tirto.id - Anthrophobia (antrofobia) sering kali disalahartikan sebagai kecemasan sosial. Dilansir Healthline, antrofobia adalah jenis fobia spesifik, meski tidak terdaftar dalam DSM-5.
Kondisi ini berbeda dengan fobia atau kecemasan sosial, yaitu perasaan cemas ketika berhadapan dengan banyak orang atau kerumunan. Pada penderita antrofobia mereka takut pada orang lain, terlepas dari situasi yang mereka hadapi.
Hampir sama seperti fobia lainnya, pengalaman masa lalu menjadi penyebab umum antrofobia. Seseorang yang memiliki pengalaman negatif atau traumatis, seperti kekerasan atau pelecehan lebih mungkin mengalami fobia ini.
Selain itu, antropofobia mungkin merupakan bagian dari diagnosis klinis lainnya. Hal ini termasuk termasuk gangguan stres pasca-trauma atau post-traumatic stress disorder (PTSD), gangguan kecemasan sosial, atau gangguan delusi.
Antrofobia ditandai oleh gejala-gejala berikut:
- Gemetar, berkeringat, dan sulit bernapas saat secara normal sedang bersama orang lain.
- Jantung berdegip kencang dan kesulitan berbicara.
- Mengalami respons perlindungan diri seperti berlari menjauh.
- Khawatir berlebihan dengan pandangan orang lain.
- Sulit melakukan kontak mata bahkan pada orang yang dipercaya.
- Kesulitan tidur sebelum bertemu dengan seseorang.
- Tekanan secara fisik seperti sakit perut dan kepala.
- Keinginan kuat untuk membatalkan pertemuan dengan orang lain.
Penanganan Antrofobia
Antropofobia pada dasarnya mengganggu salah satu kebutuhan manusia yang paling dasar, yaitu kebutuhan akan kontak sosial. Menurut Very Well Mind, tidak semua kasus antrofobia ditangani dengan metode pengobatan yang sama.
Misalnya, dalam kasus seorang penderita masih pada tahap awal, metode yang digunakan adalah terapi singkat untuk merubah pikiran ketakutan penderita dengan yang lebih positif. Terapi akan dilakukan secara bertahap dan sistematis, yang nantinya akan mengarah pada tahap menemukan pemicu fobia.
Sementara, pada kondisi fobia yang lebih ekstreme membutuhkan waktu yang lebih lama. Karena bertemu dengan terapis saja bisa jadi hal yang sulit bagi penderita pada kondisi ini.
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Dipna Videlia Putsanra