tirto.id - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Jakarta, Sabtu, mengatakan nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK) yang digunakan untuk pendaftaran kartu telepon seluler prabayar tidak dapat digunakan untuk penyalahgunaan aktivitas perbankan.
"NIK dan Nomor KK yang digunakan registrasi kartu seluler, tidak bisa digunakan untuk 'fraud' perbankan. Karena yang digunakan oleh operator hanya NIK dan nomor KK yang berupa angka, tanpa bisa dibuka isi datanya," kata Tjahjo dalam pesan singkatnya yang diterima di Jakarta, Sabtu (17/3/2018) pagi.
Dia menjelaskan NIK dan nomor KK tersebut hanya digunakan oleh perusahaan penyedia jasa telekomunikasi seluler untuk mencocokkan apakah data kepemilikan nomor prabayar tersebut telah sesuai atau belum.
"Kedua nomor tersebut hanya digunakan sebagai verifikator, sesuai atau tidak sesuai," tambahnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh mengatakan bahwa prinsip pendaftaran kartu telekomunikasi prabayar tersebut adalah kecocokan antara NIK dan nomor KK milik penduduk.
Oleh karena itu, Kemendagri mengimbau masyarakat untuk menjaga baik-baik dokumen kependudukan mereka.
"Prinsipnya adalah kecocokan NIK dengan nomor KK, tidak melihat siapa yang meregistrasi. Oleh karena itu, pesan saya supaya masyarakat menjaga dokumen kependudukan, jangan asal kasih saja dan unggah KK," kata Zudan.
Terkait penyalahgunaan NIK dan nomor KK oleh individu, lembaga atau perusahaan telekomunikasi seluler, Zudan mengatakan terdapat sanksi pidana hingga 10 tahun kurungan penjara dan denda Rp1 miliar bagi pihak yang memanfaatkan data kependudukan untuk tujuan penipuan.
Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara akan dipanggil oleh Komisi I DPR pada Senin (19/3/2018) untuk mengevaluasi sistem registrasi kartu seluler dan mendapatkan informasi valid terkait kabar dugaan penyalahgunaan data pribadi pelanggan.
"Kami akan panggil Menkominfo dan para operator seluler karena informasinya simpang siur sehingga akan kami tanyakan apakah benar ada dugaan kebocoran," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (15/3/2018).
Dia menjelaskan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengadu kepada Komisi I DPR terkait adanya pelanggan yang dirugikan karena diduga ada kebocoran data pribadi.
Namun menurut dia, laporan-laporan tersebut harus diverifikasi Komisi I DPR kepada pemerintah apakah benar seperti itu atau ada sebab lain terkait kebocoran tersebut.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri