Menuju konten utama

Menguji Kebenaran Kisah Sukarno "Menemukan" Makam Imam Bukhari

Mausoleum Imam Bukhari konon ditemukan dan dibangun lagi atas peran Presiden Sukarno. Namun, tak ada sumber tertulis yang mencatatnya.

Menguji Kebenaran Kisah Sukarno
Makam Imam Bukhari di Imam Bukhari Mausoleum, Samarkand, Uzbekistan. FOTO/eurasia.travel

tirto.id - Alkisah, pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev mengundang Presiden Sukarno berkunjung ke negaranya. Atas undangan itu, Sukarno tak serta merta setuju. Kala itu, Uni Soviet dan Amerika Serikat sedang berebut pengaruh. Sukarno merasa perlu berhati-hati. Sebagai penganut garis politik nonblok, ia tak ingin dicap berbelok ke kiri.

Sukarno membuat strategi dengan mengajukan syarat kepada Khrushchev: ia hanya akan memenuhi undangan jika pemimpin Soviet itu bisa “menemukan” kembali makam Imam Bukhari di Samarkand, Uzbekistan. Khrushchev enggan, tapi Sukarno bersikeras.

Akhirnya, lokasi makam Imam Bukhari berhasil ditemukan lagi meski dalam keadaan terlantar. Untuk menyambut dan menyenangkan hati Sukarno, makam perawi hadis terkemuka itu direnovasi. Ketika akhirnya Sukarno memenuhi undangan Khrushchev, ia menyempatkan diri berziarah ke makam tersebut.

Cerita itu tetap bertahan hingga kini, bahkan disebut sebagai salah satu sumbangan penting Sukarno untuk umat Muslim dunia. Diplomat Kementerian Luar Negeri Sigit Aris Prasetyo yang pernah mendapat tugas riset di Uzbekistan pada 2016 mengaku, Sukarno sangat dikenal oleh para pemuka Islam Samarkand. Saat bertugas di Uzbekistan ia sempat mengunjungi makam perawi hadis kelahiran Bukhara 810 Masehi itu dan mendapat cerita soal jejak Sukarno di sana.

“Ketika saya berdialog dengan salah satu pemuka Islam di sana, beliau juga menekankan jasa-jasa Sukarno dalam pembangunan makam itu saat berkunjung ke Uni Soviet,” tutur penulis buku Dunia dalam Genggaman Bung Karno (2017).

Mitos atau Realitas?

Meski kisah itu terkesan membanggakan, kebenarannya cukup meragukan. Tak ada sumber tertulis yang mencatat peristiwa tersebut, jika memang ia benar-benar penting. Siapa yang pertama kali menyebar cerita ini pun sama sumirnya.

Soal ini, sejarawan Asvi Warman Adam pernah menyampaikan keraguannya. "Kadang memang ada cerita Soekarno yang dibesar-besarkan. Untuk cerita itu tidak jelas kenapa Soekarno mengemukakan alasan tersebut pada Uni Soviet," beber Asvi.

Jika itu peristiwa yang istimewa, agak mengherankan bahwa Sukarno tak menceritakan soal makam Imam Bukhari dalam autobiografinya yang dituturkan kepada Cindy Adams. Dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2014), lawatan Sukarno ke Uni Soviet hanya disinggung sambil lalu saja (hlm. 336). Sumber-sumber lain pun tidak konsisten soal waktu peristiwa itu terjadi.

Sigit Aris Prasetyo dalam Dunia dalam Genggaman Bung Karno (2017) menyebut bahwa permintaan pemugaran makam Imam Bukhori itu disampaikan Sukarno kepada Khrushchev sebelum kunjungannya ke Uni Soviet pada 1956 (hlm. 329).

Keterangan ini janggal, karena saat itu Presiden Uni Soviet adalah Kliment Voroshilov dan undangan kunjungan datang darinya. Sementara Khrushchev masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Presidium Tertinggi Uni Soviet.

Dalam kunjungan pertama ke Uni Soviet itu pun kedekatan antara Sukarno dan Khrushchev belum terbangun. Seturut keterangan yang terhimpun dalam buku terbitan Yayasan Multatuli, Perjalanan Bung Karno! (1978), selama di Moskow Sukarno hanya mengadakan pertemuan resmi dengan Voroshilov dan Ketua Dewan Menteri Uni Soviet Nikolai Bulganin (hlm. 5 dan 27).

Adapun momen Sukarno berjumpa dengan Khrushchev berlangsung dalam pertemuan kolektif delegasi Indonesia dan Uni Soviet. Jadi agak muskil Sukarno bisa berkomunikasi demikian akrab dengan Khrushchev saat itu.

Sukarno tak hanya menyambangi Moskow dalam kunjungan pertamanya ke Uni Soviet itu. Beberapa kota dan negara bagian Uni Soviet lain juga masuk dalam daftar kunjungan presiden. Di antara negara bagian yang dikunjunginya adalah Uzbekistan. Di daerah yang warganya mayoritas Muslim itu, Sukarno dijadwalkan mengunjungi ibu kota Tashkent dan kota kuno Samarkand.

Selama di Uzbekistan, Sukarno ditemani Sharof Rashidov, Ketua Presidium Dewan Soviet Republik Uzbekistan. Tercatat, Sukarno mengunjungi Masjid Sheich-Tillja di Tashkent. Di sini Sukarno bertemu dengan beberapa ulama dari Dewan Agama Islam Asia Tengah dan Kazakhstan.

Sukarno juga berkesempatan menyampaikan pidato pada rapat raksasa di Stadion Pachtakor. Lebih dari 75.000 orang hadir dalam rapat raksasa itu. Ia juga mengunjungi pusat industri di kota Chircik, pusat pertanian kapas di kota Kzyl-Uzbekistan, dan terakhir ke Samarkand. Sayangnya, tak ada keterangan memadai soal kegiatan di Samarkand (hlm. 66-81).

Ganis Harsono, atase pers Kementerian Luar Negeri Indonesia yang saat itu mengikuti perjalan Sukarno keliling Uni Soviet, juga tak menyebut secara spesifik kunjungan ke Samarkand. Ganis juga tak mencatat apakah Sukarno sempat menyinggung soal makam Imam Bukhari atau tidak.

Dalam memoarnya, Cakrawala Politik Era Sukarno (1989), Ganis mencatat hanya ada tiga hal yang meluncur dari mulut Sukarno: kutukan kepada kolonialisme Belanda, demokrasi Barat yang tak sesuai untuk Indonesia, dan pujian terhadap politik koeksistensi Uni Soviet yang penuh kedamaian (hlm. 55-56).

“Tanpa memandang siapa yang hadir, maupun soal waktu dan tempat [...] apakah di hadapan kaum buruh pabrik di pegunungan Ural, atau di hadapan kaum tani di Uzbekistan—Presiden Sukarno selalu mengulang menyampaikan tiga pokok pikiran tersebut,” catat Ganis.

Kunjungan Sukarno ke Uni Soviet selanjutnya, seperti dicatat Sigit Aris Prasetyo, terjadi pada Mei 1959, Juni 1961, dan terakhir pada September-Oktober 1964 (hlm. 49). Dalam ketiga kunjungan inilah hubungan Sukarno dan Khrushchev, yang sudah menjadi Presiden Uni Soviet, kian dekat.

Jika memang ada permintaan dari Sukarno untuk menemukan dan memugar makam Imam Bukhari, kemungkinan itu terjadi di antara ketiga kunjungan tersebut. Namun, sedikit saja keterangan tentang detail-detail kunjungan Sukarno ke Uni Soviet.

Inkonsistensi dan minimnya sumber menjadikan kisah ini sebagai sesuatu yang dibesar-besarkan. Tetapi, ia memang memiliki daya tarik tersendiri.

Infografik Sukarno Makam Imam Bukhari

Dimanfaatkan untuk Tujuan Komersial

Perusahaan jasa tur Johon Ramzo Travel memanfaatkan kisah Sukarno dan makam Imam Bukhari untuk menarik minat calon pelanggan. Perusahaan tur yang beralamat di Gagarin Street 60/61, Samarkand, ini mencantumkan detail cerita tersebut dalam situs resminya.

Namun, lagi-lagi keruwetan informasi terjadi. Johon Ramzo Travel mencantumkan 1954 sebagai tahun kunjungan Sukarno. Apakah perusahaan ini sekadar salah tulis atau tidak, sukar untuk dikonfirmasi. Tetapi, situs itu menyebut bahwa kunjungan Sukarno ke Samarkand membuat makam Imam Bukhari yang semula terlupakan dan terbengkalai dipugar.

Sukarno disebut meminta otoritas Uzbekistan agar diizinkan berziarah ke makam Imam Bukhari di Samarkand. Kemungkinan permintaan itu disampaikan kepada Sharof Rashidov, karena dialah yang selalu menemani Sukarno selama di Uzbekistan. Suatu tim peninjau secara mendadak ditugaskan untuk mempersiapkan kunjungan Sukarno ke makam Imam Bukhari.

“Tapi ketika petugas tiba, mereka melihat mesjid yang sangat jelek dan sepi. Bahkan makam Imam Bukhari tak bernisan lagi. Tim khusus lalu melakukan perbaikan secepat yang mereka bisa,” tulis Johon Ramzo Travel di situs resminya.

Di sebutkan pula bahwa sejak itu, makam perawi yang telah membukukan 9082 hadis dalam kitab Al-Jamiushshahih ini kembali menjadi destinasi ziarah umat muslim di Uzbekistan.

Tak ada keterangan bahwa mausoleum Imam Bukhari di Khartang itu direnovasi karena kunjungan Sukarno atau setelahnya. Kompleks makam perawi hadis yang wafat pada 870 masehi itu baru dipugar secara menyeluruh setelah Uzbekistan melepaskan diri dari Uni Soviet. Atas inisiatif Presiden Islam Karimov, kompleks makam Imam Bukhari dibangun kembali pada 1998.

Baca juga artikel terkait SEJARAH INDONESIA atau tulisan lainnya dari Fadrik Aziz Firdausi

tirto.id - Humaniora
Reporter: Fadrik Aziz Firdausi
Penulis: Fadrik Aziz Firdausi
Editor: Ivan Aulia Ahsan