Menuju konten utama

Menkeu Berencana Tambal Defisit BPJS Kesehatan dengan Pajak Rokok

Menkeu menilai penerimaan negara dari hasil tembakau relatif besar.

Menkeu Berencana Tambal Defisit BPJS Kesehatan dengan Pajak Rokok
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. tirto/anrey gromico

tirto.id - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sedang mempertimbangkan sejumlah strategi untuk menambal defisit yang dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang disebut-sebut mencapai Rp9 triliun.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan salah satu skema yang dipertimbangkan itu ialah dengan memanfaatkan pajak rokok dan dana bagi hasil (DBH) cukai hasil tembakau di daerah. Menurut dia, pemanfaatan cukai rokok di daerah bisa dilakukan dengan mengusung prinsip gotong royong atau co-sharing melalui pemerintah daerah setempat.

“Kita bisa gunakan 75 persen dari 50 persen earmarking. Kontribusinya kira-kira mencapai Rp5 triliun,” ujar Sri Mulyani dalam jumpa pers di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan pada Senin (6/11/2017) siang.

Sri Mulyani sendiri belum menjelaskan secara rinci alokasi dari dana bagi hasil tersebut. Kendati demikian, Menkeu mengaku bakal segera bertemu dan membuat hitungan skemanya bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

“Agar di 2018 nanti sudah ada pencantuman komitmen daerah dalam melakukan kontribusi pembayaran BPJS Kesehatan,” ungkap Menkeu.

Lebih lanjut, Sri Mulyani juga turut menyinggung alasan pemberian manfaat yang berasal dari pungutan cukai rokok tersebut. Menkeu menilai penerimaan negara dari hasil tembakau relatif besar, di samping jumlah klaim peserta BPJS Kesehatan yang sakit akibat rokok juga terbilang banyak.

Sementara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menekankan bahwa iuran bagi peserta BPJS Kesehatan tidak akan dinaikkan dalam waktu dekat.

Senada dengan Sri Mulyani, Fachmi juga mengaku bahwa pemerintah dan BPJS Kesehatan saat ini memang tengah berupaya untuk memperbesar peran pemerintah daerah dalam kaitannya dengan pajak rokok atas cukai dan dana bagi hasil cukai.

“Pajak rokok itu angkanya sekitar Rp5,1 triliun. Kemudian dana bagi hasil cukai itu satu koma sekian triliun. Itulah yang akan dioptimalkan,” ujar Fachmi.

Fachmi lantas mengatakan bahwa defisit tidak terjadi pada cash flow BPJS Kesehatan. Adapun Fachmi mengklaim anggaran untuk keberlanjutan program tetap berjalan dengan dibantu suntikan dana dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).

“Kalau defisit karena iuran, karena belum sesuai dengan pengeluaran, itu iya. Tapi kalau defisit program, itu enggak,” ungkap Fachmi lagi.

Baca juga artikel terkait BPJS atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto