tirto.id - Memasuki tahun 1983, Letnan kolonel Stanislav Yevgrafovich Petrov dari Pasukan Pertahanan Udara Soviet ditugaskan untuk memantau potensi serangan dari luar. Markasnya di komando satelit Serpukhov-15, dekat Moskow. Tugas Petrov menentukan kebijakan luar negeri Uni Soviet sebab ia bertanggung jawab memantau jaringan peringatan dini yang menyala jika ada serangan nuklir yang masuk ke teritori negaranya.
Jika benar-benar menyala, ia diperintahkan untuk segera menghubungi pusat komando militer Soviet, dan pemerintah akan melaksanakan strategi peluncuran serangan balik memakai rudal nuklir yang serupa. AS jadi perhatian khusus Petrov, mengingat kedua negara sedang panas-panasnya dalam melakoni perang dingin sejak berakhirnya Perang Dunia II.
Dini hari itu, tanggal 27 September 1983 atau 20 hari selang perayaan ulang tahunnya ke-47, komputer di hadapan Petrov menyalakan pemberitahuan bahwa satu rudal balistik nuklir dengan jangkauan antar benua sedang telah diluncurkan dan sedang dalam perjalanan dari AS ke Soviet. Satu menit setelahnya sirene berbunyi lagi, menandakan rudal kedua juga sedang mendekat. Pemberitahuan untuk kedatangan rudal ketiga, keempat, dan kelima juga datang setelahnya.
Situasinya kian menegangkan karena tanda “persiapan meluncur” telah berganti menjadi “serangan rudal”. Petrov berusaha menenangkan diri dengan menghisap rokok murahan yang ia genggam sedalam-dalamnya. Dalam pertimbangan pribadinya, tanda peringatan semacam ini barangkali sudah terjadi beberapa kali—toh tak pernah berujung sebagai serangan militer sungguhan.
“Tak ada peraturan tentang berapa lama kami diizinkan untuk berpikir sebelum kami harus melapor jika telah terjadi sebuah serangan. Tapi kami pun tahu bahwa setiap detik penundaan amatlah berharga, bahwa pimpinan militer dan politik Uni Soviet perlu diberi informasi sesegera mungkin,” ungkap Petrov kepada BBC News.
“Yang harus kulakukan adalah meraih telepon dan menelpon komandan tertinggi, tapi aku tak bisa bergerak, rasanya seperti sedang duduk di penggorengan panas.”
Baca juga: Konflik AS-Rusia dan Perang Dingin yang Tak Selesai
Selain spesialis teknologi informasi (IT) seperti Petrov, Uni Soviet memiliki ahli-ahli lain yang juga ditugasi untuk mengawasi kemungkinan datangnya rudal dari AS dengan alat berbeda. Saat Petrov mengonfirmasi, mereka tak menemukan tanda-tanda serangan AS. Namun, mereka hanyalah pembantu. Protokol resmi jelas menyebutkan bahwa laporan inti tetap datang dari komputer Petrov.
Akhirnya Petrov memutuskan untuk benar-benar menelpon sang komandan. Namun, alih-alih memberitahu bahwa sang musuh bebuyutan telah resmi mendeklarasikan perang, ia justru menginformasikan bahwa terjadi kesalahan sistem pemantau satelit. Mengapa?
Petrov mempertimbangan bahwa jika AS benar-benar ingin menyerang Soviet, maka militer Paman Sam akan meluncurkan lebih dari sekadar lima rudal. Kemungkinan jumlahnya mencapai ratusan, katanya. Lebih lanjut, serangan ini juga akan dikonfirmasi oleh ahli IT Soviet lain, yang dalam kasus Petrov hari itu bilang tak mendeteksi kedatangan rudal. Apalagi Petrov tahu bahwa keandalan sistem satelit yang berada di bawah tanggung jawabnya itu sempat diragukan di masa lalu. Maklum, sistem baru.
Petrov tentu tak bisa yakin 100 persen. Ia mentok di angka 50 persen. Sisanya ia buktikan sendiri dalam dua puluh menit paling menegangkan dalam hidupnya. Setelah dua puluh menit itu berlalu dan tak ada ledakan nuklir, ia menghembuskan nafas lega. Beberapa tahun setelahnya diketahui bahwa sumber alarm palsu ternyata berasal dari fenomena langka di mana kesejajaran sinar matahari di awan tinggi di daerah Dakota Utara mengganggu penerimaan orbit satelit Molniya milik Rusia.
Kurang Diacuhkan Rusia, Justru Disanjung Amerika dan Dunia
Pasca-kejadian tersebut Petrov dihujani pertanyaan dari atasannya. Namun setelah Petrov menjelaskan dengan rinci, ia justru mendapat pujian. Jenderal Yury Votinstev (yang kemudian menjabat sebagai komandan Unit Pertahanan Rudal Udara Soviet) adalah orang pertama yang mendengar kasus Petrov dan menyatakan “tindakannya benar” dan “sepatutnya dicatat”.
Meski demikian, ia tak menerima penghargaan apapun saat itu oleh pemerintah Uni Soviet. Kabarnya karena kegagalan sistem pendeteksi yang digunakan Petrov membuat malu para ilmuwan yang membangun mesin tersebut. Ilmuwan-ilmuwan ini kabarnya punya reputasi mentereng di Soviet. Petrov dipindahtugaskan ke pos yang tak setegang di Moskow, kemudian mengajukan pensiun dini. Beberapa sumber mengatakan bahwa Petrov sebenarnya dipaksa pensiun karena mengalami gangguan psikologis sejak kejadian di Serpukhov-15.
Insiden alarm palsu Petrov baru dipublikasikan ke dunia internasional pada awal 1990-an atau era keruntuhan Uni Soviet. Teori bahwa kejadian alarm palsu itu memalukan bagi petinggi Soviet pun semakin kuat. Namun Petrov tak pernah mengonfirmasi teori ini. Setiap kali diwawancarai media, ia seringkali hanya bercerita dalam sudut pandang orang pertama tentang pengalaman paling berharga dalam hidupnya.
Baca juga: Sekspionase dalam Perang dan Damai
Beda di Rusia, beda pula di Amerika Serikat. Publik maupun pemerintah negeri Paman Sam amat mengapresiasi keputusan krusial Petrov sebagai tindakan yang heroik. Ada 21 Mei 2004 Perhimpunan Warganegara Dunia (Association of World Citizen), lembaga non-profit yang berbasis di San Fransisco, menganugerahi Petrov Wolrd Citizen Award berikut trofi dan uang senilai $1.000 “sebagai pengakuan atas peran yang dimainkannya dalam mencegah malapetaka”. Gelar yang sama diberikan pleh PBB dua tahun setelahnya saat Petrov diundang ke New Tork.
Jerman, negeri yang amat pasifis usai kalah di Perang Dunia II, juga menganugerahi Petrov Dresden Preis 2013 di Kota Dresden, Jerman, pada tanggal 17 Februari 2013. Penghargaan tersebut mencangkup hadiah uang sebesar $32.000. Setahun sebelumnya ia juga mendapat German Media Award 2011 dan diserahkan dalam sebuah upacara di Kota Baden-Baden. Penampilannya di sejumlah liputan media berreputasi mentereng hingga di satu film dokumenter membuat nama Petrov kian melambung.
Petrov merasa pengalaman legendarisnya adalah keberuntungan yang besar. Ia adalah satu-satunya petugas di tim pengawas Serpukhov-15 yang mendapat pendidikan sipil. Seluruh koleganya adalah tentara tulen dan profesional yang diajarkan untuk memberi serta mematuhi segala perintah. Oleh karena itu, katanya pada BBC News, ia percaya, jika hari itu yang bertugas bukan dia, maka si pengawas akan segera mengirim laporan serangan dari AS ke petinggi militer Soviet. Laporan yang ia yakini juga akan memicu Perang Dunia ke-3.
Baca juga: Saat Kennedy Ingin Amerika Serikat Mendarat di Bulan
Awal 1980-an adalah puncak dari perang dingin antara AS dan Uni Soviet. Perkara kecil berkaitan dengan bidang keamanan dan teritori negara bisa memicu perang nuklir yang dampaknya diprediksi akan mengerikan dan meluas hingga ke negara-negara lain. Perang akan terjadi antara NATO yang mewakili blok kapitalis, dengan negara-negara sosialis yang berhimpun dalam Pakta Warsawa.
Ada banyak bentuk gertakan selain pamer senjata (nuklir) baru. Pada pertengahan Februari 1981 hingga 1983, misalnya, Amerika Serikat melancarkan perang psikologis untuk menguji kerentanan Soviet sekaligus menunjukkan kekuatan militer udaranya. Mereka menerbangkan pesawat pembom beberapa kali per minggu di sekitar teritori Soviet. Soviet juga tak mau kalah. Mereka menembak pesawat penumpang Korea Selatan yang nyasar ke teritori Soviet dan menewaskan 269 orang termasuk anggota Kongres A.S. Larry McDonald dan banyak orang Amerika lainnya.
Baca juga: Rudal Tak Berhasil Membunuh Kemanusiaan di Semenanjung Korea
AS sempat marah besar, namun bisa menahan diri. Kebetulan, peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 1 September 1983. Jika 27 hari setelahnya Petrov salah mengambil keputusan dan Soviet memulai serangan pertama (yang mereka kira serangan balasan), AS diperkirakan akan all-out saat maju perang. Sebagaimana kata Bruce Blair, ahli strategi nuklir AS era Perang Dingin dan mantan ketua Word Security Institute di Washington D.C., di sebuah acara televisi:
“Kukira insiden itu adalah momen paling dekat Amerika Serikat dengan perang nuklir yang disebabkan oleh ketidaksengajaan.”
Petrov menjalani hidup normal hingga ajal menjemputnya pada bulan Mei lalu akibat penyakit pneumonia hipostatik. Akibat satu-dua hal, berita dukanya baru diketahui oleh publik pada pertengahan September ini—bulan ulang tahunnya, yang jika sempat ia lalui, akan menjadi perayaan ke-77.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Windu Jusuf