tirto.id - Mantan Presiden Iran Akbar Hashemi Rafsanjani telah meninggal dunia pada usia 82 tahun. Menurut kabar yang dilansir dari BBC, Senin (9/1/2017), presiden Iran periode 1989-1997 itu wafat akibat menderita serangan jantung.
Rafsanjani telah menjadi tokoh penting falam politik di negara itu sejak tahun 1980-an. Berperan dalam revolusi tahun 1979, ia di kemudian hari menjadi tandingan kubu konservatif garis keras.
Meskipun berbeda pandangan, Pemimpin Agung Iran, Ayatollah Ali Khamenei memuji teman seperjuangannya itu dan mengatakan kehilangan Rafsanjani merupakan hal yang sulit dan berat.
"Perbedaan pandangan dan pemahaman untuk periode yang cukup panjang selama ini tidak pernah bisa sepenuhnya memutus persahabatan kami,” kata Ayatollah Khamenei.
Menurut kabar, akan ada tiga hari berkabung nasional dan sebuah pemakaman di Teheran pada Selasa (10/1/2017), yang juga telah dinyatakan sebagai hari libur.
Sebelumnya pada Minggu (8/1/2017), Rafsanjani telah dibawa ke Rumah Sakit Shohadaa di Teheran, di mana dokter gagal selama satu jam untuk menyelamatkannya.
Seorang penyiar program berita di saebuah stasiun TV mengatakan bahwa setelah Rafsanjani hidup yang penuh dengan kegelisahan di jalan Islam dan revolusi, ia telah berangkat ke surga.
Rafsanjani memiliki hubungan hangat dengan Presiden Hassan Rouhani, yang juga terlihat di rumah sakit tak lama sebelum kematiannya diumumkan. Massa kemudian dilaporkan berkumpul di rumah sakit untuk berkabung.
Dalam cuitannya, presiden mengatakan: "Jiwa besar Revolusi, simbol kesabaran dan ketahanan, telah peri ke surga."
Dalam beberapa tahun terakhir, Rafsanjani telah menjadi tokoh sentral dalam gerakan reformasi yang telah mencoba untuk memiliki pengaruh moderat atas Iran dan Ayatollah Khamenei.
Rafsanjani pun menjadi mentor untuk Presiden Rouhani, yang juga mendukungnya setelah upaya sendiri untuk menjalankan pemerintahan pada pemilu 2013 sebagai calon reformis, ditolak oleh Dewan Garda.
Peran terakhir Rafsanjani adalah sebagai Kepala Dewan Kebijaksanaan, yang saat itu mencoba untuk menyelesaikan sengketa antara parlemen dan Dewan Garda.
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS menggambarkan dia sebagai tokoh sepanjang sejarah Republik Islam Iran.
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari