Menuju konten utama

Ada Apa di Suriah dan Kenapa Presiden Bashar Al-Assad Kabur?

Penjelasan mengenai kondisi yang terjadi di Suriah terkini dan kenapa Presiden Bashar Al-Assad sampai kabur.

Ada Apa di Suriah dan Kenapa Presiden Bashar Al-Assad Kabur?
Bashar al Assad menyapa pendukungnya saat salat Idul Fitri di dalam masjid di Tartous, Suriah dalam selebaran yang dirilis pada 15 Juni 2018. Reuters/SANA

tirto.id - Oposisi Suriah Hayat Tahrir al-Sham (HTS) memukul mundur Presiden Bashar Al-Assad, hingga membuatnya kabur. Kejatuhan rezim Bashar Al-Assad sekaligus menandai berakhirnya kekuasaan Partai Baath yang sudah terjadi selama lebih dari separuh abad.

Oposisi bersenjata Suriah mengumumkan bahwa mereka telah menggulingkan rezim Bashar Al-Assad. Pasukan oposisi menguasai ibu kota Suriah, Damaskus pada Minggu (8/12/2024) waktu setempat.

“Kami mendeklarasikan kota Damaskus terbebas dari tiran Bashar Al-Assad. Bagi para pengungsi di seluruh dunia, Suriah Merdeka menanti Anda,” kata komandan kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Hassan Abdul-Ghani, seperti dikutip NBC.

Jatuhnya rezim Al-Assad dirayakan oposisi dan warga Suriah yang turun ke jalan di Kota Damaskus. Media Al Jazeera menyebutkan, suara peluru terdengar di seluruh penjuru Damaskus.

Umayyah yang berada di pusat ibu kota, menjadi salah titik perayaan, yang meluas hingga sekitar gedung radio dan televisi, bersamaan dengan pelarian tentara dan pasukan keamanan dari beberapa markas, seperti Gedung Staf Umum dan Kementerian Pertahanan di Damaskus.

Kronologi Oposisi Suriah Kuasai Damaskus Gulingkan Al-Assad

Apa yang terjadi di Damaskus, Suriah, Minggu (8/12/2024) merupakan puncak dari serangan oposisi terhadap rezim Bashar Al-Assad. Sebelumnya, oposisi melakukan serangan kilat 11 hari dari sejumlah wilayah hingga meluas sampai Damaskus.

Pada Rabu (27/11) lalu, pasukan oposisi terlibat bentrokan dengan pasukan pro-rezim Al-Assad di pedesaan barat Kegubernuran atau Muhafazah (Provinsi) Aleppo. Faksi-faksi oposisi kemudian mampu memperluas kendali mereka atas pusat Kota Aleppo.

Kemudian pada Sabtu (30/11) oposisi mengambil alih seluruh Kegubernuran Idlib. Ini berlanjut saat oposisi mengusir pasukan rezim dari Kegubernuran Hama yang berada di pusat negara tersebut, menyusul bentrokan sengit antara kedua pihak, pada Kamis (5/12).

Konsentrasi kemudian diperluas hingga oposisi mampu mengendalikan pusat Kegubernuran Daraa, yang berbatasan dengan perbatasan Yordania, pada Jumat (6/12), menyusul bentrokan dengan pasukan rezim. Daraa juga dianggap sebagai tempat lahirnya pemberontakan rakyat melawan rezim, yang terjadi sejak 2011 lalu.

Sebelum memasuki Damaskus, pada Sabtu (7/12) lalu, pasukan oposisi lokal menguasai Kota Suwayda, yang berada di selatan ibu kota negara. Kemudian oposisi juga mengambil alih Kegubernuran Homs, hingga berhasil memasuki ibu kota, Damaskus, Minggu (8/12).

Ditarik mundur ke belakang, jatuhnya rezim Al-Assad menandai babak baru setelah perang saudara yang meletus sejak 2011 silam. Pasukan Assad selama ini mendapatkan dukungan dari Rusia dan sekutu.

Fokus Moskow (Rusia) pada perang di Ukraina, serta pukulan terhadap sekutu Iran setelah perang di Gaza –khususnya penghancuran Hizbullah oleh Israel selama dua bulan terakhir-- membuat Assad hanya mendapat sedikit dukungan.

Sementara itu, Washington menanggapi jatuhnya rezim Assad, bahwa mereka akan terlibat dalam transisi pemerintahan yang baru. Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden menegaskan pihaknya berupaya menggandeng kelompok-kelompok di Suriah.

“Kami akan terlibat dengan semua kelompok Suriah, termasuk dalam proses yang dipimpin oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk membangun transisi dari rezim Assad, menuju Suriah yang independen, berdaulat, dan merdeka, dengan konstitusi baru, pemerintahan baru yang melayani semua warga Suriah,” kata Biden dikutip dari NBC.

Sedangkan Presiden terpilih AS, Donald Trump memiliki sikap berbeda. Ia menegaskan Washington seharusnya banyak cawe-cawe dalam transisi Suriah saat ini. “Ini bukan pertarungan kita. Biarkan saja terjadi,” terang Trump.

Presiden Bashar Al-Assad Kabur ke Mana?

Serangan oposisi yang berhasil menguasai Damaskus, membuat Presiden Suriah, Bashar Al-Assad harus kabur. Reuters melaporkan, bahwa 2 perwira senior tentara Suriah mengkonfirmasi Assad berangkat dengan pesawat menuju tujuan yang dirahasiakan

“Situs pelacakan penerbangan melaporkan bahwa pesawat yang diyakini membawa Bashar Al-Assad terakhir kali terlihat di langit barat Homs setelah lepas landas dari Bandara Internasional Damaskus, namun kemudian hilang dari layar radar,” tulis Al Jazeera.

Sementara, dugaan lain muncul bahwa Assad diperkirakan melarikan diri ke Rusia, tepatnya di ibu kota negara tersebut, Moskow. Hal itu berdasarkan pernyataan pejabat senior AS, yang mengonfirmasi bahwa Rusia telah memberikan suaka kepada Assad.

Adapun Perdana Menteri Suriah, Ghazi Al-Jalali, sebelumnya mengatakan ia akan bertahan dan tidak berniat untuk pergi. “Kecuali dengan cara damai yang menjamin kelangsungan fungsi lembaga-lembaga publik dan fasilitas-fasilitas negara, serta meningkatkan keamanan dan rasa aman bagi sesama warga negara,” katanya dikutip dari NBC.

Al Jalali sebelumnya menegaskan sikapnya, bahwa ia akan mendukung pemerintahan Suriah yang baru. “Kepemimpinan mana pun yang dipilih oleh rakyat Suriah,” ucap dia.

Bashar Al-Assad sebelumnya telah memerintah Suriah sejak 2000, sebulan setelah ayahnya meninggal Hafez Al-Assad mangkat pada 10 Juni 2000, di usia 69 tahun.

Bashar Al-Assad mengambil alih kekuasaan melalui amandemen konstitusi yang memungkinkan dia mencalonkan diri dengan menurunkan usia legal untuk memangku jabatan presiden. Dalam referendum yang tidak melibatkan kandidat lain, Bashar memperoleh 97 persen suara.

Sedangkan, Bashar dan Hafez berkuasa dengan naungan Partai Baath. Partai tersebut didirikan pada 17 April 1947 oleh seorang Kristen Ortodoks dan seorang Muslim Sunni, Michel Aflaq dan Salah al-Bitar. Partai Baath memperoleh popularitasnya, usai bergabung dengan Partai Sosialis Arab 1953 silam.

Baath mulai berkuasa di Suriah sejak Maret 1963, setelah kudeta militer dan memberlakukan keadaan darurat. Kemudian 1970, Hafez Al-Assad, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan, melakukan kudeta militer dan menggulingkan Presiden kala itu, Nour Al-Din al-Atassi.

Pada 12 Maret 1971, Hafez Al-Assad terpilih sebagai Presiden Suriah melalui pemungutan suara tanpa lawan, serta menjadi presiden pertama yang berasal dari etnis minoritas Alawi, dengan populasi sekitar 10 persen. Mulai saat itu, kekuasan berlanjut di tangan anaknya, Bashar Al-Assad yang berakhir ketika oposisi menguasai Damaskus akhir pekan kemarin.

Baca juga artikel terkait SURIAH atau tulisan lainnya dari Dicky Setyawan

tirto.id - Aktual dan Tren
Kontributor: Dicky Setyawan
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Dipna Videlia Putsanra