tirto.id - Teori pekerjaan sosial merupakan bagian dari ilmu terapan yang merujuk pada kerja-kerja sosial hingga praktik pekerjaan sosial. Dalam teori pekerjaan sosial, konsep dan aksi atau praktik saling berkelindan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Teori pekerjaan sosial mengupayakan penggunaan konsep yang menghasilkan sebuah perubahan nyata. Maka itu, dalam pekerjaan sosial, konsep (teori) akan diterapkan secara terus-menerus di wilayah praktik, sekaligus menguji sejauh mana teori tersebut relevan di lapangan.
Namun perlu diketahui bahwa teori pekerjaan sosial hanya berhubungan dengan apa yang pekerja sosial lakukan. Selain itu, teori pekerja sosial memperhatikan beberapa faktor yang menentukan keberhasilan atau akibat lain dari praktik sosial di lapangan.
Mengutip publikasi Puspensos Kemensos (2019), pekerjaan sosial adalah profesi yang memberikan pertolongan dan pelayanan sosial kepada individu, kelompok, serta masyarakat untuk peningkatan keberfungsian sosial dan membantu memecahkan masalah-masalah sosial mereka.
Pada 2010, the International Federation of Social Workers (IFSW) merumuskan definisi pekerjaan sosial terbaru yang kini berlaku secara global. Definisi ini disepakati oleh International Association of Schools of Social Work (IASSW) dan International Council on Social Welfare (ICSW).
Adapun definisi pekerjaan sosial menurut IFSW adalah profesi yang mempromosikan perubahan sosial, pemecahan masalah terkait kemanusiaan, serta pemberdayaan dan pembebasan manusia, untuk meningkatkan kesejahteraan.
IFSW menjelaskan pula, pekerjaan sosial menggunakan teori-teori perilaku manusia dan sistem sosial guna melakukan intervensi di titik-titik interaksi manusia dan lingkungannya. Prinsip-prinsip hak asasi manusia dan keadilan sosial juga merupakan prinsip dasar bagi pekerjaan sosial.
Teori-teori Pekerjaan Sosial Menurut para Ahli
Pekerjaan sosial mulai dikaji secara akademik sejak tahun 1898. Saat itu, kelas pekerjaan sosial untuk pertama kalinya dibuka oleh Universitas Columbia. Salah satu pelopor pekerjaan sosial di Amerika Serikat, yakni Jane Addams menjadi perempuan AS pertama yang meraih hadiah Nobel Perdamaian, yakni pada 1931.
Hingga kini bidang pekerjaan sosial terus berkembang dan dikaji di seluruh dunia. Bidang ini jadi disiplin akademik sekaligus profesi berbasis praktik.
Merujuk pada artikel dalam Share Social Work Journal (2014), karena pekerjaan sosial merupakan ilmu terapan, teori-teorinya tidak terpisahkan dengan praktik pekerja sosial. Sebaliknya, aktivitas pekerja sosial tidak dapat pula dilepaskan dari teori yang mendasarinya.
Pekerjaan sosial selama ini tidak hanya mengandalkan teori dari disiplin itu sendiri. Bidang ini pun mengadopsi sejumlah teori dari ilmu-ilmu murni, seperti sosiologi, psikologi, ekonomi, antropologi, biologi, medis, hukum, dan lain sebagainya.
Dikutip dari sejumlah sumber, salah satunya publikasi University of Nevada Reno, berikut sejumlah teori pekerjaan sosial dan metode yang diterapkan di bidang ini hingga sekarang.
1. Teori Psikososial (Psychosocial Theory)
Teori psikososial, yang dikembangkan Erik Erikson pada 1950-an menyediakan salah satu prinsip utama dalam pekerjaan sosial. Hipotesis dasar Teori Psikososial adalah pemahaman bahwa setiap orang mengembangkan kepribadian secara bertahap, berdasarkan lingkungan dan hubungannya dengan keluarga maupun masyarakat.
Sebagai anak-anak, remaja dan orang dewasa, manusia melewati sejumlah tahap yang berurutan, seperti memperoleh otonomi, inisiatif, identitas, kreativitas, dan kapasitas membangun hubungan secara dekat dengan manusia lain.
Namun, di setiap tahap itu, ada kemungkinan seseorang malah mengembangkan kapasitas yang sebaliknya, seperti ketidakpercayaan pada orang lain, rasa malu, rasa bersalah, terisolasi, hingga inferioritas dan keputusasaan. Fenomena seperti ini bisa ditemukan dalam banyak kasus perilaku menyimpang di kalangan anak-anak dan remaja.
