membakar suasana, kehadirannya justru dapat memperkeruh isu yang coba dikelola oleh Kemenhan.
"Jangan sampai nantinya Deddy marah-marah ke masyarakat yang mengkritik belanja alutsista misalnya. Ini kan sangat buruk secara komunikasi publik dan komunikasi politik," ujar Musfi kepada Tirto, Kamis (13/2/2025).
Apalagi, kata Musfi, ini sudah terbukti ketika Deddy diangkat sebagai Letkol Tituler. Waktu itu alasan Deddy diangkat sebagai Letkol Tituler untuk komunikasi sosial media. Tapi nyatanya gaya komunikasi Deddy seperti seorang entertain. Dia bahkan tidak pernah masuk ke isu-isu sensitif seputar pertahanan. Ia justru muncul di isu-isu yang cukup diurus oleh influencer medsos.
"Jadinya, jika melihat track record nya, pengangkatan Deddy sebagai Stafsus Menhan memang lebih terlihat sebagai 'politik balas budi'," ungkap dia.
Analis politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, menambahkan pengukuhan Deddy terlalu dipaksakan. Karena selama ini yang jadi stafsus adalah orang-orang yang memang punya kemampuan strategi yang bagus dan punya track record jam terbang yang cukup baik di profesinya.
"Kita punya stafsus atau utusan-utusan khusus yang kredensial-nya patut kita pertanyakan. Dan ini jadi paradoks ketika di tengah efisiensi yang sedang didorong oleh pemerintah," pungkas dia.
Pembelaan Kemenhan
Di sisi lain, Kepala Biro Humas Setjen Kemhan, Kolonel Inf Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang, menjelaskan pelantikan Deddy Corbuzier sebagai staf khusus menhan berkaitan dengan keahliannya di bidang komunikasi publik. Menurutnya, Deddy Corbuzier punya pengaruh kepada masyarakat di seluruh kanal media sosial.
"Tentunya Mas Deddy Corbuzier ini diangkat sebagai salah satu staf khusus bidang komunikasi publik adalah dengan latar belakang beliau sebagai pakar di bidang komunikasi," kata Frega saat dihubungi Tirto, Selasa (11/2/2025).
Frega berharap dengan keberadaan Deddy menjadi bagian dari Kementerian Pertahanan dapat menyebarkan informasi perihal pertahanan di Indonesia. Menurutnya, setiap pesan yang disampaikan oleh Deddy dapat diterima dengan baik oleh masyarakat hingga kalangan bawah.
"Saat ini engagement-nya khususnya di media sosial itu juga diharapkan bisa membantu untuk sosialisasi kebijakan terkait dengan kementerian pertahanan maupun isu-isu di sektor pertahanan sehingga harapan masyarakat itu bisa teredukasi sampai di level bawah," kata Frega.
Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), Rini Widyasanti, mengatakan pengangkatan stafsus baru sebetulnya diperbolehkan. Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam peraturan presiden (Perpres).
“Ya karena memang di dalam struktur organisasi di dalam struktur memang diperbolehkan di dalam Perpres. Jadi mungkin memang mereka terlambat saja mengangkatnya,” ungkap Rini di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (12/2/2025).
Rini pun meyakini meski pengangkatan stafsus itu baru dilakukan di tengah efisiensi anggaran saat ini, hal tersebut pasti dilakukan berdasarkan perhitungan yang matang. “Mungkin baru sempat dilakukan pengangkatannya, tapi itu sudah diatur sedemikian rupa,” pungkas Rini.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang