Menuju konten utama

Menguliti Lapis Demi Lapis Konsorsium Glenn Sugita di PT Persib

Anda tak akan tahu pilar inti perusahaan, dan relasi pengusaha di lingkaran Glenn Sugita yang menopang Persib Bandung jika tak membaca artikel ini.

Lima pengusaha inti di balik konsorsium penopang PT Persib Bandung Bermartabat: Glenn Sugita, Patrick Waluyo, Kiki Barki, Pieter Tanuri, dan Erick Thohir. Tirto/Gery/Sabit

tirto.id - 9 September 2009 selalu dikenang bobotoh sebagai apa yang mereka sebut "The New Persib". Di Jalan Sulanjana, markas Maung Bandung, publikasi Persib sebagai "klub pertama yang mampu mandiri tanpa APBD" itu berlangsung. Umuh Muchtar, saat itu Direktur Utama PT Persib Bandung Bermartabat (PT Persib), mengenalkan Glenn Timothy Sugita, konglomerat kelahiran Bandung, sebagai calon investor.

Kedatangan Glenn, yang membawa gerbong para pengusaha dari Jakarta, mengubah peruntungan Persib: selain menjadikan klub itu dikelola secara "profesional" ke dalam sebuah konsorsium, Persib bisa mengarungi musim kompetisi 2009/2010.

Selentingan kabar dari media mengungkap ada banyak taipan di balik konsorsium ini. Selain Glenn, muncul pula Patrick Sugito Walujo (kompatriot Glenn di Northstar Group), TP Rachmat (bekas bos Grup Astra), Erick Thohir (pemilik Mahaka Group), dan Pieter Tanuri (pemilik Multistrada, perusahaan produsen ban Corsa).

Konsorsium yang dipimpin Glenn tersebut mengakuisisi 70 persen saham PT Persib, dengan menyuntikkan modal dasar Rp4 miliar. Pada 2011, Glenn resmi menduduki Dirut PT Persib, menggeser posisi Umuh Muchtar yang lantas menjadi komisaris perusahaan plus manajer tim. Hingga kini komposisi pemilik saham PT Persib tak berubah.

Baca juga laporan visual sejarah pembentukan PT Persib:

PT. Persib: Blunder Dada Rosada

Namun, hampir sembilan tahun status Persib berubah dari tim perserikatan menjadi klub profesional, publik nyaris tak pernah tahu bagaimana peta kepemilikan dan siapa saja profil di balik konsorsium.

Ketidaktahuan bobotoh wajar belaka: nama-nama pengusaha ini tertutup lembar demi lembar lapisan dokumen. Dalam akta PT Persib Bandung Bermartabat, tercatat bahwa konsorsium bernaung di bawah payung PT Suria Eka Persada (PT Suria).

Bak kulit bawang, lapis demi lapis dokumen menyusun PT Suria. Saat mengiris lapisan terluar, akan muncul lapisan-lapisan lainnya.

Di PT Suria, modal dasar yang tercantum dalam akta mencapai Rp115 miliar. Namun, pemegang mayoritas PT Suria harus dilacak dengan membuka lapisan lanjutan, sebab saham mayoritasnya juga dimiliki perusahaan lain.

Setelah lapis kedua dikuliti, akan didapati perusahaan lapis ketiga dan seterusnya. Barulah pada lapis kelima, nama Glenn Timothy Sugita muncul. Jika lapisan-lapisan lain itu terus dikuliti, niscaya nama-nama baru pun muncul.

Pola ini nyaris persis dilakukan juga oleh Joko Driyono dan Ferry Paulus di Persija Jakarta. Jokdri, sapaan akrab bagi pelaksana tugas ketua umum PSSI itu, memakai nama PT Jakarta Indonesia Hebat; sementara Ferry Paulus membuat PT Persija Jakarta Hebat agar bisa menyertakan anaknya, Feraldo Axel Paulus sebagai pemilik saham Persija. Bedanya, di Persija, nama Joko Driyono langsung tampak begitu struktur kepemilikan PT Jakarta Indonesia Hebat berhasil digeledah.

Saat mengiris PT Suria hingga lapisan kelima, kami mengungkap ada sembilan turunan perusahaan lain, yang melibatkan 14 orang berbeda—tujuh di antaranya pengusaha kakap. Figur mereka tercatat dalam basis data S&P Global, sebuah perusahaan berkedudukan di New York yang memantau pergerakan investasi global.

