tirto.id - "Tiba-tiba saya ditangkap, dipiting sama polisi pakaian bebas. Terus ada polisi yang tendang," kata Ketua Federasi Serikat Buruh Kerakyatan Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (FSBK KASBI) Jawa Timur, Andie Peci, kepada reporter Tirto, Senin (4/1/2021) malam. "Saya tidak tahu salah saya apa."
Andie, yang di luar lingkaran serikat buruh dikenal sebagai pentolan suporter Persebaya Bonek, berkomunikasi dengan Tirto setelah bebas. Dua aktivis buruh lain, Badri dan Sabrianto, juga ditangkap pada hari itu.
Ketiganya ditangkap saat berdemonstrasi menuntut kejelasan status kerja kepada PT. GKS, perusahaan pengepakan ulang produk rempah dengan pangsa pasar berbagai negara. Mereka menuntut agar perusahaan menjalankan anjuran dari Disnaker Surabaya untuk mempekerjakan 99 buruh sebagai karyawan tetap.
Massa tiba di titik demonstrasi sekitar pukul 6 pagi. Tak lama kemudian polisi datang. "Karena perusahaan berada di dalam kawasan kompleks, aksi kami dinilai menghalangi jalan. Akhirnya kami kondisikan agar tidak mengganggu jalan."
Pukul 9, perwakilan buruh dan FSBK KASBI Jatim diterima oleh manajemen untuk mediasi. Demonstran yang tak turut serta, mayoritas mengenakan kaos merah, menunggu di luar sambil terus berorasi. Andie ada di luar.
Satu jam kemudian, Andie yang tengah memimpin aksi dipiting oleh polisi berpakaian bebas. Lalu dari arah belakang badannya ditendang oleh polisi lain. Andie bilang pada saat itu tak ada keributan antara massa dan aparat.
Andie tak terpancing. Pengurus Pusat KASBI Kordinator Departemen Pengembangan Organisasi itu mengajak polisi untuk berdialog lalu menunjukkan surat pemberitahuan aksi dan anjuran dari Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Jatim soal status para buruh. "Saya bilang aksi jelas, tapi dia bilang 'jangan macam-macam dengan saya, itu bukan urusan saya'."
Saat Andie tengah digiring oleh sejumlah polisi ke mobil, dua demonstran lain, Badri dan Sabrianto, menghalau. Mereka akhirnya ikut ditahan. "Akhirnya kami bertiga dibawa ke Polsek Sukomanunggal."
Mereka sampai di kantor polisi pada 10.30. Andie dkk protes dan mengatakan penangkapan tanpa dasar yang jelas.
Polisi lantas meminta mereka bertemu penyidik di Reskrim di lantai dua gedung. Mereka diminta menunjukkan KTP sebagai syarat pemeriksaan. Salah satu yang ditangkap KTP-nya tertinggal di lokasi aksi.
Andie meminta agar polisi tidak memeriksa mereka hingga Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya tiba untuk mendampingi. LBH Surabaya datang, tapi Andie bilang polisi tak melakukan apa pun. "Setelah menunggu hingga pukul 15.30 tidak ada kejelasan, akhirnya kami kembali ke lokasi aksi," katanya.
Anggota Tim Advokasi LBH Surabaya Jauhar Kurniawan menyatakan menyampaikan pendapat di muka umum dijamin oleh UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dan UU Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Dimuka Umum. Polisi melanggar ini semua, katanya. Selain itu juga mereka membangkang UU Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) karena menangkap tanpa barang bukti dan alasan yang cukup.
"Dalam perkara ini polisi tidak berhak melakukan 'pengamanan' karena istilah tersebut tidak dikenal dalam KUHAP. Kepolisian telah menyalahgunakan otoritasnya, melanggar hukum dan prinsip-prinsip HAM," kata Jauhar Kurniawan melalui keterangan tertulis, Selasa (5/1/2021).
Wakapolres Surabaya AKBP Hartoyo berdalih mereka mengamankan Andie dkk, bukan menangkap. Pengamanan dilakukan karena massa sempat memaksa karyawan lain untuk tidak masuk kerja dan ikut unjuk rasa. "Makanya sebagai korlap (koordinator lapangan), [Andie] kami amankan, kami kasih tahu supaya mengatur massa aksi supaya tidak terjadi pelanggaran hak orang lain, supaya tidak mengganggu aktivitas karyawan lain," kata Hartoyo kepada reporter Tirto, Selasa.
Tirto mengirim video yang memperlihatkan Andie dikerubungi dan seperti dipiting. Ia membantah ada petugas yang melakukan kekerasan seperti menendang dan memiting Andie. Menurutnya video tersebut "justru yang paling netral." "Bisa dianalisis, ada atau tidak ditendang, dipiting? Itu, kan, dibawa ke mobil."
Justru, kata dia, polisi berkontribusi dengan mempertemukan massa dengan pemilik perusahaan. "Sudah ketemu para pihak, tidak ada titik temu."
Kasus Para Buruh
Advokasi oleh FSBK KASBI Jatim dilakukan setelah 85 buruh PT. GKS mengadu pada Juni 2020. Departemen Organisasi FSBK Jatim, Endang Laksanawati, mengatakan mereka bilang telah bekerja lebih dari 3 tahun terus-menerus, bahkan ada yang lebih dari 21 tahun, namun hubungan kerja tak berubah, tetap Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau kontrak.
Dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, seseorang harus jadi pekerja tetap setelah berstatus kontrak selama dua tahun berturut-turut. Sementara dalam kasus ini, "perusahaan mengontrak tiap enam bulan sekali tanpa jeda," kata Endang melalui keterangan tertulis, Senin.
Perusahaan juga melanggar aturan ketenagakerjaan lain seperti mengupah hanya Rp2,64 juta alias di bawah UMK Surabaya saat ini, Rp4,3 juta. Lalu tak membayar upah lembur yang sesuai; tidak memberikan cuti melahirkan dan haid; dan tidak mengikutsertakan para pekerja dalam program BPJS.
Pada Juli 2020, para buruh melaporkan tindak pidana ketenagakerjaan ke Pengawasan Disnaker Jatim. Sebulan kemudian, Disnaker Jatim melakukan mediasi dan hasilnya perusahaan sepakat menjalankan aturan ketenagakerjaan terkait cuti haid, cuti melahirkan, santunan untuk orang meninggal, pembayaran upah apabila buruh sakit dengan surat keterangan dari puskesmas.
"Mengenai upah dan pengangkatan menjadi buruh tetap belum dibahas," katanya.
Pembahasan tentang itu baru dilakukan pada Desember. Hasilnya, pihak perusahaan menunggu anjuran dari Dinas Tenaga kerja Kota Surabaya. Akhirnya, "tanggal 23 Desember 2020, Dinas Tenaga Kerja Kota Surabaya mengeluarkan anjuran yang isinya agar 99 orang buruh PT GKS diangkat menjadi buruh tetap," kata Endang.
Anjuran ini tak kunjung direalisasikan hingga buruh-buruh berdemonstrasi dan berujung pada penangkapan Andie.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino