tirto.id - Siapa yang menyangka jika industri bokep ternyata menjadi salah satu sektor terdepan yang memanfaatkan kemajuan teknologi?
Perkenalkan: Ela Darling. Bintang porno berusia 31 tahun tersebut, sejauh ini, tercatat sebagai orang pertama yang merekam adegan syurnya menggunakan teknologi virtual reality (VR). Darling melakukan adegan masturbasi tunggal dalam video tersebut, tanpa skrip, tanpa pengarah adegan. Betul-betul sendirian.
“(Di film) itu (saya melakukan) adegan masturbasi sendirian. Saya bersikap seolah pemalu dan genit, lalu perlahan mulai seperti seorang jalang. Saya merasa seksi sekali,” ungkap Darling seperti dikutip dari The New York Times.
Darling sudah berkiprah di industri bokep sejak usianya 22 tahun dan ia telah mencoba berbagai macam adegan dan genre. Dari bondage fetishes (menggambarkan budak seks yang bermakna sesungguhnya), erotic electrostimulation atau juga disebut electrosex (di mana sang aktris menggunakan beragam peralatan seks, sendirian atau berpasangan), hingga genre sesama jenis.
Namun demikian, seberapapun merangsang atau brutalnya sebuah adegan dalam bokep, hasil akhirnya tetap saja tidak otentik. Dalam istilah yang digunakan The New York Times, banyak film bokep yang terkesan ‘voyeuristic’, sebab ada layar kaca yang menjadi “pemisah” antara si penikmat film dan bintang bokep.
Dengan kehadiran VR, upaya film bokep untuk menghadirkan sensasi yang jauh lebih nyata bagi para penikmat dapat terlaksana. Darling mengatakan, “Anda seolah-olah sedang berada di atas ranjang bersama saya dan seseorang yang Anda taksir. Anda dapat merasakan sensasi tersebut.”
Darling pun kini juga telah membuat situsweb bokep yang mengakomodir realitas virtual, yaitu: Cam4.com
Film Bokep dan Kemajuan Teknologi
Tak salah-salah amat jika menganggap film bokep menjadi semacam tikus Belanda dalam tiap uji coba elemen teknologi baru. Hal tersebut sudah berlaku sejak 1958, ketika Harisson Mark, seorang pembuat film asal Inggris membuat film berjudul The Chimney Sweepsyang menampilkan sosok wanita bertelanjang dada.
Film tersebut kemudian menjadi standar penggunaan kamera Super 8 dan berbagai film dengan tema syur, yang kala itu dikenal dengan istilah glamour home movies. Sejak saat itu pula, penjualan kamera Super 8 pun meningkat drastis serta selalu dipakai dalam memproduksi film bokep karena relatif lebih mudah digunakan.
Ketika VCR mulai hadir pada awal 70-an, Hollywood menolak menggunakan persebaran film melalui format kaset VHS dengan alasan pembajakan. Industri film bokep di Amerika justru menempuh cara sebaliknya untuk mengeksploitasi pasar dan mendistribusikan film mereka ke seluruh dunia. Hasilnya, lebih dari separuh penjualan video di Amerika hingga akhir 70-an merupakan film bokep.
Begitu masifnya penggunaan VCR oleh industri film bokep kala itu sampai-sampai format Betamax yang dibuat Sony harus gulung tikar dengan cepat karena tidak laku di pasar. Alasannya antara lain karena format kaset VHS dapat digunakan untuk merekam hingga durasi tiga jam, sementara Betamax hanya sampai 60 menit.
Pada era mulai tumbuhnya internet, perkembangan industri film bokep makin pesat. Pada 2001, misalnya, ada sekitar 21 ribu situs bokep yang bermunculan. Hanya berselang 16 tahun kemudian, pertumbuhannya meningkat drastis hingga 4,2 juta situsweb, dengan rata-rata mencapai 30 juta pengunjung unik bagi situsweb yang populer.
Seiring perkembangan pesat internet, industri film bokep secara perlahan juga menghancurkan bisnis HD DVD melalui produksi film dengan format Blu-Ray. Richard Wagner selaku Direktur IT di E! Entertainment Television, pernah mengatakan hal ini dalam wawancara yang dilansir PC World pada Mei 2006.
"Jika Anda melihat bagaimana pertarungan kualitas antara VHS vs Betamax, Anda dapat melihat di mana kualitas yang jauh lebih tinggi justru mati karena (industri bokep cenderung mendukung penggunaan VHS]. Pasar perfilman bokep pada saat itu diedarkan dengan masif dengan format VHS."
Bahkan, faktanya, berkat industri film bokeplah kini sistem pembayaran daring dapat digunakan oleh berbagai kalangan. Semua ini bermula dari Richard Gordon, orang pertama yang mempelopori transaksi kartu kredit di berbagai situsweb porno dan mendapatkan jutaan dari biaya pemrosesannya.
