tirto.id - Mantan Kepala Staf Umum Tentara Nasional Indonesia (TNI) Johannes Suryo Prabowo menyatakan wacana penempatan perwira TNI aktif pada jabatan sipil di kementerian atau lembaga bukan hal baru.
Suryo juga mengklaim penempatan perwira aktif di kementerian atau lembaga tidak menunjukkan ada upaya menghidupkan kembali dwifungsi TNI seperti di zaman Orde Baru. Sebab, ia beralasan, jabatan di kementerian/lembaga tak terkait dengan posisi pemegang kekuasaan di pemerintahan.
"Kecuali ada perintah TNI aktif boleh jadi bupati tanpa dipilih. Itu baru dwifungsi," kata Suryo dalam diskusi “Rezim Jokowi, Mau Hidupkan Dwifungsi TNI?” di Sekretariat Nasional Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2019).
Suryo menjelaskan TNI saat ini mengalami surplus perwira menengah dan tinggi non-job sebab jumlah posisi di struktur organisasi lembaga militer terbatas.
Menurut Suryo, di dalam struktur TNI, setiap jabatan hanya bisa diduduki satu orang dan satu pangkat. Padahal banyak perwira aktif tidak memiliki jabatan.
"Beda dengan zaman dulu. Saya pernah jadi Wakil Gubernur Timor Timur. Saya pernah 12 tahun jadi Sekwilda. Itu di jabatan Sekwilda, bisa tiga kali naik pangkat," kata Suryo.
Berdasarkan hitungan kasarnya, Suryo mengatakan jabatan untuk bintang satu hingga empat tersedia 1.000 kursi. Sementara tentara berpangkat kolonel yang memenuhi syarat menduduki jabatan di level tersebut mencapai 32.000 orang.
"Apa yang terjadi? Numpuknya di pangkat kolonel. Ini menjadi masalah," kata Suryo.
Suryo mengatakan sebetulnya penempatan perwira TNI aktif di kementerian atau lembaga sudah diatur dalam pasal 47 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dalam pasal itu, disebutkan bahwa prajurit TNI aktif hanya bisa menduduki jabatan di 10 kementerian dan lembaga.
Di undang-undang tersebut tertulis prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga: Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Isu Penempatan TNI di Kementerian Diduga Terkait Pilpres
Suryo menduga wacana penempatan perwira TNI aktif ke kementerian atau lembaga sengaja diperbicangkan di tengah-tengah tahun politik atau menjelang Pilpres 2019.
Suryo menganggap wacana ini dilontarkan untuk mengambil hati para prajurit TNI. Oleh karena itu, ia meyakini wacana ini tak ada sangkut-pautnya dengan menghidupkan kembali dwifungsi TNI.
"Kalau arahnya dwifungsi tidak. Tapi kalau kasih “permen” itu sangat mungkin. Tapi jangan khawatir itu tidak akan terpengaruh," ujarnya.
Suryo meminta kepada masyarakat untuk tidak khawatir dwifungsi TNI akan hidup kembali.
"Pada hakikatnya prajurit itu bukan robot. Kalau itu terjadi, enggak usah takut karena prajurit di bawah lebih mengerti. Karena didoktrin militer, tentara harus dekat dengan rakyat, tahu denyut nadi rakyat," ujar dia.
Sebelumnya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mewacanakan penempatan perwira menengah dan tinggi aktif untuk mengisi jabatan di kementerian dan lembaga. Dia juga mengusulkan revisi UU TNI. Hadi juga membantah hal itu untuk mengembalikan dwifungsi TNI.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Addi M Idhom