tirto.id - Hingga 20 November 2008 ada lima klub yang belum berstatus perusahaan: Persiba Balikpapan, Persipura Jayapura, Persik Kediri, PSM Makassar, dan Persib. Mereka diberi tenggat sampai 15 Desember 2008. Jika tak terpenuhi, Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) mengancam tak akan memberikan jatah tim-tim Indonesia berlaga di Liga Champions Asia.
Buntutnya, pada 22 November 2008, 36 klub anggota Persib menggelar musyawarah di Hotel Horison, Bandung. Inilah kali terakhir Persib berbentuk perserikatan. Setelah rapat, para anggota Persib sepakat menunjuk Dada Rosada sebagai mandataris dan melepas diri dari Persib. Keputusan ini tertuang dalam Surat Keputusan Nomor SKEP.07/MUSTA/XI/2008.
Ada dua poin yang mesti dilakukan Dada: pertama, segera membentuk badan hukum Persib; dan kedua, membuat Badan Pengelola Persib yang berperan mengurusi Persib mengarungi musim 2008/2009.
Sepekan sebelum tenggat atau 9 Desember 2008, Dada dan pengurus Persib sepakat membentuk perusahaan. Dari empat opsi nama, mereka sepakat memilih PT Persib Bandung Bermartabat (PT Persib) sebagai nama badan hukum Persib.
Pada 11 Desember 2008, Dada meminta Pemimpin Redaksi Pikiran Rakyat Yoyo S. Adiredja, Direktur Bank Jabar Uce Suganda, dan Ketua Kadin Jabar Iwan Hanafi untuk membentuk PT Persib. Tim ini lalu menunjuk Chandra Solehan sebagai direktur perusahaan, sedangkan Iwan menjabat komisaris utama.
Namun, eksistensi PT Persib cuma formalitas sebab manajerial masih dijalankan Badan Pengelola. Lagi pula, seluruh jajaran direksi dan komisaris di PT Persib merangkap kepengurusan pada Badan Pengelola. Uce Suganda, Iwan Hanafi, dan Chandra Solehan tercantum Badan Pengelola Bidang Dana dan Usaha.
Meski didominasi orang di luar pemerintahan, penguasaan Pemkot tetap hadir lewat Edi Siswadi (Sekda), Yossi Irianto (Kadispenda), dan Erick M. Attaurick (Kabag Hukum) dalam Badan Pengelola. Maklum, Persib masih memakai dana APBD hingga akhir musim kompetisi.
Liga Super Indonesia musim 2008/2009 berakhir pada Juni 2009. Prestasi Persib menduduki peringkat tiga klasemen. Pada musim 2009/2010, aturan pelarangan APBD ditegaskan oleh PSSI. Persib kelimpungan. Pemkot Bandung angkat tangan. Tim Maung Bandung bahkan terancam degradasi karena tak bisa menyediakan Rp10 miliar sebagai syarat jaminan klub yang diterapkan PT Liga Indonesia agar bisa ikut kompetisi.
Di tengah kegaduhan muncul kritik terhadap PT Persib Bandung Bermartabat, yang dituding tak becus mencari sponsor. Saat itulah Iwan Hanafi berbicara. Kepada Tribun Jabar (edisi 29 Juni 2009), Iwan mengakui bahwa timnya sulit bergerak karena secara legalitas PT Persib Bandung Bermartabat belum sah secara hukum.
"Saat ini kami masih dalam proses menunggu turunnya keputusan Depkumham," kata Iwan.
Kami mengklarifikasi ucapannya pada pertengahan Februari lalu. "Waktu itu memang belum diserahkan ke Kemenkumham dan masih tertahan di Bu Antje," katanya.
Antje yang dimaksud Iwan adalah Antje Mariana Makmoen, notaris yang diminta Dada Rosada mengurusi legalitas akta PT Persib. Posisi Antje sebagai Ketua Ikatan Notaris Indonesia Kota Bandung membuat Dada menyertakannya dalam struktur Badan Pengelola Persib bidang hukum.
Saat dihubungi pekan lalu, eks-Dirut PT Persib, Chandra Solehan, membenarkan soal legalitas bodong. Ia menyebut perseroan memang hanya akal-akalan.
"Sama sekali PT PBB itu enggak aktif dan berfungsi. Ini hanya akal-akalan agar ikuti persyaratan dari Badan Liga saja. Kami baru bikin surat persyaratan untuk mau bikin akta. Surat mau bikin inilah yang dikirim ke pengelola Liga," kata Chandra.
Saat liga musim 2008/2009, kepengurusan PT Persib tanpa status hukum ini pun bubar. Posisi Chandra sebagai Manajer Timnas membuatnya lebih banyak beraktivitas di Jakarta. Begitupun Iwan, pengusaha Kadin. Maka, saat Wakil Manajer Persib, Umuh Muchtar, berencana mengambil alih PT Persib, dengan sukarela Chandra melepasnya.
"Saya sibuk di timnas, jadi takut enggak keurus Persib," ujar sosok yang kini ditunjuk Nirwan Bakrie mengurusi klub Brisbane Roar tersebut.
Pernyataan sama diucapkan anggota direksi lain. "Pak Umuh bilang ke saya anaknya mau nyalon. Dia bilang, 'Saya mau jadi manajer rangkap dirut. 'Mangga-lah', ceuk saya teh kitu (silakan saja, kata saya)," ujar salah seorang eks-Direksi PT Persib.
Saat peralihan dari Chandra ke Umuh inilah media massa menyebutnya sebagai peralihan tampuk kursi direksi. Padahal, sebutan ini keliru. Lantaran PT Persib belum punya legalitas, posisi direktur yang dipegang Chandra pun bak maung kertas, hanya akal-akalan kepada Liga agar bisa ikut kompetisi.
Bagi-Bagi Saham Tanpa Sepengatahuan Dada Rosada
Namun, proses peralihan dari Chandra Solehan kepada Umuh Muchtar juga berkat peran Dada Rosada. Saat itu Umuh dan Iwan D. Hanafi menyatakan mereka telah menyiapkan dana Rp10 miliar untuk mengarungi Liga Super Indonesia musim 2009/2010 dari sponsor. Pada proses inilah PT Persib Bandung Bermartabat secara serius berbadan hukum.
Merunut akta pendirian, PT Persib Bandung Bermartabat disahkan notaris Antje Mariana Makmoen pada 20 Agustus 2009. Dalam akta tercantum komposisi pemilik saham diisi lima orang: Zainuri Hasyim, Umuh Muchtar, Kuswara S. Taryono, Iwan Hanafi, dan Yoyo Adiredja.
Kelima orang ini menjadi pengurus PT Persib atas dasar penunjukan Dada, mandataris dari 36 klub.
"Harusnya kelima orang ini bertanggung jawab ke-36 klub. Karena bagaimanapun juga mereka ini ditunjuk oleh saya. Saya membawa mandat dari 36 klub karena waktu itu saya sebagai Ketua Umum Persib," kata Dada saat kami temui di Lapas Sukamiskin, 15 Februari lalu.
Dari komposisi saham: modal dasar PT Persib yang baru terbentuk mencapai Rp1 miliar, dengan modal disetor Rp250 juta. Dari kelima orang, Zainuri jadi pemegang mayoritas saham 52 persen atau Rp130 juta. Di bawahnya ada Umuh dengan 36 persen atau Rp90 juta. Sisanya adalah Kuswara, Iwan, dan Yoyo yang pegang 4 persen saham atau Rp10 juta.
Dada membenarkan bahwa dialah yang menunjuk kelima orang ini untuk mengurus PT Persib, tetapi mengklaim tak tahu sama sekali dan tak dilibatkan dalam perkara komposisi saham karena "sudah hal teknis."
"Saya enggak tahu di antara mereka ini kasih uang atau enggak. Soal saham ketika awal pendirian PT, saya enggak tahu dan enggak diajak bicara oleh mereka. Saya tahu-tahunya saja mereka tiba-tiba jadi komisaris dan pemegang saham," ujar Dada.
Proses pembentukan PT Persib dibahas lebih dulu dalam Badan Pengelola Persib, yang melibatkan Pemkot Bandung. Erick M. Atthaurik, mantan Kabag Hukum, berkata bahwa "Pemkot memang ikut tapi saya juga dibantu Bu Antje dari sisi notaris, dan Pak Kuswara dari praktisi. Saya lebih banyak gerak pada proses transisi internal Pemkot. Pak Kuswara-lah yang menjembatani proses teknis untuk transisi keperseroan."
Namun, soal komposisi saham, Pemkot memang tak dilibatkan. "Kami dari Pemkot enggak bisa masuk ke sisi privat. Itu Ibu Antje dan Pak Kuswara yang mengawal," ujar Erick pada awal Maret lalu.
Kami mengonfirmasi perkara ini kepada Antje via telepon, tapi ia enggan memapar rinci pendirian PT Persib karena ia "terikat etika sebagai notaris".
"Punten, ya," kata Anjte dengan sopan. "Kalau misalkan Pak Dada atau pemilik saham yang tanya, sih, enggak apa-apa."
Kepada kami, Dada Rosada berkata bahwa para pemegang saham tidak menyetor uang selain Umuh Muchtar.
Pernyataan Dada dibenarkan Yoyo Adiredja ketika kami menemuinya di Kantor Galamedia, 12 Februari lalu. "Saya diajak Pak Umuh. Kata dia, 'Yeuh, Pak Yoyo, wios abdi weh nu nalangan,'" ujar Yoyo dalam bahasa Sunda menerangkan bahwa Umuh yang "menalangi" modal awal pendirian PT Persib sebesar Rp250 juta.
Kami berupaya mengklarifikasi proses pembentukan PT Persib kepada Umuh Muchtar dan Zainuri Hasyim. Kami berkali-kali mendatangi rumah Umuh di Gang Desa, Kiara Condong, pada 15 Februari dan 10-11 Maret, tetapi keluarganya mengatakan Umuh "sedang di luar kota".
Saat mendatangi kembali pada Senin lalu, 12 Maret, kami bertemu Umuh tapi ia meminta wawancara lewat telepon. Saat kami menghubungi, Umuh tak merespons panggilan dan pesan kami. Esok harinya, kami kembali ke Gang Desa, tetapi Umuh sudah pergi.
Zainuri pun sukar ditemui. Pekan lalu, kami mendatangi rumahnya di kawasan elite Setra Duta, Bandung. Pembantu rumahnya mengatakan sang majikan telah pergi meski menantunya bilang bahwa sang mertua ada di rumah. Pesan kami via WhatsApp dan telepon pun tak pernah direspons Zainuri.
Saat mendatangi markas Persib di Jalan Sulanjana pada Senin lalu, 12 Maret, asisten Zainuri menolak kami secara halus, "Maaf, Pak Zainuri bilang enggak mau diganggu hari ini."
Kesulitan sama juga saat kami mengonfirmsi kepada Kuswara. Belakangan, Rabu kemarin, 14 Maret, saat ulang tahun Persib ke-85, Kuswara mau ditemui di Sulanjana. Dari pernyataan Kuswara, terkesan permintaannya agar kami jangan lagi mengejar Umuh dan Zainuri. Kuswara secara jelas mengatakan pernyataan-pernyataannya kepada Tirto sudah mewakili yang lain.
"Maaf kalau ada kata-kata yang kurang berkenan atau kami yang kurang responsif. Tapi itu saja yang bisa saya sampaikan. Yang saya sampaikan pun sudah cukup mewakili yang lain, yang mungkin sampai saat ini tidak bisa dihubungi karena kesibukannya masing-masing," ujar Kuswara.
Ketika disodorkan pertanyaan soal bagaimana awal mula pengaturan saham di PT Persib Bandung Bermartabat, Kuswara enggan membeberkannya. "Soal ini masuk ke wilayah internal, yang saya bilang soal privasi. Pokoknya itu bagian dari komitmen awal," katanya.
Apakah Betul Umuh dkk., adalah Representasi dari 36 klub?
Jika mengulik struktur klub perserikatan lain macam Persija Jakarta, Persebaya, dan PSIS Semarang, ketika menyentuh pembicaraan soal perwakilan klub di jabatan direksi atau komisaris, profil yang muncul memang pemilik atau pengurus klub bola. Dari lima orang pemegang saham PT Persib Bandung Bermartabat, hanya Iwan Hanafi dan Yoyo Adiredja yang mewakili 36 klub dan kepengurusan lama.
Selain menjabat sebagai Ketua Kadin Jabar, Iwan adalah pemilik klub Propelat. Sementara Yoyo, meski tak memiliki klub, adalah orang lawas lingkungan sepakbola Bandung sejak era perserikatan tahun 1980-an. Ketika ditunjuk jadi komisaris, Yoyo berposisi sebagai Sekretaris Umum Persib, jabatan teras ketiga di Persib setelah Dada Rosada dan Sekda Kota Bandung Edi Siswadi.
Sebelum jadi Dirut PT Persib Bandung Bermartabat, Umuh Muchtar memang bagian dari Persib. Pada musim 2008/2009, ia menjabat sebagai Wakil Manajer Tim. Namun rentang keterlibatan Umuh relatif singkat; hanya setahun. Sebelumnya, Umuh lebih banyak dikenal sebagai bobotoh yang royal kepada pemain.
Dada Rosada menceritakan latar belakang kenapa ia menunjuk Umuh mengelola PT Persib: "Magrib-magrib, saya ditelepon Zainuri. Kata Zainuri, “Pak Dada, ya udah aja Umuh daripada yang lain. Terasa juga oleh saya, kan, siapa yang sering kasih bonus. Kalau Persib menang itu, kan, [yang sering kasih bonus] Umuh dan Uce Suganda (Dirut Bank Jabar)."
Sementara untuk Zainuri Hasyim dan Kuswara Taryono lebih karena kedekatan personal dengan Dada. "Zainuri memang enggak punya klub [bukan representasi dari klub], tapi dia mantan Pangdam Siliwangi dan sering bantu saya. Kalau Kuswara dulu dia memang ikut saya bantu urus legal (di Pemkot)," ujar Dada.
Soal Kuswara, yang semula urus legal perusahaan tapi jadi salah satu pemegang saham, Dada berkata "tidak tahu". Ketika kami bertanya hal ini kepada Kuswara, ia menjawab bahwa pembahasan legal PT Persib Bandung Bermartabat "tak bisa sepotong-sepotong dan harus dilihat secara komprehensif."
"Pada intinya, PT Persib didirikan sebagai perjuangan untuk menyelamatkan Persib juga. PT ini juga didirikan tidak hanya untuk syarat formal. Tapi untuk membuat Persib maju walaupun belum sempurna," ujar Kuswara.
Klaim Umuh Muchtar soal Mandat dari Dada Rosada
Meski begitu, dari balik penjara, Dada Rosada berkata bahwa penunjukan kepemilikan Persib dari dia sebagai mandataris 36 klub kepada lima orang ini tak ada hitam di atas putih.
"Kalau mandat lisan (dari saya) memang ada, tapi hitam di atas putih enggak ada. Makanya kesulitan kalau mau balik lagi. Susah untuk tagih lagi. Karena dulu memang enggak terpikir. Ya, salah saya di situ," katanya.
Pernyataan Dada bertolak belakang dari dua eks-Direktur Persib, Muhammad Farhan dan Risha Adi Wijaya. Keduanya bersikukuh memegang dokumen legal penyerahan mandat pengelolaan Persib dari Dada ke Umuh.
Penelusuran kami menemukan Dada, Farhan, dan Risha tidak berbohong. Ucapan Dada mengatakan tak pernah ada MoU sebelum PT Persib terbentuk juga benar. Klaim Risha dan Farhan bahwa PT Persib memiliki dokumen penyerahan pengurusan Persib yang ditandatangani Dada dan Umuh juga benar.
Kami mendapatkan salinan dokumen yang dimaksud Risha dan Farhan. Dada Rosada mengkonfirmasi soal dokumen tersebut.
Namun, yang mesti ditelaah dari surat ini adalah waktu pembuatan dokumen tersebut per Oktober 2009. Artinya, dokumen dibuat setelah PT Persib berdiri dan setelah masuknya konsorsium Glenn Sugita. Glenn masuk ke Persib per 9 September 2009. Draf itu bisa dibilang bukan dibikin dalam rangka penyerahan mandat kepada Umuh, dkk., melainkan untuk melempangkan jalan masuknya konsorsium yang dipimpin Glenn Sugita.
Penelusuran Tirto, draf dokumen dibuat oleh konsorsium, bukan inisiatif dari Dada atau Umuh Muchtar, dkk. Dokumen ini dibikin untuk melengkapi legalitas akuisisi PT Persib agar clean dan clear. Pihak konsorsium sadar jika tak dilengkapi legalitas, mandat tanpa hitam di atas putih bakal jadi bumerang di masa depan.
"Saat kami masuk semuanya sudah clear, termasuk mandat dari Pak Dada sebagai mandataris 36 klub," kata Risha saat ditemui pada Rapat Umum Pemegang Saham PT Liga Indonesia Baru di Hotel Sultan, pekan lalu.
Selain itu, ada faktor lain penyebab kenapa dokumen ini dibuat oleh konsorsium. Faktor itu adalah utang. Saat proses due diliigence dan appraisal, keuangan Persib cukup sehat dan tak menyisakan utang piutang.
Soal utang yang nol ini dibenarkan Risha. "Harus diingat syarat mutlak kami masuk yang paling utama itu kami enggak mau ada utang maupun piutang. Kalau ada itu kemungkinan kami enggak akan masuk," katanya.
Namun, setelah proses penaksiran, seorang sumber kami mengatakan ada yang mengklaim Persib punya tunggakan gaji pemain senilai Rp3,5 miliar pada musim 2008/2009. Sosok itu mengklaim yang menalangi Rp3,5 miliar untuk musim 2008/2009. Padahal Persib di musim itu masih dapat kucuran APBD.
Kepada kami, Kabag Keuangan Pemkot saat itu, Dadang Supriatna, mengakui seluruh anggaran yang diajukan Persib sudah disetujui dan cair. "Setahu kami enggak ada utang (untuk musim 2008/2009) dan semua sudah selesai," katanya.
Klaim Rp3,5 miliar ini mau tidak mau dibayar oleh konsorsium, sebab sebagian dana itu dipakai membayar sisa gaji pemain bintang seperti Maman Abdurahman, Christian Gonzales, Hilton Moreira, Airlangga Sucipto, Atep, dan Eka Ramdani. Bila tak segera dibayar, manajemen khawatir mereka bisa kabur ke tim lain. Pelunasan Rp3,5 miliar ini juga terekam di sejumlah media massa.
Dasar itulah menjadi salah satu alasan mengapa surat mandat itu dibikin konsorsium. Dari tiga poin yang dibahas, pada poin ketiga menjelaskan utang piutang. Di situ tertulis utang piutang yang dilakukan pada kepengurusan pihak pertama (dalam hal ini Dada Rosada) tak bisa dialihkan pada pihak kedua (Umuh Muchtar).
Dokumen itu terus-menerus menjadi dasar klaim mewakili 36 klub adalah sudah sah.
Pertanyaannya, mengapa mandat hanya hanya ditujukan kepada Umuh, tidak ke empat pemilik saham lain? Kuswara berkata bahwa "tidak semua" urusan PT Persib bisa disampaikan ke publik. "Kita sudah sesuai ketentuan," ujarnya.
Persib Harus Belajar pada Tim Lain
Problem klaim-mengklaim mandat dari 36 klub (yang diwakili oleh Dada Rosada) kepada Umuh Muchtar telah menyingkirkan hak kepemilikan saham para klub-klub lokal tersebut yang menyusun Persib era perserikatan.
Masalah ini terjadi juga di beberapa klub perserikatan besar lain macam PSMS Medan, PSM Makassar, dan Persipura Jayapura. Meski begitu, tak ada kata terlambat bagi Persib untuk membenahinya.
Persib bisa meniru apa yang dilakukan oleh Persija Jakarta dan Persebaya Surabaya. Kedua klub ini jadi contoh bahwa mereka tak melupakan akar sejarah klub-klub lokal, yang jadi penopang perserikatan, tetap dilibatkan dalam perseroan dengan diberi porsi saham. Dan pembagian ini tak diberi kepada personal, tetapi pada lembaga yang dibangun secara kolektif.
Di Persija, misalnya, anggota yang berjumlah 30 klub membentuk Yayasan Persija Muda. Di struktur PT Persija Jaya Jakarta, yayasan diberi 5 persen saham. Selain itu, perseroan memberi kesempatan Budiman Dalimunthe di kursi komisaris sebagai perwakilan yayasan.
Sikap adil juga dilakukan Azrul Ananda yang mengontrol penuh PT Persebaya Indonesia. Dalam struktur Persebaya, Azrul mendominasi saham perusahaan lewat PT Jawa Pos Sportainment.
Berbeda dari Persija yang berbentuk yayasan, para anggota klub internal Persebaya berhimpun dalam suatu koperasi bernama Koperasi Surya Abadi Persebaya. Koperasi ini mendapatkan 30 persen saham. Maurits Pangkey, yang berasal dari klub Maesa, didapuk mewakili klub sebagai komisaris.
Kami memaparkan apa yang dilakukan di Persija dan Persebaya kepada Dada Rosada. Kami bertanya kenapa ia tak melakukan skema seperti ini pada Persib?
"Saya juga enggak kepikiran. Dan enggak tahu akan jadi seperti ini. Karena memang (saat pembentukan PT Persib) buru-buru dan waktu itu tidak ada yang mau (mengurus Persib). Ya, saya akui ini memang salah saya," tukas Dada di Lapas Sukamiskin.
Masalah pelik di Persib juga terjadi pada PSIS Semarang. Di Semarang, suara 25 klub internal hanya diwakili satu orang lewat Aloysius Budiono, yang mendapatkan 20 persen saham di PT Mahesa Jenar.
Pemilik mayoritas saham PSIS sadar bahwa di masa depan posisi Aloysius bakal menimbulkan polemik. "Kalau misalkan dia meninggal, terus saham ini dikasih ke siapa?" kata Direktur PSIS Yoyok Sukawi kepada Tirto pertengahan Februari lalu.
"Dari situlah tahun ini mungkin kami akan membantu 25 klub ini untuk mendapatkan aspek legal hingga nanti mereka bisa masuk sebagai pemegang saham di PSIS," kata Yoyok.
Di PSIS, skema ini berjalan mudah sebab Aloysius mau diajak bekerja sama untuk melepas kepemilikannya. Namun, apakah skema ini akan berlangsung mulus di Persib?
Jakcpot untuk Pemegang 30 Persen Saham PT Persib
Idealnya, Umuh Muchtar, Zainuri Hasyim, Kuswara Taryono, Iwan Hanafi, dan Yoyo Adiredja—sebagai pemilik 30 persen saham—membiayai 30 persen operasional tim tiap tahun. Namun, hal ini tak terjadi. Dana perekrutan, gaji pemain, dan operasional tim seluruhnya dibayar oleh konsorsium Glenn Sugita, dkk. yang memiliki 70 persen saham. Bahkan saham mereka ikut terkerek setelah gerbong Glenn masuk ke PT Persib Bandung Bermartabat.
Merunut linimasa akta PT Persib dari 2009 hingga 2017, nilai saham kelima orang melonjak hingga lima kali lipat.
Zainuri kini memiliki saham senilai Rp592 juta dari semula Rp130 juta. Begitu juga Umuh memegang saham senilai Rp410 juta dari Rp90 juta. Sementara Kuswara, Iwan, dan Yoyo (sama-sama memiliki satu persen), saham mereka melonjak menjadi Rp45,6 juta dari semula Rp10 juta.
Lobi-lobi saham ini juga dibenarkan oleh Risha Adi Wijaya. "Kami, kan, ada RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Hal ini sudah disepakati dan enggak ada masalah. Ini kesepakatan antara pengurus, direksi, dan komisaris," ujarnya.
Para pemilik 30 persen saham ini pun bakal mendapatkan keuntungan berlipat jika Persib melepas saham ke publik (IPO) atau ada konglomerat yang hendak membeli PT Persib dari Glenn Sugita, dkk. Jika itu terjadi, mereka seketika mendapatkan jackpot: menangguk laba dari modal dasar kecil yang sudah mereka tanam sejak 2009.
Kuswara berkata bahwa usulan Persib ke lantai bursa memang sering dilontarkan, "tetapi kami tidak mau mengandai-andailah."
Iwan Hanafi bilang jika memang kelak Persib menjual saham perdana ke publik, dan para pemegang saham mendapatkan untung dari sana, "secara hukum kami legal, tapi secara etika memang tidak."
"Yang bisa bicara ini adalah Pak Dada," tambah Iwan.
Tetapi, bagaimana seandainya Dada Rosada (dengan mengklaim mewakili 36 klub) menuntut hak saham di PT Persib?
Kuswara berkata bahwa sebaiknya orang-orang "berpikir yang baik-baik." Dia menambahkan, "Manajemen hanya konsen terhadap pengelolaan."
Iwan Hanafi berkata bahwa hak saham dari ke-36 klub itu bisa mengambil dari lima orang pemegang 30 persen saham atau konsorsium yang menguasai 70 persen saham.
Kami menjawab bahwa etikanya hak ke-36 klub itu diambil dar lima orang. Iwan bilang hal itu "bisa saja terjadi".
"Gimana baiknya nanti," tambah Iwan, menegaskan bahwa posisi kelima orang di mata hukum tidaklah salah.
"Satu-satunya yang bicara ini cuma Pak Dada," ujar Iwan.
Dada Rosada sadar atas kekeliruan dan kecerobohannya, yang menyerahkan PT Persib kepada Umuh, dkk. berbasis kepercayaan tanpa perjanjian hukum.
"Makanya itu 36 klub tidak berhasil. Makanya mereka dirikan PT Persib 1933, mula-mula bukan mau buat tandingan tapi ini soal hak. Kalau misalkan kelima orang ini tidak berkomitmen, ya Persib mau tidak mau harus bikin PT baru lagi," ujar Dada.
Nasib ke-36 klub semakin tak jelas di saat, pada sisi lain, konsorsium kelompok Glenn enggan ambil pusing memikirkan masalah internal. "Urusan lima orang dan 36 klub, kami tidak ingin ikut campur," kata Dirut PT Persib saat ini Teddy Tjahjono kepada Tirto.
Saat proses akuisisi, Risha Adi Wijaya berkata bahwa pihaknya tidak tahu apa yang terjadi antara kepemilikan lima orang dan 36 klub. "Secara korporasi kami datang, lihat siapa pemilik saham di PT Persib. Kami enggak pikirkan siapa di belakangnya dan bagaimana mereka dapat saham. Proses due dilligence itu enggak sampai sana. Yang kami tahu secara legal, kan, jelas. Kami enggak peduli soal ini, dan itu urusan mereka," terang Risha.
Di Lapas Sukamiskin, mantan Wali Kota Bandung Dada Rosada, yang divonis 10 tahun penjara karena kasus gratifikasi pada 2014, hanya bisa menggerutu: "Sekarang tergantung lima orang itu saja, mereka mau berbaik budi enggak mengembalikan hak ke-36 klub?"
Tak hanya itu, berkali-kali Dada mengakui telah teledor sehingga mengakibatkan kekisruhan soal kepemilikan PT Persib. "Saya akui ini memang salah saya," ujar Dada, lirih.
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Fahri Salam