Brad Stone dalam ‘An E-Commerce Empire, From Porn to Puppies’, menyebut Gordon sebagai ‘trailblazing businessman’, yang ‘beroperasi selangkah lebih maju dari orang-orang dalam mengubah internet menjadi pasar global masa depan’.
Lalu apa video bokep pertama yang menjadi objek transaksi Gordon? Video seks Pamela Anderson dan Tommy Lee tahun 1998. Melalui fakta tersebut, maka tak berlebihan kiranya untuk mengatakan bahwa industri film bokep telah membuka jalan bagi Amazon, PayPal, Flipkart, dan berbagai industri e-commerce lain yang saat ini tengah tumbuh subur untuk terus berbisnis dengan sistem pembayaran daring.
Robot Seks untuk Menemani Kesepian Anda
Berdasarkan data yang dirilis Pornhub tahun 2016, video-video mereka telah ditonton sebanyak 92 miliar kali, dengan rataan total pengunjung per hari mencapai 64 juta. Itu artinya, satu orang dapat menonton 12,5 video sekaligus. Dan jika Anda ingin menonton seluruh video yang ada di Pornhub, Anda perlu waktu hingga 524,641 tahun.
Sementara laporan The New York Times berjudul 'Virtual Reality Gets Naughty' menunjukkan bahwa pengunjung bokep VR di Pornhub meningkat hingga 275 persen sejak pertama kali diluncurkan pada musim panas 2016. Terkait hal tersebut, riset Piper Jaffray, perusahaan investasi dan manajemen di Amerika, memprediksi bahwa pada 2025 kelak, industri bokep akan menempati peringkat ketiga dalam sektor VR, hanya kalah dari konten gaming dan olahraga.
Dengan berbagai prediksi dan peningkatan tersebut, maka tak heran jika bisnis industri bokep dengan pemanfaatan teknologi terkini, masih tetap menjadi salah satu sektor yang paling mudah mendapatkan keuntungan finansial.
“Kami terus menerus menghasilkan (uang) setiap hari. Kami memimpin di sektor teknologi saat ini. Akan ada banyak pemodal yang siap mengadopsi dan ikut menggunakan cara ini untuk menghasilkan uang,” demikian ujar Mark Kernes, editor senior dari produsen bokep ternama, AVN Media Network.
Banyak pihak menilai bahwa bokep berbasis VR juga dapat menjauhkan seseorang dari efek buruk seperti penyakit kelamin maupun eksploitas seksual lainnya. Bahkan bokep VR nantinya bisa digunakan sebagai bahan untuk edukasi seksualitas di sekolah. Namun demikian, bukan berarti bokep VR sepenuhnya bersih dari masalah.
Ada perdebatan serius tentang penggunaan VR dalam industri bokep, yakni teknologi itu memungkinkan siapa saja bisa memanipulasi wajah seseorang yang difantasikan untuk bercinta dalam realitas virtual. Selain itu, bukan tak mungkin jika standar moral saat ini dapat bergeser seiring kehadiran bokep berbasis VR. Misalnya, seperti apa makna dan batasan consent dalam realitas virtual, hingga sekian elemen lain yang dapat memunculkan kasus revenge porn jenis baru.
“Realitas virtual seperti Wild Wild West," kata Bryony Cole, pembawa acara ‘Future of Sex’, serial podcast yang kerap membahas tema teknologi dan seksualitas.
Selain dengan menggunakan VR, industri bokep juga diprediksi akan mulai memproduksi berbagai robot seks berbasis AI (artificial intelligence) demi memaksimalkan pengalaman para konsumen mereka. Salah satu robot seks yang pertama diciptakan adalah Harmony oleh perusahaan Realbotix. Dalam sebuah video yang dilansir, perusahaan ini memperlihatkan bagaimana sikap Harmony saat berkomunikasi.
“Bagaimana pandanganmu soal seks?” tanya seorang presenter di video tersebut.
“Seks adalah salah satu paling menarik di dunia. Saya tidak melihat ada masalah soal itu,” jawab Harmony.
CEO Realbotix, Matt McMullen, menyebut bahwa robot seks seperti Harmony dibuat tidak hanya untuk pemenuhan hasrat seksualitas atau imajinasi liar para konsumen. Ada nilai lain yang menurut McMullen dapat dipetik dari kehadiran Harmony: teman hidup yang dapat membantu mengurangi kesepian.
“Ada orang-orang yang sudah merasa kesepian, dan mereka yang menjalani hidup sendirian. Mereka bekerja sepanjang hari dan pulang ke rumah yang kosong. Kehadiran (robot seks) Ini dapat menjadi alternatif bagi orang-orang semacam itu. Mereka yang tidak punya siapa-siapa,” ujarnya.
Editor: Nuran Wibisono