Teori psikososial berguna bagi para pekerja sosial karena menyediakan perspektif untuk melihat tahapan perkembangan orang-orang yang sedang mereka tangani. Dengan begitu, pekerja sosial bisa memahami lebih jauh tantang yang sedang dialami oleh "klien" mereka.
2. Teori Sistem (Systems Theory)
Teori sistem memberikan perpektif untuk memahami mengapa seseorang berperilaku dengan cara tertentu. Pekerja sosial dapat menyelidiki semua faktor yang memengaruhi atau telah dipengaruhi oleh klien mereka. Dengan begitu, para pekerja sosial bisa mendapatkan gambaran terang tentang apa yang mendorong perilaku dan pilihan klien mereka.
Teori Sistem didasari oleh hipotesis bahwa manusia merupakan produk dari sistem yang kompleks, bukan individu yang bertindak betul-betul mandiri. Menurut teori ini, perilaku manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor yang bekerja sama sebagai suatu sistem. Faktor-faktor ini termasuk keluarga, teman, pengaturan sosial, struktur agama, kelas ekonomi, dan lingkungan rumah, yang semuanya dapat mempenaruhi bagaimana individu bertindak dan berpikir.
Teori Sistem menyediakan perspektif bagi pekerja sosial saat menangani individu yang mengalami gangguan perilaku makan, depresi, kecemasan, trauma, masalah perilaku berisiko, dan berbagai problem lainnya. Pekerja sosial dapat mengidentifikasi masalah sistemik yang mendorong perilaku bermasalah itu.
3. Teori Kelekatan (Attachment Theory)
Teori kelekatan (Attachment Theory) termasuk salah satu teori paling populer yang menyediakan kerangka kerja bagi pekerja sosial untuk memahami perilaku manusia. Teori ini menyatakan bahwa bayi memiliki perilaku bawaan untuk memastikan orang tua memenuhi kebutuhan mereka.
Perilaku bawaan bayi itu seperti menangis, melakukan kontak mata, menempel, serta tersenyum. Pola asuh yang sehat memungkinkan seorang anak membangun kepercayaan diri. Namun, ketika kelekatan dengan orang tua tidak maksimal, anak-anak mengembangkan perilaku maladaptif yang berdampak buruk pada perkembangan mereka.
4. Teori Perilaku (Behavioral Theory)
Teori perilaku (behaviorisme) menyatakan, manusia mempelajari perilaku melalui pengkondisian. Seseorang melakukan tindakan atas dasar pemahaman terhadap konsekuensinya.
Pekerja sosial sering menggunakan teknik terapi perilaku untuk merawat pasien. Misalnya, terapis dapat menggunakan teknik pengkondisian untuk membantu klien memodifikasi perilaku yang tidak diinginkan. Teori perilaku sering digunakan bersama dengan komponen kognitif untuk membentuk perawatan terapi perilaku kognitif.
5. Teori Kognitif (Cognitive Theory)
Teori kognitif menyatakan, respons emosional berasal dari proses berpikir. Para pekerja sosial bisa menggunakan perspektif dari teori kognitif untuk membantu pasien mengidentifikasi pikiran yang memicu perilaku tertentu. Mereka dapat membantu pasien membingkai ulang proses pemikirannya untuk menghilangkan perilaku negatif.
6. Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavioral Therapy)
Pekerja sosial bisa menggunakan terapi perilaku kognitif untuk membantu klien membingkai ulang atau membatasi perilaku negatif. Dengan metode terapi perilaku kognitif, pekerja sosial memiliki kemampuan membimbing individu untuk memahami perilakunya, termasuk proses berpikir yang mengarah ke sana. Terapi ini berguna untuk mengatasi masalah kecemasan, depresi, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), hingga gangguan stres pasca-trauma (PTSD).
7. Teori Motivasi (Motivational Theory)
Apa yang mendorong seseorang untuk bertindak? Banyak jenis teori motivasi berusaha menjawab pertanyaan itu. Salah satu yang paling terkenal adalah Teori Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow.
Teori Maslow menyatakan bahwa hanya saat kebutuhan yang paling mendesak (makanan, tempat tinggal, keamanan) telah terpenuhi, orang akan mencari tujuan lebih tinggi (cinta, pembelajaran, seni).
Salah satu contoh implementasi teori motivasi ialah wawancara motivasi. Dalam teknik ini, seorang pekerja sosial mengarahkan klien untuk mengelola perubahan. Teknik ini bersifat kolaboratif, serta dapat diterapkan dalam berbagai kondisi.
8. Teori Pemberdayaan (Empowerment Theory)
Teori pemberdayaan merupakan prinsip utama dalam Kode Etik Asosiasi Pekerja Sosial Nasional AS (Association of Social Workers/NASW). Prinsip pemberdayaan menjadi bagian dari komitmen para pekerja sosial untuk mewujudkan keadilan sosial.
Teori pemberdayaan menyatakan bahwa para pekerja sosial harus mendukung individu maupun komunitas untuk bersolidaritas, membangun koneksi, melawan ketidakadilan, serta menciptakan organisasi akar rumput.
Dengan demikian teori pemberdayaan agak mirip dengan teori konflik. Teori ini memuat semangat moral mengubah masyarakat ketimbang sekadar membantu individu maupun kelompok yang jadi subyek pelayanan pekerja sosial.
9. Pendekatan Berpusat pada Tugas (Task-Centered Model)
Kombinasi sejumlah teori dan metode dalam bidang pekerjaan sosial menyediakan perangkat yang efektif mendukung kerja-kerja para pekerja sosial. Salah satunya pendekatan yang berpusat pada tugas.
Pendekatan ini bisa digunakan oleh pekerja sosial untuk membantu klien mereka mengembangkan keterampilan dalam memecahkan masalah. Tujuan dari pendekatan ini adalah mendorong individu yang sedang menghadapi masalah mampu secara mandiri untuk mengatasinya.
Dalam praktik pendekatan ini, para pekerja sosial memandu klien melalui lima tahap pemecahan masalah: (1) mendefinisikan masalah, (2) bertukar pikiran dan menjalankan skenario, (3) memilih solusi, (4) menerapkan solusi, dan (5) menganalisis seberapa baik solusi itu bekerja.
Model yang berpusat pada tugas mungkin tampak sederhana, tetapi seperti yang sering ditemukan oleh pekerja sosial, belajar megatasi masalah secara efektif lebih sulit daripada yang dipikirkan.
10. Intervensi Krisis (Crisis Intervention)
Intervensi krisis merupakan salah satu metode yang juga mendasari banyak praktik pekerja sosial saat ini. Situasi krisis yang dimaksud seperti bencana alam dan pandemi.
Pekerja sosial memakai teknik dan metodologi intervensi krisis untuk merawat dan menstabilkan kesehatan mental orang-orang yang terdampak krisis. Fokus aktivitas mereka di rumah sakit dan pusat-pusat layanan kesehatan lainnya, hingga lokasi pengungsian.
Contoh praktik intervensi krisis ialah merawat warga terdampak bencana yang sedang sakit atau mengalami masalah kesehatan mental. Pekerja sosial juga bisa melakukan intervensi krisis dengan membantu komunitas terdampak untuk mendapatkan akses bantuan yang mereka butuhkan.
11. Metode Naratif (Narrative Method)
Metode naratif mengakui bahwa kita semua menceritakan kisah tentang diri kita sendiri dan orang lain. Pekerja sosial menggunakan metode terapi naratif untuk membantu klien mengungkap kisah dan identitas mereka.
Teknik naratif dapat membantu seseorang mengubah persepsi tentang dirinya dari sosok yang tak berharga, semisal penjahat, menjadi figur yang lebih bermakna. Metode ini berfokus mendorong seseorang lebih menghargai kehidupannya dan berkomitmen untuk belajar dari kesalahan.
Metode ini terbukti membantu banyak orang mengubah perilaku yang pernah membikin kehidupan mereka terpuruk. Karena itu, pekerja sosial pun kerap memakainya untuk membantu klien mereka bangkit dan termotivasi menjadi lebih baik.
12. Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory)
Teori Pembelajaran Sosial dikembangkan oleh Albert Bandura pada pertengahan abad 20. Teori ini memuat pendangan bahwa proses pembelajaran terjadi melalui pengamatan dan peniruan. Perilaku baru seseorang akan terus berlanjut jika senantiasa diperkuat.
Teori Bandura ini menekankan pentingnya proses mengamati, mencontoh, dan meniru tindakan, sikap, dan reaksi emosional orang lain dalam pembentukan perilaku seseorang. Melalui teori ini, Bandura memberi bukti bahwa faktor lingkungan dan kognitif saling berinteraksi dalam membentuk perilaku manusia.
Di sebagian aspek, Teori Pembelajaran Sosial memang selaras dengan behaviorisme, tapi Bandura memberikan 2 catatan tambahan. Menurut dia, proses mediasi terjadi karena ada rangsangan dan tanggapan. Tambahan yang lain, bahwa perilaku dipelajari dari lingkungan melalui proses belajar observasional.
Penulis: Mohamad Ichsanudin Adnan
Editor: Addi M Idhom