tirto.id - Badan Narkotika Nasional (BNN) bersama Bea Cukai mengamankan narkoba jenis baru berupa ganja cair kiriman dari Jerman di Hotel Narita Surabaya, Kamis (6/12/2018) lalu.
Ganja cair yang disita sebanyak empat dus yang berisi 22 botol minyak dengan empat botol di antaranya bermerek HEMPSEED/Canabis Sativa. Ganja cair tersebut dipesan secara online dan dikirim melalui Retouren Service Centre c/o Deutsche Post GM GERMANY, dengan tujuan pengiriman ke Jakarta.
Saat dikonfirmasi reporter Tirto, Selasa (18/12/2018), Kabag Humas BNN Kombes Sulistiandriatmoko mengatakan pengamanan ganja cair itu dilakukan di kargo pos bandara sebelum tiba ke tangan penerima. Bandara yang dimaksud Sulistiandriatmoko adalah Bandara Soekarno-Hatta.
"Pernah ada di beberapa bandara. Di Surabaya pernah, di Soekarno-Hatta pernah. Kalau yang dari Jerman kemarin dari Soekarno Hatta," katanya melalui sambungan telepon seluler.
Sulistiandriatmoko mengatakan ganja cair tersebut masuk dalam kategori narkotika jenis baru hasil dari biji ganja yang diekstrak dan dimurnikan, lalu dilarutkan. Dia menyebut ganja cair itu tidak seperti air mineral, melainkan lebih menyerupai minyak.
"Kalau mau digunakan, diencerkan dan dipakai dengan vape elektrik menjadi likuid," terang Sulistiandriatmoko.
Ganja cair tersebut, kata Sulistiandriatmoko, dikategorikan sebagai narkotika golongan satu karena kandungan cannabinoid di dalamnya. Dia menambahkan, penggunaan ganja cair telah menjadi tren baru saat ini. Efek ganja cair menurut Sulis lebih kuat dibanding ganja daun, apalagi jika kadar tetes cairannya diperbanyak.
"Muncul sejak maraknya rokok elektrik tersebut. Dari industri pabrik di Jerman. Dari kemasannya sih pabrikan. Tapi bukan kosmetik. Intinya tujuannya untuk narkotika," ujar Sulistiandriatmoko.
Celah Hukum
Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat) Henry Yosodiningrat mengatakan, masuknya narkotika jenis baru seperti ganja cair ke Indonesia bukan hal baru. Menurut dia, hal serupa sudah sering terjadi karena pemerintah tidak serius mengadakan penelitian terkait jenis-jenis narkotika baru.
"Mereka [produsen narkotika] menciptakan varian baru untuk menghilangkan jejak dan mengelabui. Kita [pemerintah] masih fokus pada varian lama," ujarnya kepada reporter Tirto, Senin sore (17/12/2018).
Henry menambahkan, terdapat celah hukum untuk menindak narkoba jenis baru lantaran tidak semua narkotika tercatat dalam daftar lampiran Kementerian Kesehatan. Meski begitu, ia tetap mendorong penegakan hukum terhadap penemuan narkotika jenis baru.
"Lihat dampaknya. Selama ini yang tak terdaftar tak bisa dijerat. Itu perlu diubah dengan cara yang progresif," ujarnya.
Luruskan Perkara
Direktur Yayasan Sativa Nusantara (YSN) Inang Winarso meragukan asal ganja itu dari Jerman. Dia mengatakan BNN perlu memberikan keterangan yang jelas dan rinci terkait penemuan ganja cair tersebut, termasuk mengenai pabrik yang memproduksinya. Itu perlu untuk meluruskan informasi terkait peruntukan penggunaan ganja cair tersebut, apakah memang termasuk narkotika atau bukan.
"Setahu saya negara yang berhasil mencoba menanam ganja hanya Amerika Serikat, Cina, dan Prancis. Sedangkan Jerman belum pernah berhasil menanam ganja," kata Inang.
Inang mengemukakan, kejelasan informasi dari BNN penting karena bisa jadi ganja cair tersebut bukan digunakan sebagai narkotika.
"Biji ganja yang diolah sedemikian rupa itu bisa dimanfaatkan demi kebutuhan kosmetik dan obat-obatan, semisal kulit dan asma. Namanya Hemm. Dan itu akan berbentuk minyak," katanya.
Inang menilai kasus ini mirip seperti ganja sintetis yang marak ditemukan beberapa waktu lalu, yang asalnya bukan dari tanaman mariyuana.
"Seringkali dikaitkan dengan tujuan untuk merusak pasar tradisional ganja. Ini modusnya kayak [tembakau] gorila. Enggak ada hubungannya dengan ganja," Inang menambahkan.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Abul Muamar