Menuju konten utama

Masyarakat Sipil Minta Agenda KTT G20 Selaras Perjanjian Paris

Komite Penasihat Internasional C20 menilai krisis iklim terjadi akibat para pemimpin dunia yang kurang tegas mengambil kebijakan yang pro lingkungan.

Masyarakat Sipil Minta Agenda KTT G20 Selaras Perjanjian Paris
Penampil memainkan wayang kulit saat Gala Dinner 3rd Sherpa Meeting G20 Indonesia di Candi Prambanan, Sleman, D.I Yogyakarta, Selasa (27/9/2022). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/POOL/hp.

tirto.id - Puluhan perwakilan dari organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Civil Society 20 (C20) mendesak para pemimpin negara yang akan melakukan deklarasi dalam KTT G20 pada 15-16 November mendatang untuk memprioritaskan keselarasan program bersama sesuai dengan Perjanjian Paris.

Perjanjian pada 2015 tersebut dibuat untuk mengurangi emisi karbondioksida dan gas rumah kaca lain untuk membatasi pemanasan global kepada "cukup di bawah 2,0 derajat Celsius". Presiden Joko Widodo salah satu pimpinan negara yang ikut perjanjian tersebut.

Bernadette Victorio, anggota Komite Penasihat Internasional C20, mengatakan bahwa saat ini krisis iklim yang terjadi di dunia justru diakibatkan oleh para pemimpin dunia yang kurang tegas dalam mengambil kebijakan yang pro lingkungan.

“Kami benar-benar berharap untuk dapat mengoptimalkan platform C20 untuk memperkuat seruan kami untuk mempercepat tindakan pada isu-isu yang diprioritaskan oleh koalisi C20, termasuk transisi energi yang adil melalui penetapan target dan kebijakan yang jelas untuk mengekang emisi karbon di negara-negara G20, dan memprioritaskan peralihan ke sumber yang lebih berkelanjutan,” kata Victorio saat penyerahan dokumen komunike dan rekomendasi ke G20 yang berlangsung di Hilton Resorts Hotel, Nusa Dua, Bali, Kamis (6/10/2022).

Victorio mendesak agar lembaga keuangan internasional untuk transparan dan akuntabel memenuhi komitmennya terhadap pendanaan transisi energi.

“Dalam konteks ini, kami menyadari peran signifikan sektor keuangan global dalam memajukan agenda ini, dan kami mendesak para pemimpin G20 untuk memastikan bahwa sektor tersebut juga menerapkan kebijakan dan peraturan yang jelas yang selaras dengan Perjanjian Paris,” tambahnya.

Selain soal krisis iklim, beberapa isu besar lainnya yang dijadikan C20 sebagai komunike untuk G20 seperti: akses kesehatan global yang lebih adil dan iklusif hinnga keadilan pajak dan keuangan berkelanjutan

“Dengan mempertimbangkan urgensi kesetaraan gender, penyandang disabilitas, aksi kemanusiaan, ruang sipil dan antikorupsi, aksi iklim berkelanjutan, C20 menyikapinya sebagai isu lintas sektor dan karenanya memastikan tidak ada yang tertinggal,” tambah Risnawati Utami, Sous Sherpa dari C20.

Serangkaian agenda C20 Summit berlangsung selama tiga hari pada 5-7 Oktober 2022 dengan 566 delegasi nasional dari Indonesia dan 55 delegasi internasional yang hadir secara luring. Sedang yang hadir secara daring, yaitu 280 peserta nasional dan 150 internasional. Semuanya berasal dari 280 organisasi masyarakat sipil di 55 negara.

Mereka membentuk komunike C20 sebagai bagian dari intervensi masyarakat sipil global untuk menghasilkan hasil konkrit kebijakan inklusif yang berkeadilan di G20.

“Kami, sebagai warga dunia, ingin mengingatkan dan mengingat kembali G20, dan kita semua untuk mengesampingkan semua perbedaan dan memprioritaskan penyelesaian krisis untuk memastikan pemulihan yang adil bagi semua warga di seluruh dunia,” kata Ah Maftuchan sebagai Sherpa C20.

Baca juga artikel terkait KTT G20 BALI atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Gilang Ramadhan