tirto.id - Polda Metro Jaya akhirnya mengungkap secara rinci kronologi penculikan pembunuhan yang menimpa Kepala Cabang BRI Cempaka Putih, Mohamad Ilham Pradipta (37). Berdasarkan hasil penyelidikan, diketahui bahwa motif di balik penculikan ini berkaitan dengan upaya pemindahan dana dari rekening dormant di BRI Cabang Cempaka Putih, Jakarta.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Putra, dalam konferensi pers pada Selasa (16/9/2025), menjelaskan bahwa para pelaku berencana memindahkan dana dari sejumlah rekening dormant ke rekening penampungan yang telah mereka siapkan sebelumnya.
"Pelaku atas nama C alias K bertemu dengan DH, di mana pada saat itu, C alias K memiliki data rekening dormant di beberapa bank. Kemudian C alias K memiliki rencana untuk memindahkan uang dari rekening dormant ke rekening penampungan yang telah disiapkan," ucap Wira dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (16/9/2025).
Namun, agar proses itu berhasil, mereka tetap membutuhkan otorisasi dari pihak bank, dalam hal ini kepala cabang. Karena itulah, C alias K menggandeng DH untuk mencari kepala cabang atau kepala cabang pembantu yang bisa diajak bekerja sama dalam skema ilegal tersebut.
Dalam prosesnya, DH meminta bantuan temannya untuk mencarikan kontak seorang kepala cabang bank. Dari situ, ia menerima sebuah kartu nama, yang kemudian menjadi titik awal aksi pembuntutan terhadap korban. Lebih lanjut, Kombes Wira menambahkan bahwa C alias K telah menyiapkan tim IT untuk menjalankan proses pemindahan dana.
Ia juga mengungkapkan bahwa pemilihan Mohamad Ilham Pradipta (MIP) sebagai target tidak dilakukan secara acak. Tersangka berinisial DH, melakukan pemetaan terhadap para kepala cabang bank setelah memperoleh data terkait rekening dormant.
"Sehingga pelaku atas nama C alias K mengajak DH unjuk mencari kepala cabang atau cabang pembantu yang bisa diajak bekerja sama dalam rangka pemindahan uang tersebut, dari rekening dormant ke rekening yang sudah disiapkan atau rekening penampungan," tutur dia.
Pertemuan penting antara C alias K, DH, dan AAM terjadi pada 30 Juli 2025. Dalam pertemuan itu, mereka membahas kembali data rekening dormant yang mereka miliki. Karena pendekatan secara persuasif terhadap kepala cabang tidak membuahkan hasil, maka disusun dua opsi untuk merealisasikan rencana.
Opsi pertama, melakukan pemaksaan dengan kekerasan dan ancaman kekerasan. Setelah itu, korban akan dilepaskan. Kemudian, opsi kedua, melakukan pemaksaan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dan apabila berhasil, maka korban akan dihilangkan," ujar dia.
Tragisnya, rencana tersebut berujung pada hilangnya nyawa Mohamad Ilham Pradipta. Pada Kamis (21/8/2025), jasad MIP ditemukan di area pesawahan di wilayah Bekasi dengan kondisi tangan, kaki, dan mata terikat lakban.
Mengapa Menggunakan Rekening Dormant?
Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha menjelaskan, rekening dormant atau rekening tidak aktif dalam sistem perbankan umumnya dianggap aman, karena tidak dapat digunakan untuk transaksi tanpa melalui prosedur reaktivasi resmi.
Namun, dalam praktiknya, rekening dormant justru menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan siber maupun kriminal perbankan. Hal ini terjadi karena kombinasi dari kebocoran data, keterlibatan oknum internal, dan lemahnya pengawasan pada level operasional tertentu.
Pratama menjelaskan bahwa data rekening dormant dapat diperoleh melalui beberapa jalur. Yang paling berbahaya adalah keterlibatan insider atau orang dalam bank, baik pegawai aktif maupun mantan pegawai, yang memiliki akses langsung ke sistem core banking dan dapat menyalahgunakan kewenangannya.
Selain itu, jaringan kriminal juga bisa memperoleh informasi dari kebocoran data internal, baik akibat peretasan maupun penjualan data di dark web. Bahkan, tidak jarang metode social engineering digunakan untuk memanfaatkan pihak ketiga yang sering berinteraksi dengan bank, seperti petugas outsourcing atau cleaning service, guna mengidentifikasi data nasabah yang tidak aktif.
“Dalam kasus lain, dokumen fisik berupa laporan audit internal atau daftar rekening dormant yang dicetak untuk kepentingan administratif dapat jatuh ke tangan yang tidak berwenang, [kemudian] membuka peluang eksploitasi,” ujarnya.

Pratama menambahkan, secara sistem, mekanisme pengelolaan rekening dormant sebenarnya sudah aman. Ketika status dormant aktif, rekening diblokir dari akses melalui ATM, mobile banking, maupun internet banking. Untuk mengaktifkannya kembali, nasabah diwajibkan datang langsung ke kantor bank dengan membawa identitas resmi, melakukan verifikasi tanda tangan, hingga biometrik.
Masalah muncul ketika ada oknum internal yang memiliki otoritas cukup tinggi, seperti kepala cabang atau pejabat operasional menyalahgunakan wewenangnya. Dia dapat memalsukan data nasabah, menandatangani dokumen reaktivasi palsu, atau bahkan memanipulasi sistem untuk memindahkan dana.
“Inilah mengapa pelaku kejahatan biasanya menyasar pejabat berwenang dengan cara bujukan, suap, atau bahkan ancaman, karena hanya mereka yang memiliki kapasitas legal untuk memproses pemindahan dana dari rekening dormant,” ujarnya.
Ia menjelaskan, informasi mengenai rekening dormant di bank sebenarnya bersifat terbatas dan bukan data publik. Akses terhadap data ini hanya dimiliki oleh beberapa pihak, seperti unit operasional dan teller yang menangani nasabah secara langsung, pejabat cabang yang mendapat laporan untuk tujuan monitoring, divisi IT, dan audit di kantor pusat yang mengawasi secara nasional, serta auditor eksternal yang ditunjuk dalam rangka audit kepatuhan.
“Dengan lingkup akses yang sangat sempit, kebocoran informasi semacam ini hampir pasti melibatkan insider atau kelemahan dalam pengelolaan data internal bank,” ujarnya.
Bukan Sistem Perbankan, Faktor Manusia Jadi Celah Utama
Pratama menyebut kasus-kasus penyalahgunaan rekening dormant biasanya mengandalkan skenario pelaku menekan pejabat cabang agar menggunakan otoritasnya untuk memproses transfer dana ke rekening penampung yang telah disiapkan. Pola ini menunjukkan adanya keterlibatan kejahatan terorganisir dengan pengetahuan mendalam mengenai prosedur internal bank.
“Transaksi pada rekening dormant pada dasarnya hanya dapat dilakukan oleh pemilik rekening sah setelah melalui prosedur reaktivasi resmi atau oleh pejabat bank dengan otorisasi khusus berdasarkan permintaan nasabah. Tidak ada pihak luar yang dapat langsung mengakses rekening tersebut,” ujarnya.
Pratama menegaskan, penting untuk dipahami bahwa rekening dormant bukanlah celah dalam sistem perbankan itu sendiri. Sistem telah mengantisipasi dengan penguncian otomatis terhadap rekening yang tidak aktif. Namun, faktor manusia tetap menjadi titik paling rentan.
Alasan rekening dormant menarik bagi pelaku kriminal
Pratama menjelaskan rekening dormant menarik bagi pelaku kriminal karena beberapa alasan. Pertama, pemiliknya jarang memperhatikan keberadaan rekening tersebut, sehingga aktivitas mencurigakan tidak segera terdeteksi. Kedua, saldo yang tersimpan sering kali besar, terutama pada rekening perusahaan atau rekening milik individu yang sudah meninggal dunia namun belum diurus ahli warisnya.“Ketiga, rendahnya kepedulian pemilik membuat pelaku lebih leluasa menggerakkan dana tanpa terendus dalam waktu singkat,” ujarnya.
Kasus-kasus pemindahan dana dari rekening dormant ini menunjukkan bahwa kejahatan perbankan semakin kompleks, tidak hanya bergantung pada serangan teknologi, tetapi juga pada infiltrasi jaringan internal dan eksploitasi kelemahan manusia.
Pratama mengusulkan, bank harus memperkuat mekanisme kontrol internal, melakukan audit ketat terhadap akses data dormant, serta meningkatkan pemantauan terhadap rekening-rekening pasif yang berpotensi disalahgunakan.
“Tanpa upaya serius dalam memperkuat keamanan berlapis di aspek teknologi sekaligus sumber daya manusia, rekening dormant akan terus menjadi target favorit kejahatan terorganisir yang mencari celah di balik lemahnya pengawasan operasional,” ujarnya.
Masih Banyak Misteri terkait Pemanfaatan Rekening Dormant dalam Kasus Bank BRI
Menanggapi kasus yang sama, Pengamat Teknologi Informasi dan Keamanan Siber Alfons Tanujaya menilai, jika tersangka yang merupakan pihak eksternal bisa mengetahui keberadaan rekening dormant, maka hal itu menjadi pertanyaan besar yang patut diselidiki secara serius.
“Kalau memang tersangka orang luar bank bisa mengetahui keberadaan rekening dormant, itu menjadi pertanyaan besar. Jadi apakah ini dari orang dalam yang membocorkan atau dari informasi lain yang didapatkan? Jadi ini perlu diperjelas, agak membingungkan sih,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Rabu (17/9/2025).
Soal ini, Polda Metro Jaya masih terus menyelidiki bagaimana tersangka berinisial C alias Ken bisa memperoleh informasi terkait rekening dormant atau rekening yang tidak aktif di sejumlah bank. Kombes Wira menyatakan bahwa pihaknya belum dapat memastikan asal-usul data tersebut karena pemeriksaan terhadap salah satu tersangka masih berlangsung.
"Dari mana tersangka tahu ini ada rekening dormant, kami baru bisa menjawab nanti yang satunya lagi masih kami ambil keterangan," ujarnya mengutip Antara.

Berdasar keterangan dalam pemeriksaan awal, tersangka C mengaku bahwa ini adalah kali pertama ia melakukan tindakan kejahatan dengan modus memindahkan dana dari rekening dormant ke rekening penampungan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Terkait kesaksian ini, menurut Alfons kemungkinan terjadinya kebocoran data internal cukup besar, terutama jika memang terbukti pelaku memiliki akses terhadap data nasabah bank. Namun, ia mengingatkan bahwa penyelidikan harus berbasis pada bukti, bukan sekadar klaim atau pengakuan.
“Dilihat buktinya dia punya data bank mana saja. Kalau cuma punya data BRI saja misalnya, ya kemungkinan bocornya kan dari bank yang bersangkutan. Tapi (misal) dia punya banyak, selain BRI dia punya di bank-bank lain, nah itu perlu diselidiki lebih jauh lagi. Artinya dapetnya bukan dari BRI saja, tetapi dari institusi yang memiliki data yang lebih besar,” ungkapnya
Asal-usul rekening dormant yang disasar perlu ditelusuri
Alfons menyoroti kejanggalan dalam kasus ini. Menurutnya, jika benar motif utamanya hanyalah rekening dormant, maka tindakan kriminal yang sampai menghilangkan nyawa korban terasa janggal.Meski demikian, ini hanya berdasarkan analisis pribadi berdasarkan logika dan pengalaman, tanpa akses ke data atau informasi internal terkait kasus tersebut
“Sebenarnya kalau melihat 'hanya' rekening dormant sampai menghilangkan nyawa agak janggal. Kok kesannya secara random ada pimpinan cabang bank tanpa ada komunikasi terlebih dahulu, tahu-tahu bisa diculik dan dihilangkan nyawanya,” ujarnya.
Alfons mempertanyakan, rekening dormant seperti apa yang sebenarnya jadi sasaran para pelaku. Menurutnya, sangat kecil kemungkinan pelaku mengincar rekening dormant dengan saldo kecil. Justru, kata dia, kemungkinan besar yang dibidik adalah rekening dormant dengan nilai nominal yang sangat besar.

Lantas, muncul pertanyaan lanjutan: mengapa rekening dengan saldo besar bisa dalam kondisi dormant? Ia menduga bahwa ada kemungkinan rekening dormant itu bermasalah.
“Nah, rekening dormant yg saldonya besar ini kok bisa dormant? Kalau pemilik sah dan boleh menarik tentu ditarik saja secara konvensional. Jadi kemungkinan ada rekening dormant yang besar tetapi tidak bisa di tarik alias di blokir karena satu dan lain hal. Misalnya ada masalah hukum atau hasil korupsi yg memang diblokir dan tidak boleh di tarik,” ujarnya.
Ke depannya, Ia menyarankan agar pihak kepolisian melakukan penelusuran lebih dalam untuk memastikan motif dan keterkaitan rekening dormant tersebut dengan kejahatan yang terjadi.
Sebagai solusi, Alfons mengusulkan agar seluruh rekening dormant, terutama yang memiliki saldo besar, secara sistematis dimasukkan ke dalam kategori yang tidak bisa ditarik atau dibekukan sepenuhnya.
“Masukkan semua rekening dormant ke kategori tidak bisa ditarik dan dibekukan. Jadi tidak ada celah pincab bisa tarik dananya, sehingga tidak ada usaha untuk mencairkan dana yang diblokir dan mengakibatkan tindakan kriminal seperti yang sudah terjadi. Mungkin, BI, OJK, PPATK, direksi bank khususnya BUMN yang terkait bisa memperhatikan hal ini,” pungkasnya.
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Alfons Yoshio Hartanto
Masuk tirto.id

































