tirto.id - Wacana tentang pelepasan saham Indonesia AirAsia ke bursa efek sudah terdengar lama sekali. Hanya saja. CEO AirAsia Tony Fernandez selalu merahasiakan kapan dan berapa besar saham yang akan dilego di lantai bursa.
Awal Agustus lalu, rencana tersebut mengemuka lagi. Ketika melepas pemberangkatan perdana pesawat AirAsia dari Jakarta ke Macau, Tony kembali mengatakan akan melepaskan saham AirAsia Indonesia pada tahun ini.
“Rencana IPO itu tergantung dari pertumbuhan Indonesia AirAsia,” kata Tony ketika itu. Dana yang didapatkan dari pelepasan saham itu akan digunakan untuk membeli pesawat baru. Hingga akhir tahun ini, AirAsia Indonesia akan kedatangan 8 pesawat Airbus 320.
Wacana tersebut seolah terlupakan sejenak karena Tony sudah sering mengatakan hal itu dan belum juga terealisasi. Kejutan muncul ketika muncul keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia Rabu (30/8/2017) . Salah satu emitennya, PT Rimau Multi Putra Pratama Tbk (CMPP), sebuah perusahaan perdagangan batu bara, akan beralih fokus pada usaha penerbangan komersial.
"CMPP ingin memfokuskan usahanya ke bidang usaha jasa penerbangan komersial berjadwal. Oleh karena pertimbangan tersebut, perseroan akan melakukan divestasi kegiatan usaha bisnis penjualan batu bara dan jasa pelayaran," demikian disebutkan oleh manajemen CMPP.
Sebelum manajemen mengeluarkan keterangan tersebut, saham CMMP melompat. Pada awal Agustus, sahamnya masih berada pada kisaran Rp 110 per saham. Hingga pertengahan Agustus, harga saham sudah mencapai Rp 380 per saham.
"BEI memandang perlu untuk melakukan penghentian sementara perdagangan saham CMPP pada perdagangan 22 Agustus 2017," kata Kadiv Pengawasan Transaksi, Irvan Susandy, dalam keterangan tertulis, Selasa (22/8/2017).
BEI memberikan waktu yang memadai bagi pelaku pasar untuk mempertimbangkan secara matang berdasarkan informasi yang ada dalam setiap pengambilan keputusan investasinya di CMPP. Suspensi saham CMPP sudah dibuka pada Senin, 4 September 2017. Harga saham CMPP langsung melejit, dan sempat menembus level tertinggi di Rp484.
CMPP akan menerbitkan sejumlah saham baru alias right issue. Pada 6 Oktober mendatang, CMPP akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa untuk meminta persetujuan para pemegang saham atas rencana tersebut.
Rencananya, CMPP akan menerbitkan saham baru sebanyak 13,65 miliar saham. Harga pelaksanaan sebesar Rp 250 per saham. Adapun rasio dilusi sebesar 97,97%. Pembeli siaga aksi korporasi tersebut adalah PF Fersindo Nusaperkasa dan AirAsia Investment Ltd yang merupakan pemegang saham Indonesia AirAsia. Sebaliknya PT Rimau Multi Investama yang memegang 76,24% CMPP tidak akan mengambil haknya. Sehingga kepemilikan saham PT Rimau Multi Investama akan terdelusi atau berkurang. Seperti dilansir dari keterbukaan informasi ke BEI, para pihak sepakat, akan diterbitkan sekuritas perpetual yang dapat dikonversi menjadi saham IAA oleh PT Fersindo Nusaperkasa dan AirAsia Investment Ltd.
Hasil dana yang diraup dari right issue tersebut sekitar 76% akan digunakan untuk mengambil alih sekuritas perpetual Indonesia AirAsia senilai Rp 2,6 triliun. Sekuritas perpetual tersebut lalu akan dikonversi menjadi saham baru Indonesia AirAsia. Sisa dana sekitar 24% akan digunakan untuk modal kerja CMPP dan anak-anak usahanya.
Dengan aksi korporasi seperti itu, CMPP akan menjadi pemegang saham Indonesia AirAsia. Seluruh sekuritas perpetual Indonesia AirAsia akan dikonversi dengan nilai tukar sebesar Rp 10.789.550. Hasil konversi sekuritas itu akan menjadi 241.067 saham Indonesia AirAsia. Sehingga CMMP memiliki saham di Indonesia AirAsia sebesar 57,25%.
Backdoor Listing
Langkah masuk ke bursa seperti itu, tanpa melalui proses penawaran umum (IPO) disebut backdoor listing. Cara seperti ini terkadang dianggap lebih mudah ketimbang melantai di bursa melalui proses IPO. Dalam proses IPO, calon emiten harus memulai dengan menunjuk para konsultan dan profesi penunjang lain. Harus pula pergi ke perusahaan sekuritas untuk meminta jasa penjamin emisi. Calon emiten juga harus memasukkan beberapa dokumen kepada Otoritas Jasa Keuangan. Setelah mendapatkan pernyataan efektif, emiten dapat menggelar paparan publik untuk menjelaskan mengenai perusahaannya agar investor tertarik membeli saham. Dengan cara backdoorlisting, langkah-langkah ini akan terlewati. Perusahaan baru tahu-tahu sudah berada di bursa.
Di sisi lain, langkah backdoor listing ini dapat membuat kapitalisasi perusahaan menjadi bertambah. Dengan penerbitan saham baru, otomatis kapitalisasi pasar emiten menjadi bertambah gemuk. Dampak lainnya, valuasi perusahaan terkadang menjadi terlalu mahal. Backdoor listing ini biasanya dilakukan perusahaan yang sudah jenuh dengan bisnis intinya.
Backdoor listing belum ada aturannya di bursa kita. Bursa beranggapan bahwa backdoor listing merupakan salah satu aksi korporasi. Tidak hanya Indonesia Air Asia saja yang akan melakukan hal itu. Perusahaan BUMN PT Telkom Tbk juga memiliki opsi backdoor listing untuk anak usahanya yang bergerak dalam bidang menara yatu PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel). Telkom akan mengkonsolidasikan bisnis menara dengan menggabungkan Mitratel dan PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel). Lalu Telkom juga merencanakan akuisisi perusahaan berbisnis menara lainnya dan mencatatkan saham anak usaha itu di Bursa Efek Indonesia. Caranya, bisa melalui penawaran umum ataupun backdoor listing.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, sudah ada beberapa emiten yang masuk bursa melalui cara backdoor listing. Seperti PT Toko Buku Gunung Agung Tbk (TKGA). Emiten ini terus merugi dan akhirnya diambil alih oleh Permata Resource Group.
Selain itu ada pula PT Centrin Online Tbk. Dengan masuknya investor baru lini bisnis Centrin berubah dari jasa telekomunikasi menjadi bisnis menara. Lalu ada Fundamental Resources yang masuk ke PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP). Bisnis SIAP berubah dari plastic menjadi batu bara.
Tidak semua rencana backdoor listing ini berjalan mulus. Perusahaan asuransi Bumiputera rencananya juga akan melantai di bursa melalui PT Evergreen Tbk. Sayangnya, proses ini masih belum mendapat restu dari Otoritas Jasa Keuangan atas rencana penerbitan saham terbatasnya atau right issue.
Di bursa lain, sudah ada aturan mengenai backdoor listing ini. Di Australia misalnya, perusahaan tercatat di bursa, tidak aktif dan tidak menguntungkan dapa diakuisis oleh perusahaan yang belum tercatat. Namun, perusahaan yang mengakuisisi sebagai pengendali baru harus memenuhi kriteria pencatatan di bursa Australia. Selain itu, perusahaan pengendali juga harus melakukan keterbukaan kepada publik.
Hak Perusahaan
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio mengatakan, apakah sebuah perusahaan masuk ke bursa melalui penawaran umum atau backdoor listing, merupakan hak dari perusahaan. “Itu hak mereka, apakah mau IPO atau mau melakukan backdoor listing,” kata Tito.
Menurut Tito, rencana Indonesia Air Asia itu adalah rencana yang biasa dilakukan perusahaan. Hanya saja, kebetulan perusahaan yang dibeli oleh emiten tercatat di bursa jauh lebih besar. BEI memberikan kebebasan penuh bagi perusahaan ketika hendak melakukan aksi korporasinya. “Prinsip itu berlaku di dunia dan wajar saja. Backdoor listing itu ada sebuah perusahaan yang dibeli, perusahaan ini kebetulan jadi besar. Istilahnya backkdoor listing, cuma jadi diakuisisi sama perusahaan yang kebetulan lebih besar,” kata Tito.
Dengan semakin matangnya rencana Indonesia AirAsia masuk bursa lewat backdoor listing, berarti salah satu kandidat emiten baru di bursa lenyap. Meskipun demikian, Tito mengatakan akan tetap pada targetnya, 30 emiten baru di bursa tahun ini.
Dilihat dari kinerjanya, pada semester pertama 2017 lalu, Indonesia AirAsia masih membukukan kerugian sebesar Rp 557,88 miliar. Kerugian ini lebih tinggi dari kerugian periode sama tahun lalu yang senilai Rp 34,7 miliar. Sejak dua tahun lalu, maskapai ini mencatatkan kerugian berturut-turut.
Dari sisi pendapatan, jumlah pendapatan pada semester pertama 2017 ini mencapai Rp 1,9 triliun naik 6,07% dari posisi tahun lalu yang sebesar Rp 1,81 triliun.
Para analis menyarankan investor untuk menelisik laporan keuangan Indonesia AirAsia yang masih merugi tersebut. Baik masuk bursa melalui IPO ataupun backdoor listing, kerugian ini menjadi salah satu pertimbangan para investor.
Penulis: Yan Chandra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti