tirto.id - Halimi Fajri (19 tahun), seorang mahasiswa salah satu kampus swasta di Yogyakarta menjadi korban salah tangkap Polisi Resort Kota (Polresta) Yogyakarta. Ia dituduh ikut bagian dari komplotan pencuri dan dipukuli saat diinterogasi.
Pada Rabu (25/12/2019) sekitar pukul 05.00 WIB, Halimi baru saja memesan makan di sebuah warung di Jalan Melati Wetan, Baciro, Gondokosuman, Kota Yogya. Belum sempat menghabiskan sarapan paginya, ia didatangi lima orang yang mengaku sebagai polisi mengendarai dua mobil.
"Tidak ada [surat pengkapan], tahu-tahu dibawa [...] cuma dijelaskan terlibat perampokan rumah kosong," kata Halimi kepada wartawan, Senin (30/12/2019).
Halimi diangkut menggunakan mobil Toyota Kijang Innova. Ia tak melihat identitas para orang yang menangkap itu. Yang ia tahu kelima orang yang menangkap dia dengan tangan kosong itu berpakaian hitam-hitam.
"Mata saya ditutup pas di mobil pakai lakban. [Tangan] diikat juga pakai lakban," kata Halimi bercerita.
Halimi tak tahu hendak dibawa ke mana. Ia tak melihat apa pun saat digelandang ke sebuah tempat. Di tempat tersebut ia diinterogasi dan diminta mengakui perbuatan yang menurutnya tak ia lakukan.
"Selama diintrogasi itu dipukuli. Pakai tangan kosong, terus bagian kaki itu saya tidak tahu [dipukul] pakai apa. Masih ditutup mata [saya] dipukul," tutur Halimi.
Dari pagi hingga siang ia terus diiterogasi, dan dipukuli. Dari suara di dalam satu ruangan itu ia mendengar ada orang lain yang juga sedang diinterogasi.
Baru pada siang hari, lakban di matanya dibuka, setelah seseorang yang ikut diinterogasi di satu ruangan itu mengatakan bahwa Halimi tak teribat aksi pencurian. Penderitaannya pun berakhir, ia tak lagi dipukuli.
Setelah lakban di matanya dibuka, belakangan ia mengetahui dirinya berada di sebuah ruangan layaknya di suatu hotel, namun ia tak mengenali tempat itu. Di sana sudah ada lima orang kenalanya yang juga diintrogasi dan dipukuli.
"[Semua] dipukuli tapi tidak separah saya. Enggak tahu juga kenapa saya yang paling parah," kata dia.
Halimi mengenali lima orang yang diintrogasi dan dipukuli itu adalah kenalan dia yang berasal satu kampung halaman dari Desa Suka Raja, Kecamatan Karang Jaya, Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatera selatan.
Satu di antaranya ia kenal baik dan diketahuinya sedang berlibur di Yogya. Karena berasal dari satu kampung halaman, mereka semua bertemu pada malam hari sebelum penangkapan.
Halimi sempat jalan-jalan dan nongkrong di sebuah kafe pada malam itu, dengan seorang teman baiknya dan empat orang lain yakni AZ (40), FB (22), dan F (18), IW (25) yang belakangan ditetapkan menjadi tersangka pelaku pencurian.
Dipukuli dan Barang-barangnya Dirampas
Hingga kini Halimi masih mengeluhkan pendengarannya terganggu. Ia merasa terus mendengar bunyi dengung di bagian kuping kirinya setelah dipukuli. Sementara pandangan mata kiri dia juga masih kabur dan terdapat luka lebam membiru di kelopak mata kirinya.
Kepada wartawan saat ditemui di rumah indekosnya, ia menunjukkan sejumlah luka seperti luka-luka lecet di wajah dan tangan. Ia juga menunjukkan luka lebam di kakinya.
“Ini kalau ditekan masih sakit," kata Halimi.
Selain dipukuli dan terus diinterogasi, barang-barang Halimi juga dirampas. Ponsel, dompet berserta isinya seperti kartu identitas, ATM, dan uang tunai Rp400.000 juga dirampas. Mereka juga meminta pin ATM milik Halimi.
"[Pin ATM] saya kasihkan dari pada saya dipukuli lagi [...] Kalau ambil ponsel itu mereka bilang untuk penyelidikan tambahan," kata dia.
Setelah seorang dari pelaku yang diinterogasi itu menyatakan Halimi tidak ikut terlibat dalam aksi pencurian, ia tak lagi dipukuli. Namun ia tak dilepaskan begitu saja. Sore hari Halimi dibawa ke Polresta Yogyakarta.
Ia menginap semalam di ruang pemeriksaan. Di sana ia dibedakan di tempat tersendiri, ia bersama satu kawannya yang tak terbukti terlibat. Sementara empat orang lain yang dinyatakan sebagai pelaku pencurian ditempatkan di ruangan lain.
Keesokan harinya pada Kamis (26/12/2019) sekitar pukul 13.00 WIB ia kemudian dilepaskan oleh polisi.
“Saya dikeluarkan dari polres karena tidak terlibat dalam perampokan itu," kata dia.
Halimi kemudian dijemput kerabatnya bernama Edo (21 tahun).
Namun karena merasa dirugikan, pada Jumat (27/12/2019) ia kemudian melakukan pemeriksaan kesehatan dan visum akibat luka-luka pemukulan yang dialaminya.
Ia melakukan visum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Yogya. Di sana ia diperiksa oleh dokter spesialis THT dan spresialis mata akibat keluhan pendengaran dan penglihatan yang dia rasakan.
Hasil visum tidak lantas diberikan kepada Halimi. Pihak rumah sakit, kata dia, akan memberikan hasil visum tersebut kepada pihak kepolisian yang menurut rumah sakit lebih berwenang.
Di hari yang sama ia juga melakukan laporan ke Polda DIY atas dugaan penganiayaan oleh anggota polisi terhadap dirinya. Sehari sebelumnya ia juga telah melaporkan kejadian itu ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Yogyakarta.
Tuntut Polisi Minta Maaf
Halimi mengatakan ingin mendapatkan keadilan karena merasa kemerdekaannya dirampas taatkala ia ditangkap dan dipukul oleh polisi. Ia ingin agar polisi meminta maaf secara terbuka.
Halimi merasa dirugikan karena mendapatkan perlakuan sewenang-wenang dari polisi. Sebab, selain mendapkan luka-luku akibat dipukuli, ia juga diminta mengaku perbuatan yang tidak ia lakukan.
"Kalau saya ingin dikembalikan kehormatan saya gitu, sama polisi minta maaf secara terbuka," kata dia.
Selain itu barang-barangnya yang sampai sekarang masih disita oleh polisi tanpa surat-surat resmi juga diminta agar segera dikembalikan.
"Barang-barang yang disita juga harus dikembalikan semua. Kalau ATM juga dengan isinya harus lengkap. Dompet isinya KTP, uang Rp400 ribu, ATM isinya Rp900 ribu, ponsel, dan sepatu," kata dia.
Edo kerabat Halimi yang mendampingi korban mengatakan setelah Halimi membuat laporan resmi ke Polda DIY dengan nomor LP-B/0867/XII/2019/DIY/SPKT, pihak keluarga dari Sumatera Selatan akan datang untuk mendampingi saat proses hukum lebih lanjut.
"Tim pengacara dalam satu atau dua hari ini juga akan sampai ke sini," kata Edo.
Respons Kapolresta dan Tindak Lanjut Ombudsman
Kapolresta Yogyakarta Kombes Pol Armaini mengatakan soal kesalahan prosedur dalam penindakan hukum diakui dia memang bisa saja terjadi. Ia juga mempersilakan jika memang merasa dirugikan kemudian melakukan laporan ke Polda DIY.
"Kalau dia lapor, ya kami tunggu dari Polda bagaimana. Kalau ada terjadi kesalahan prosedur, kan, ada mekanismenya sendiri. Kalau terjadi kesalahan prosedur pasti ada tindak lanjutnya," kata Armaini kepada wartawan, Senin (30/12/2019).
Armaini memastikan jika memang terbukti ada keselahan prosedur, maka akan ada mekanisme dan hukuman bagi anggota yang terbukti melakukan kesalahan.
"Masyarakat bisa terbuka apabila melihat ada hal-hal yang mungkin tidak sesuai dengan prosedur dia berhak melakulan pengaduan. Di Polri ini memang ada mekanisme memproses pengaduan itu. Apabila anggota melakukan kesalahan prosedur pasti ada namanya punishment," ujarnya.
Pada prinsipnya, kata dia, polisi menghindari melakukan kekerasn yang bersifat eksesif. Tujuan utama petugas dalam melakukan penegakan hukum, kata dia, semata-mata adalah untuk menciptakan keamanan.
"Mungkin ada kelalaian petugas di luar kewenangannya, mungkin sedikit berlebihan atau faktor emosi. Namun demikian kami sendiri dari Polri tetap tidak membiarkan hal itu terjadi. Kalau itu memang betul terjadi menjadi koreksi bagi kami," kata dia.
"Kami tunggu dari Polda, kami pasti transparan. Kalau ada kesalahan dari pihak kami, kami akan tindak lanjuti,” kata dia.
Ketua Ombudsman Yogyakarta Budhi Masturi mengatakan setelah mendapatkan laporan dari Halimi terkait dugaan salah tangkap oleh Polresta Yogyakarta, pihaknya langsung melakukan tindak lanjut.
“Jumat [27/12/2019] lalu kami kirimkan surat permintaan klarifikasi ke Polresta," kata dia.
Ombudsman, ujar Budhi, saat ini masih menunggu surat jawaban dari Polresta terkait hal itu.
Namun berdasarkan yang diterima Ombudsman patut diduga telah terjadi salah tangkap dan kekerasan fisik terhadap Halimi. Selain itu, ada penyitaan barang-barang milik Halimi yang diduga juga tidak sesuai prosedur.
Ombudsman, kata dia, akan menunggu paling lama 14 hari kerja untuk mendapatkan balasan klarifikasi dari Polresta. Jika dalam waktu tersebut masih tidak ada jawaban, maka akan dikirimkan surat sekali lagi dengan tenggat waktu yang sama.
“Kalau masih belum dijawab dan kalau sudah cukup bahan kita bisa menyimpulkan. Kalau tidak cukup bahan kami tindaklanjuti dengan klarifikasi lapangan atau menghadirkan terlapor," kata Budhi.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz