tirto.id - Munchausen Syndrome adalah kondisi ketika seseorang mencoba untuk mendapatkan perhatian dan simpati dengan cara memalsukan, membujuk, dan/atau membesar-besarkan suatu penyakit.
Sindrom ini bisa dimiliki oleh siapa pun, salah satunya oleh anak-anak. Anak yang memiliki Munchausen Syndrome akan berbohong tentang gejala suatu penyakit, menyabotase tes medis atau menyakiti diri sendiri untuk mendapatkan gejala.
Menurut laman Cleveland Clinic, diagnosis dan proses penyembuhan karena sindrom ini sulit karena ketidakjujuran penderita. Penderita Munchausen Syndrome akan dengan sengaja membuat, mengeluh, bahkan membesar-besarkan gejala suatu penyakit.
Istilah Munchausen Syndrome diambil dari nama seorang bangswan Jerman bernama Baron Munchausen yang menjadi terkenal karena menceritakan kisah-kisah liar dan tidak masuk akal tentang eksploitasinya.
Gejala Munchausen Syndrome
Usai libur panjang Lebaran berlangsung, biasanya anak akan merasa sudah nyaman di rumah. Kemudian, hal ini bisa membuat anak kesulitan beradaptasi dengan kondisi kembali ke sekolah.
Kemudian, ia akan melakukan berbagai cara untuk bisa menghindari hal itu dengan berpura-pura sakit. Maka itu, sebaiknya orang tua memastikan apakan anak benar-benar sakit atau hanya berpura-pura. Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, berikut gejala Munchausen Syndrome yang perlu orang tua ketahui.
- Gejala muncul saat anak berada di rumah dan akan hilang ketika anak dibawa ke rumah sakit.
- Gejala cenderung dilebih-lebihkan dan tidak konsisten.
- Pergi ke dokter dan menjalani tes diagnostik berulang untuk mencari perhatian dari dokter.
- Gejala muncul saat mengalami masalah personal atau bersama orang tertentu.
- Mempunyai masalah kepercayaan diri.
Pengobatan Munchausen Syndrome
Seperti yang disebutkan sebelumnya, pengobatan Munchausen Syndrome bukanlah hal yang mudah sebab sebagian orang dengan kondisi ini akan menolak untuk mengungkapkan bahwa mereka mempunyai masalah dan tidak mau bekerja sama dengan perawatan yang direkomendasikan.
Dikutip dari laman NHS Inform, sejumlah ahli menyarankan agar para profesional kesehatan memakai pendekatan yang lembut dan tidak konfrontatif. Dengan begitu, mereka bisa dengan lembut menyarankan bahwa mereka mempunyai kebutuhan kesehatan yang kompleks dan mungkin memperoleh manfaat dari rujukan ke psikiater.
Kendati begitu, sejumlah orang justru menolak dengan pendekatan ini dan memilih untuk pindah ke rumah sakit lain. Padahal, bagi orang yang mengungkapkan bahwa mereka mempunyai masalah dan bekerja sama dengan pengobatan bisa bisa berpotensi membantu mereka untuk mengendalikan berbagai gejala Munchausen Syndrome.
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) biasanya bisa membantu seseorang untuk mengidentifikasi keyakinan dan pola perilaku yang tidak membantu maupun tidak realistis yang mungkin mereka miliki. Kemudian, terapis menunjukkan kepada penderita cara-cara untuk mengubah berbagai gejala yang dipalsukan dengan gejala yang lebih realistis dan seimbang.
Penulis: Ega Krisnawati
Editor: Nur Hidayah Perwitasari