Menuju konten utama

Menilik Dampak Konflik Suriah terhadap Pasokan Minyak Indonesia

Pertamina mengantisipasi konflik Suriah dengan mengalihkan rute kapal tanker agar tak melewati wilayah yang berisiko tinggi akibat konflik.

Menilik Dampak Konflik Suriah terhadap Pasokan Minyak Indonesia
Bashar al Assad menyapa pendukungnya saat salat Idul Fitri di dalam masjid di Tartous, Suriah dalam selebaran yang dirilis pada 15 Juni 2018. Reuters/SANA

tirto.id - Eskalasi politik di Timur Tengah (Timteng), memanas usai rezim Bashar Al-Assad di Suriah jatuh. Lewat televisi pemerintah Suriah, Minggu (8/12/2024), kelompok oposisi Assad mengumumkan berhasil menggulingkan rezim pemerintahan Presiden Bashar Al-Assad.

Mereka memasuki Damaskus dan berhasil melenyapkan dinasti keluarga Assad yang berkuasa selama 50 tahun di negeri tersebut.

Assad bahkan dikabarkan terbang meninggalkan Damaskus menuju tujuan yang tidak diketahui pada hari Minggu. Sementara itu, pasukan oposisi mengatakan mereka telah memasuki ibu kota tanpa ada tanda-tanda pengerahan militer.

“Kami merayakan bersama rakyat Suriah berita tentang pembebasan tahanan kami dan pelepasan rantai mereka serta pengumuman berakhirnya era ketidakadilan di penjara Sednaya," kata perwakilan oposisi.

Ketegangan yang terjadi di Suriah tersebut, dinilai sejumlah analis dapat memicu ketidakpastian pasokan minyak global, yang pada gilirannya mempengaruhi harga energi di pasar internasional, termasuk Indonesia. Salah satu faktor yang memicu kenaikan harga adalah potensi gangguan pada jalur pasokan energi dari kawasan tersebut, yang sangat vital bagi kebutuhan global.

“Konflik di Suriah mempengaruhi keamanan rute pasokan minyak utama di kawasan tersebut, seperti di Selat Hormuz yang menjadi jalur vital bagi ekspor minyak dari Arab Saudi, Irak dan Iran. Sehingga hal ini akan cenderung sensitif terhadap pergerakan minyak Brent,” ujar Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, kepada Tirto, Selasa (10/12/2024).

Minyak mentah Brent pada perdagangan hari ini, turun 26 sen atau sekitar 0,4 persen menjadi 71,88 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 30 sen, juga 0,4 persen, menjadi 68,07 dolar AS per barel pada pukul 07.07 GMT. Kendati kedua acuan harga ini sebelumnya sempat naik lebih dari 1 persen pada Senin sebelumnya.

“Kami memperkirakan [minyak Brent] penguatan terbatas dengan resistance pada level 74,4 dolar AS per barel,” terang Audi.

Analis dari Panin Sekuritas, Felix Darmawan, mengamini bahwa eskalasi konflik di Suriah dan kawasan Timur Tengah dapat memiliki dampak langsung terhadap pasar minyak global. Hal ini karena Timur Tengah merupakan pusat minyak terbesar di dunia, memainkan peran krusial dalam pasokan energi global.

“Ketegangan atau eskalasi lebih lanjut di Suriah atau negara-negara penghasil minyak utama seperti Arab Saudi, Iran, dan Irak dapat mengganggu pasokan minyak dan menyebabkan lonjakan harga minyak dunia,” ujar Darmawan kepada Tirto, Selasa (10/12/2024).

Bashar al-Assad

Presiden Suriah Bashar al-Assad menghadiri pertemuan dengan mitranya dari Rusia di Kremlin di Moskow pada 15 Maret 2023. (Photo by Vladimir GERDO / SPUTNIK / AFP)

Sejauh Mana Dampaknya ke Indonesia?

Ketegangan di Suriah pada gilirannya akan mempengaruhi Indonesia. Indonesia, yang masih bergantung pada impor energi, dinilai Darmawan akan merasakan dampak dari fluktuasi harga minyak tersebut.

“Kenaikan harga minyak global akan memperburuk biaya impor energi Indonesia, meningkatkan defisit neraca perdagangan, dan dapat mendorong inflasi, terutama dalam harga barang dan transportasi,” jelas Darmawan.

Namun, harga minyak sendiri kelihatannya, kata dia, hanya naik terbatas merespons eskalasi di Suriah. Pasar tampaknya sudah menghitung risk premium dari tensi geopolitik yang sudah terjadi dalam beberapa bulan terakhir.

“Sehingga dampaknya relatif terbatas pada Indonesia juga,” ujar dia.

Senada dengan Darmawan, Oktavianus Audi melihat terjadinya disrupsi di Suriah dan Timur Tengah tidak signifikan akan berdampak terhadap ICP (Indonesian Crude Price) Indonesia. Tercatat, harga rata-rata minyak mentah Indonesia ICP pada Oktober 2024 ditetapkan sebesar 73,53 dolar AS per barel.

Angka ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 363.K/MG.03/DJM/2024 tentang Harga Minyak Mentah Bulan Oktober 2024 tanggal 1 November 2024. ICP Oktober mengalami kenaikan dari ICP bulan sebelumnya sebesar 72,54 dolar AS per barel.

“Tercatat di Oktober 2024, terjadi kenaikan tipis sebesar 0,99 dolar AS per barel menjadi 73,53 dolar AS per barel,” jelas Audi.

Audi melihat, fluktuasi ICP Indonesia sebenarnya lebih didominasi sentimen sanksi Amerika Serikat (AS) kepada Iran yang berpotensi membatasi ekspor ke Cina. Selain itu, ICP Indonesia juga dipengaruhi penurunan produksi OPEC+ sebesar 557 ribu barel per hari (bph).

Di sisi lainnya, dampak untuk emiten dalam negeri dari harga minyak mentah global (ex. Brent) juga akan lebih terbatas. Ini seiring dengan pengaruh terhadap supply minyak mentah dari Suriah yang tergolong kecil dibandingkan regional dan global.

Produksi minyak mentah Suriah tergolong kecil dibandingkan negara-negara lain di Timur Tengah, seperti Arab Saudi yang mencapai 10 juta bph, Iran dan Irak yang mencapai 3-4 juta bph, Kuwait, UAE dan Oman yang memiliki rata-rata 1 juta bph. Sehingga kontribusinya saat ini <1 persen dalam total produksi minyak mentah di Timur Tengah.

Berdasarkan data EIA, Suriah menduduki posisi 55 secara global untuk produksi minyak mentah, per 2022. Penurunan minyak Suriah dipicu sejak konflik yang dimulai pada 2011, yang mengakibatkan kerusakan infrastruktur energi dan kontrol atas ladang minyak dari berbagai kelompok.

Antisipasi Pertamina

Kendati dampaknya ke Indonesia terbatas, PT Pertamina (Persero) tetap menyiapkan sejumlah langkah antisipasi untuk menjaga kelancaran operasional. Mengingat sebagai salah satu negara yang tergantung pada impor energi, Indonesia tetap merasakan dampak langsung dari gejolak pasar energi global.

“Nah tentunya untuk operasional Pertamina kami sudah siapkan antisipasi. [Tapi] sejauh ini dengan Suriah kita masih aman,” ujar Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Simon Aloysius Mantiri, di Kantor Kementerian BUMN, Senin (9/12/2024).

Mengenai potensi gangguan pada pasokan energi dari wilayah yang terdampak konflik, terutama Suriah, Pertamina telah menyiapkan langkah-langkah antisipasi yang matang. Salah satu langkah utama adalah mengalihkan rute kapal tanker yang melewati wilayah yang berisiko tinggi akibat konflik.

“Untuk rute kapal-kapal kami, tanker kami yang melewati wilayah yang konflik, tentunya kami antisipasi dengan mencari jalur lain yang lebih aman,” terangnya.

Namun, perubahan jalur kapal yang lebih aman juga diakui membawa konsekuensi pada biaya logistik. Ini tentu akan menjadi perhatian juga bagi Pertamina untuk menyiapkan opsi lain.

“Tentu kami harus memperhatikan ongkos logistiknya. Misalnya, apabila jalur melewati daerah konflik terlalu berisiko, dan kita melewati jalur lainnya yang lebih jauh dan biaya cost-nya lebih tinggi, tentunya harus ada alternatif lain yang kami ambil,” jelas Simon.

Meski menghadapi tantangan yang cukup besar, Pertamina menegaskan bahwa pada saat ini kondisi pasokan energi Indonesia masih dalam keadaan aman dan terkendali. Perusahaan akan terus memantau perkembangan situasi geopolitik, sambil mencari solusi terbaik untuk mengurangi dampak dari fluktuasi harga minyak dunia yang bisa mempengaruhi perekonomian Indonesia.

Sebagai langkah jangka panjang, Pertamina juga terus berupaya meningkatkan ketahanan energi nasional, termasuk melalui pengembangan energi terbarukan dan diversifikasi sumber pasokan.

Baca juga artikel terkait KONFLIK SURIAH atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Bayu Septianto