tirto.id - Direktur Kantor Hukum HAM Lokataru Haris Azhar mengkritisi puluhan kerja sama (MoU) dengan lembaga negara lainnya selama dua hingga tiga tahun terakhir. Haris TNI tidak bisa melakukan hal tersebut karena institusi militer tidak bisa mengatur kebijakan untuk diri mereka sendiri.
"Kira-kira beberapa tahun lalu, sejumlah organisasi masyarakat sipil menyampaikan protes, waktu itu perjanjian MOU TNI masih 27-an. Kita sampaikan protes ke Kantor Staf Kepresidenan, bahwa secara politik kebijakannya enggak bisa. Secara hukum bisa ada institusi negara dengan institusi negara bikin kontrak?" kata Haris saat ditemui di kantor KontraS, Jumat (1/3/2019).
Apabila antara lembaga negara membikin kerja sama (MoU), kata Haris, seharusnya ada surat instruksi dari kepala negara yang bentuknya Instruksi Presiden (Inpres), terutama jika yang melakukan MoU adalah TNI.
"Kalau tidak, status hukumnya apa? Kalau di antara dua institusi harusnya ada Inpres, atasannya yang bikin. Jadi kerja sama antara kementerian A dan kementerian B. Itu ada namanya surat dari atasnya, bukan dari mereka seperti kayak hubungan perdata bikin kontrak," kata Haris.
Kerja sama TNI dengan lembaga negara lainnya, lanjut Haris, juga bisa dikatakan "korupsi waktu", mengingat tentara akan menjalankan tugas dari kementerian-kementerian yang telah meneken kontrak kerja sama.
"Kok ngerjain pekerjaan dari kementerian lain? Dari mereka itu korupsi waktu enggak jalanin tugas di institusinya masing-masing, lalu mereka mereka masuk ke wilayah pekerjaan lain yang basisnya hanya basisnya kontrak, perjanjian kerja sama, itu enggak boleh. Jadi sebetulnya perjanjian perjanjian, itu kalau saya menganggap itu perjanjian-perjanjian yang haram," katanya.
Jadi, menurut Haris, puluhan kontrak-kontrak kerja sama yang sudah dilakukan TNI dengan lembaga negara lainnya itu bermasalah dan tak bisa dipakai sebagai dasar rujukan hukum. Dan Haris menilai, seharusnya Ombudsman RI mengevaluasi hal-hal tersebut karena lembaga negara melakukan double job yang berpotensi maladministrasi.
"Itu jadi masalah. Kenapa ini jadi berkembang terus ya karena memang komisi pengawasnya juga enggak ada yang bekerja dengan baik. Akhirnya jadi kayak dianggap bukan sebuah kesalahan jadinya," katanya.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Alexander Haryanto