Dari 14 orang itu, hanya sembilan berstatus pemilik saham, dan lima lainnya hanya disebut direktur atau komisaris. Meski begitu, kami tetap mencantumkan profil semuanya karena nama-nama mereka dikenal dalam dunia bisnis.

src="//mmc.tirto.id/image/2018/03/14/tunggal-tvr-persib-13-03-18-01.jpg" width="860" alt="Kepemilikan Saham PT Persib Bandung Bermartabat" /

Lapis Pertama: Individu Direksi dan Komisaris Konsorsium PT Persib

Sebagai sosok yang digadang-gadang sebagai pemodal konsorsium di PT Persib, nama Glenn Sugita tak muncul pada komposisi kepemilikan dan kepengurusan PT Suria Eka Persada.

Posisi direktur PT Suria sekarang dipimpin Isenta Hioe, dikenal sebagai lingkaran terdekat Glenn. Ia menjabat Direktur Keuangan PT Surya Esa Perkasa Tbk dan Komisaris PT Northstar Pacific Capital yang dimiliki oleh Glenn.

Lulusan Universitas Oklahoma ini bekerja pada perusahaan yang sama dengan Direktur PT Persib, Teddy Tjahjono. Isenta dan Teddy bekerja di PT Pelabuhan Nusantara Handal Tbk: Isenta sebagai direktur keuangan dan Teddy sebagai komisaris.

Dari sekian perusahaan, Isenta tenar berkat posisinya sebagai Direktur Inter Milan. Ia masuk ke klub berjuluk il Nerazzurri itu lewat sebuah konsorsium yang dipimpin oleh Erick Thohir, orang yang juga ada dalam lingkaran inti konsorsium Persib dan menjadi Wakil Komisaris di PT Persib. Pada konsorsium Inter, Glenn juga ikut jadi pemodal.

Selain Isenta, muncul Rahendrawan Djoko—posisinya sebagai komisaris PT Suria. Rahendrawan dikenal sebagai Presiden Direktur PT Centrama Telekomunikasi Indonesia Tbk, perusahaan penyedia jasa tower dan antena bagi provider telekomunikasi.

Rahendrawan masih dalam lingkaran dekat Glenn. Di PT Centrama, Glenn menjabat sebagai komisaris. Di Northstar, Glenn juga mengajak Rahendrawan sebagai direktur divisi teknologi informasi.

Isenta dan Rahendrawan tak memiliki persentase saham sepeser pun di PT Suria. Komposisi saham pada perusahaan ini terbelah tujuh bagian: tiga dimiliki perusahaan dan empat oleh individu.

Mari kita merunut dari saham terkecil.

Porsi saham terkecil dipunyai Lawrence Barki sebesar 3 persen atau (dengan pembulatan) Rp4,37 miliar. Lawrence adalah putra Kiki Barki. Kiki pernah masuk daftar 40 orang terkaya Indonesia versi Majalah Forbes 2010. Bidang usaha yang digelutinya adalah industri tambang lewat PT Harum Energy Tbk., di mana sang putra menduduki presiden direktur.

Harum Energy pernah muncul di jersey Persib maupun papan iklan di stadion yang menjadi kandang Persib (jika dilacak, taburan sponsor di jersey Persib banyak berasal dari para pemegang saham di konsorsium Persib dari berbagai lapisan).

Pertengahan Februari 2018 saat peluncuran Persib Akademi di Bandung, Lawrence enggan menjawab ketika saya bertanya mengenai komposisi saham di PT Persib. "Sana ke Pak Glenn saja, ya, saya enggak mau bicara soal itu," katanya.

Nama kedua Jos Parengkuan (6 persen saham atau Rp6,48 miliar). Parengkuan adalah pendiri PT Syailendra Capital, perusahaan pasar modal yang dibentuk pada 2006 dengan David Tanuri dan Roy Himawan, pemodal klub sepakbola Bali United.

Jika merunut akta perubahan pada PT Suria, saham Parengkuan sebenarnya peralihan dari PT Syailendra Capital. Pada 2010, PT Syailendra tercatat menguasai 25 persen saham PT Suria, tapi berkurang hingga tinggal 6 persen pada akhir 2016. Saham ini kemudian pindah nama menjadi milik Parengkuan.

Urutan ketiga adalah Jonathan Chang (7 persen saham atau Rp7,55 miliar). Chang adalah pebisnis yang pernah menjabat komisaris PT Astra Internasional Tbk dan baru nonaktif pada 1 Januari 2018. Ia juga pernah menduduki Komisaris PT Hero Supermaket Tbk dan mundur per 1 Februari 2018.

Kehadiran Chang di Astra dan Hero tak lepas dari posisinya sebagai country chairman Jardine Matheson Ltd di Indonesia. Perusahaan konglomerasi asal Inggris berbasis di Singapura ini menguasai mayoritas saham di Astra dan Hero.

Urutan terakhir pemilik saham terbesar secara individu adalah Otniel Korompis (9 persen saham atau Rp10,7 miliar). Korompis pemilik gerai Bengkel Oli Service (BOS) yang tersebar pada 19 titik di Jabodetabek. Kepemilikannya di PT Persib tak lepas dari opsi barter saham antara dia dan PT Multistrada Tbk. Pada November 2017, BOS diakuisisi oleh PT Multristrada yang dimiliki Pieter Tanuri. Gantinya, Korompis diberi saham dalam konsorsium PT Persib.

Sejak 2010, PT Multistrada memiliki 10 persen saham di PT Suria. Namun kepemilikan ini terhenti sejak 27 September 2016. Seluruh saham milik Multistrada yang berkurang dan tinggal 9 persen dialihkan kepada Korompis. Peralihan ini nyatanya semu belaka sebab, bagaimanapun, Otniel Korompis masih jadi bagian dari PT Multistrada. Ia tetap memegang kendali di gerai bengkel BOS yang ia rintis. Intinya: Multistrada masih ada di struktur konsorsium Persib.

Profil-profil di atas hanya melingkupi 25 persen saham di PT Suria Eka Persada. Porsi 75 persen saham lainnya terbagi ke dalam tiga nama perusahaan, yang membuat kita harus mengupas lapisan kedua.

Ketiga perusahaan itu PT Catur Boga Lestari (PT Catur) yang menguasai 5 persen saham; PT Perkasa Jaya Tangguh (PT Perkasa) dengan 28 persen saham; dan PT Sugi Global Persada (PT Sugi) yang menguasai 42 persen saham.

src="//mmc.tirto.id/image/2018/03/14/infografik-hl-persib-lugas.jpg" width="860" alt="Infografik HL Persib" /

Lapis Kedua: Munculnya Profil Bos Media

Saat menyisir pemilik PT Perkasa Jaya Tangguh, kita bisa menemukan nama Zandra Kusmardhana dan Heru Supadmo Djahriadi. Pembagiannya 50 persen dan 50 persen.

Dua orang ini petinggi Radio Elshinta; Zandra sebagai Direktur Utama, sedangkan Heru sebagai Direktur Elshinta Bandung. Kedua orang ini berada di luar lingkaran Glenn Sugita.

PT Perkasa berdiri pada 15 Januari 2015 dan masuk konsorsium PT Persib pada 11 Mei 2016. Mereka mengakuisisi 28 persen saham dari PT Catur Boga Lestari senilai (dengan pembulatan) Rp32,04 miliar.

Profil mereka yang kurang populer di lingkungan sepakbola Bandung memantik pertanyaan: bagaimana Zandra dan Heru bisa menanam saham di konsorsium?

Kepala Biro Elshinta Bandung, Nico Aquaresta, kaget mendengar kabar ini. Ia membantah saat disodorkan relasi antara Elshinta Bandung dan Persib. "Jangankan sharing kepemilikan, untuk kerja sama saja kadang kami susah," katanya.

Saat menjumpai Glenn Sugita dan menyodorkan dokumen PT Perkasa, Glenn berkata "tidak tahu" ada orang Elshinta. "Soalnya yang keluar masuk [konsorsium] banyak," ujar Glenn.

Kami mengklarifikasinya kepada Zandra. Ia mengatakan kepemilikannya pada PT Perkasa mewakili pribadi, bukan perusahaan tempatnya bekerja. "Didasari hobi saya terhadap olahraga, termasuk sepakbola, kebetulan PT Suria Eka Persada melakukan pengeluaran saham baru dan di-subscribe oleh PT Perkasa Jaya Tangguh," ucapnya.

Saat ditanya apakah ada relasi dengan Glenn, Zandra menjawab: "Hubungan dengan Bapak Glenn adalah kawan, yang kebetulan senang bidang olahraga."

Dalam akta, PT Perkasa dibentuk untuk menjalankan usaha di bidang olahraga. Zandra membenarkannya. "Antara lain jasa olahraga sepakbola," katanya.

Namun, saat ditanya bagaimana ia bisa mengakuisisi saham PT Suria dan menaruh modal dasar senilai Rp32,04 miliar, Zandra enggan menjawab sampai laporan ini dirilis.

Hampir 28 persen saham PT Perkasa adalah limpahan saham dari PT Catur Boga Lestari. Saham PT Catur di konsorsium PT Persib memang makin hari makin tergerus. Kepemilikannya sekarang tinggal 5 persen.

Padahal, sejak 22 Februari 2010, PT Catur menguasai 40 persen saham PT Surya, lalu bertambah jadi 55 persen per 20 Februari 2015, kemudian melonjak jadi 80 persen pada 8 April 2016.

Selang sebulan, 11 Mei 2016, saham PT Catur turun menjadi 57 persen. Penyebabnya, ada penambahan modal dasar perusahaan dari Rp3 miliar menjadi Rp115 miliar. Pada fase inilah PT Perkasa milik bos Elshinta itu masuk.

Saham PT Catur anjlok lagi per 12 Desember 2017 pada angka 11 persen. Puncaknya, pada 29 Desember 2017, saham PT Catur turun hingga menjadi 5 persen.

Jika kita membuka lapis dokumen PT Catur, posisi komisaris ditempati Isenta Hoei. Sementara jabatan direktur dipegang oleh Lukman Tirta Guna, yang masih orang Glenn Sugita. Jabatan Lukman adalah Direktur Keuangan di Northstar Group. 99,9 persen saham PT Catur dimiliki PT Sugi Global Persada, perseroan yang kini jadi pemegang saham mayoritas PT Suria Eka Persada, pilar utama konsorsium Glenn di PT Persib.

Pola Sama dari Dua Bagan berbeda

Di PT Sugi Global Persada inilah nama Glenn Sugita dan Patrick Sugito Walujo muncul. Kehadiran dua rekanan pengusaha di PT Sugi ini juga bukan pemilik saham, tetapi (hanya) direktur dan komisaris. Masing-masing 50 persen saham PT Sugi dipegang oleh PT Kencana Sakti Cemerlang Abadi (PT Kencana) dan PT Sukses Perdana Mandiri (PT Sukses).

Pada dua perusahaan itu kita bisa secara terang menemukan Glenn dan Walujo sebagai pemilik saham: Glenn di PT Kencana dan Walujo di PT Sukses.

Nama PT Sukses Perdana Mandiri sempat mencuat dalam pemberitaan setelah berkolaborasi dengan Edwin Soeryadjaya dan grup SCTV mengakuisisi 1,5 persen saham Tempo Media yang menerbitkan Majalah Tempo.

Sedangkan di PT Kencana, selain pemilik saham, Glenn merangkap jadi direktur. Posisi komisaris diisi oleh Miranda. Di dokumen perusahaan lain, kita bisa menemukan nama Miranda sebagai pemilik saham Bali United.

Pola sama dilakukan Patrick Sugito Walujo. Di PT Sukses, posisi komisaris ditempati Ayu Patricia Rachmat. Sama seperti Miranda, Ayu adalah pemilik saham Bali United.

Posisi Miranda dan Ayu Rachmat menjadi penting untuk ditandai karena menjelaskan irisan yang terang-terangan antara (konsorsium) Persib dan Bali United. Tali-temali antara Miranda dan Ayu Patricia sebagai hub yang menautkan kepemilikan saham di Persib dan Bali United ini pun ditemukan lewat jejaring yang berpilin, menyigi lapis demi lapis sejumlah perusahaan.

Kaitan antara Miranda dan Persib—salah satunya—tercatat melalui PT Sugi Global Persada yang dimiliki PT Suria Eka Persada. Sedangkan kaitan antara Patricia Ayu Rachmat dan Persib melalui Glenn terendus melalui PT Wahana Tri Karya dan PT Bintang Sakti Mulia.

Patricia Ayu adalah anak ketiga Theodore Permadi (TP Rachmat terkenal saat menukangi Astra sebagai CEO. TP Rachmat adalah keponakan William Soerjadjaya, pendiri Astra. Anak kedua William, Edwin, beririsan dengan PT Sukses Perdana Mandiri yang sudah disebutkan sebelumnya).

(Catatan editor: jalin-jemalin kepemilikan antara Persib melalui konsorsium dengan Bali United akan dibabar lebih rinci dalam laporan berikutnya yang khusus membedah Bali United.)

Nah, PT Bintang Sakti Mulia inilah yang menjadi lapis kelima. Perseroan tersebut adalah turunan PT Sukses Perdana Mandiri. Sementara pada PT Kencana Sakti Cemerlang Abadi, muncul PT Kharisma Permata Kencana (PT Kharisma). Kedua perusahaan ini diberi 0,1 persen saham.

Ketika mengiris PT Bintang dan PT Kharisma, pola 0,1 berbanding 99 persen itu berbalik. Saham Glenn hanya 0,1 persen di PT Bintang, begitupun saham Patrick Walujo di PT Kharisma. Sedangkan 99,9 persen dipegang oleh dua perusahaan turunan pada lapis kelima: PT Wahana Tri Karya (PT Wahana) dan PT Atma Astama Kencana (PT Atma)

Kepemilikan 99,9 persen saham PT Wahana ternyata dipegang oleh PT Kencana Sakti Cemerlang Abadi; sementara PT Atma dimiliki PT Sukses Perdana Mandiri. Artinya, setelah lapis keenam, dua bagan yang terpisah ini kembali pada lapis ketiga.

Mengapa Harus Berlapis-lapis?

Bila diilustrasikan dalam jalinan rantai: Saham mayoritas perusahaan A dikuasai perusahaan B; saham mayoritas perusahaan B dipegang perusahaan C; dan pemegang saham mayoritas perusahaan C ternyata perusahaan A. Pendeknya, ikatan ini saling membelit. Dan itu-itu saja.

PT Suria Eka Persada tetap menjadi pemegang saham mayoritas PT Persib, transaksi atau pertukaran kepemilikan saham Persib berlangsung di lapis kedua, ketiga hingga seterusnya.

Kompleksitas struktur Persib ini membuat Iwan Hanafi terheran. Iwan adalah anggota komisaris PT Persib Bandung Bermartabat, salah satu pemegang saham minoritas PT Persib. Ia sama sekali tidak pernah tahu siapa di balik konsorsium. Sebagai salah satu pemegang saham, ia bahkan tidak tahu ada macam-macam nama, perusahaan, yang tali-temali kepemilikannya hingga bos Elshinta Bandung bahkan saham Tempo Media.

"Yang saya tahu hanya Pak Erick Thohir, Pak Pieter Tanuri, dan Pak Patrick Walujo," katanya kepada saya saat ditemui di kantornya di Menara Batavia, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Sebagai pengusaha dan anggota Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Iwan masih heran dengan maksud Glenn Sugita membuat struktur berbelit pada konsorsium PT Persib.

"Kira-kira kenapa ya dibuat rumit seperti ini? Saya juga enggak mengerti," ujarnya.

Pertanyaan macam itu dijawab Glenn Sugita kepada saya dalam satu kesempatan. "Karena gini, ada beberapa pemegang saham, ada yang ingin pakai PT, ada yang mau pakai sendiri. Kami enggak bisa bilang, 'Eh lu pakai pribadi.' Karena mereka masing-masing sudah ada pelaporannya ke pajak."

Merunut kerumitan dari pola bisnis berlapis-lapis macam konsorsium yang dibuat Glenn Sugita terhadap PT Persib Bandung Bermartabat, Darussalam dari Danny Darussalam Tax Center menyebut pada umumnya pendekatan bisnis seperti itu untuk tujuan sinergi dan efisiensi. Tak heran, bisnis berskala besar umumnya dikendalikan dari tabir yang kadangkala tertutup karena kita harus menembus banyak pintu.

Pola ini sangat mungkin memunculkan pengendali yang tak tercatat sebagai pemegang saham tapi memiliki hak suara berpengaruh dalam keputusan bisnis—atau lazim disebut beneficial owner. Meski tak selalu, tetapi ada potensi pendekatan bisnis macam ini memunculkan praktik penyelewengan.

"Kemungkinan [ke arah sana] bisa saja," kata Darussalam, ahli pajak internasional dan perbandingan hukum pajak, saat ditanya soal—salah satunya—perkara pajak.

src="//mmc.tirto.id/image/2018/03/13/revisi_tvr-persib-rev-02.jpg" width="860" alt="Kepemilikan Saham PT Persib Bandung Bermartabat" /

Baca juga artikel terkait PERSIB atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Olahraga
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan & Felix Nathaniel
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Zen RS