tirto.id - Direktur Program Koaksi Indonesia Verena Puspawardani menyebut Indonesia masih memiliki kesempatan untuk melakukan aksi iklim yang lebih ambisius, sebelum dampak perubahan iklim makin buruk menimpa sektor-sektor strategis.
“Seperti pangan, infrastruktur, ekonomi, dan tenaga kerja,” sambung Verena melalui keterangan tertulis, Rabu (28/9/2022).
Dia menuturkan, sebuah penelitian tahun 2021 menunjukkan bahwa pada 2050 Indonesia bisa kehilangan 30-40 persen produk domestik bruto (PDB) jika berada di tingkat emisi sedang hingga tinggi. Padahal, negara ini bisa “hanya” kehilangan PDB maksimum 4 persen jika mampu menjaga suhu jauh di bawah 2 derajat celcius.
Lanjut Venera, penelitian tersebut sejalan dengan temuan tahun 2015 yang mengungkapkan bahwa dalam skenario emisi tinggi, PDB Indonesia bisa merosot 31 persen pada pertengahan abad dan terjun bebas hingga 78 persen pada akhir abad atau tahun 2100. Ada lagi riset yang menyoroti dampak pemanasan global pada ekonomi Indonesia yang sangat besar, kecuali emisi dipangkas sesegera mungkin.
“Diffenbaugh dan Burke tahun 2019 menyebut, PDB Indonesia per kapita mungkin sudah 15 persen lebih rendah ketimbang yang bisa tercapai tanpa pemanasan yang disebabkan ulah manusia sejak 1991,” tambah Verena.
Di samping itu, dia menerangkan bahwa panas ekstrem merupakan salah satu dampak krisis iklim yang sangat nyata di Indonesia. Hawa panas ini menurunkan hasil panen dan pangan di Indonesia, sebagaimana dinyatakan dalam riset Kinose tahun 2020.
Dalam skenario tinggi emisi, merujuk pada penelitian ini, beber Verena, Pulau Jawa dan wilayah utara Sumatera akan mengalami penurunan panen beras sampai 20-40 persen pada tahun 2040. Penelitian lain tahun 2018 mengatakan kenaikan suhu berdampak langsung pada penurunan panen kakao di Indonesia, di mana jika suhu mencapai 27-27,5 derajat celcius, maka hasil panen bakal merosot 67 persen dan bahkan sering mencapai nol.
Selain kakao, ujar dia, beras dan kopi juga akan terdampak dari kenaikan suhu dan penurunan curah hujan.
“Kompilasi data dan proyeksi dari berbagai laporan ini dapat menjadi basis bagi aksi iklim bersama oleh berbagai pihak, terutama pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil, agar target-target pembangunan Indonesia menuju ekonomi hijau dapat tercapai,” kata Manajer Riset dan Pengembangan Koaksi Indonesia Azis Kurniawan dalam keterangan tertulis yang sama.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri