Menuju konten utama

Limbah Beracun Membuat Kecerdasan Anak Menurun

Tinggal di dekat tempat pembuangan sampah sangat berbahaya. Bagi anak, sampah bisa menurunkan kecerdasan dan membuat hiperaktif. Belum lagi ancaman gangguan sistem saraf.

Limbah Beracun Membuat Kecerdasan Anak Menurun
Seorang ibu dan anaknya bermain di rumahnya di kampung pemulung daerah Rawa Kucing, Neglasari, Tangerang, Banten. ANTARA FOTO/Lucky R

tirto.id - Gumpalan asap itu melayang di langit seperti segerombolan besar serangga. Ia membayang-bayangi kawasan di bawahnya dan, perlahan, turun ke atap-atap dan sawah-sawah dan tanah, menyusup ke jendela dan lubang-lubang angin, menyentuh dan menyelimuti apa saja, mengubah setiap warna menjadi abu-abu tua.

“Baunya seperti plastik terbakar,” ujar Suharti, salah seorang penghuni kawasan tersebut.

Mata perih, mual, dan pusing adalah sebagian akibat yang mereka rasakan segera setelah terpapar asap tersebut.

Seorang warga lain berkata: "Kami kesal. Asap itu membuat kami sulit bernapas dan terkena penyakit.”

Itu bukan cerita wabah kiriman Tuhan di Mesir Kuno yang dituturkan ulang, melainkan peristiwa sungguhan yang terjadi setiap hari di Kecamatan Talang, Tegal, Jawa Tengah.

Asap itu berasal dari cerobong pabrik-pabrik daur ulang aki dan ia mengandung sejumlah limbah beracun, terutama debu timbel yang berbahaya bagi otak manusia.

Mei lalu, Richard C. Paddock dari National Geographic (didukung oleh Pulitzer Center on Crisis Reporting) menuliskannya dalam laporan berseri tentang ancaman polutan beracun terhadap masyarakat Indonesia.

Di kawasan itu ada tiga pabrik peleburan aki. Ketiganya, ujar Paddock, bekerja tanpa izin dan mengabaikan standar kelayakan. "Cerobong-cerobong pabrik itu bahkan tidak memakai saringan untuk menahan debu timbel dan limbah beracun yang lain tersebar ke udara,” tulisnya.

Memang pada mulut cerobong ada talang yang menyemprotkan air ke asap, tapi, katanya, cara itu nyaris tak berguna dalam menangkap debu timbel. Asap tetap akan membawa limbah itu berkeliling dan menjatuhkannya seperti awan menjatuhkan gerimis.

World Health Organization (WHO) mencatat setiap tahun paparan timbel mengakibatkan 600 ribu kasus baru disabilitas intelektual pada anak. Tidak ada garis aman, sebab dalam dosis kecil sekalipun ia dapat mencederai otak secara serius; dan cedera itu kerap kali tak tersembuhkan.

“Selain mengalami penurunan IQ, anak-anak yang terpajan timbel punya peluang lebih besar terkena attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) serta mengidap perilaku kriminal dan antisosial,” tulis Bruce Lanphear, pakar paparan timbel dan pengajar di Fakultas Ilmu Kesehatan Simon Fraser University, Kanada.

Sebuah riset yang diterbitkan jurnal Environmental Health Perspectives pada Mei lalu menengarai bahwa di India, Filipina, dan Indonesia ancaman pajanan limbah beracun terhadap kesehatan bahkan lebih besar ketimbang malaria.

Malaria merampas 725 ribu tahun hidup sehat dari populasi gabungan—1,6 miliar manusia—ketiga negara, sedangkan timbel, asbestos, hexavalent chromium, dan limbah beracun lainnya melahap 829 ribu tahun hidup sehat dari sekitar 8,6 juta orang di sekitar 373 pelimbahan beracun yang diteliti tim tersebut.

“Di negara-negara berkembang, penelitian-penelitian itu hanya menyentuh puncak gunung es,” ujar William Suk dari National Institute of Environmental Health kepada Science News. “Itu membuatku takut setengah mati.”

Kemungkinan, terdapat 5 ribu pelimbahan beracun yang belum diteliti dan 35 juta orang lain yang terancam di India, Filipina, dan Indonesia, dengan usia hidup sehat yang berisiko terampas mencapai 4,3 juta tahun.

Di Indonesia, sejumlah kasus pencemaran terparah melibatkan timbel. Lembaga pemerhati kesehatan lingkungan Pure Earth (dulu bernama Blacksmith Institute) bahkan secara khusus menunjuk tempat-tempat peleburan aki sebagai pelimbahan beracun paling buruk di Indonesia.

Tapi, tidak semua orang menganggap hal itu penting. Daniel Rizal, manajer pabrik peleburan aki Garuda Jaya yang beroperasi di Talang, menyatakan bahwa perusahaan yang mempekerjakannya sengaja pindah ke kawasan itu karena tidak ada aturan terkait pengolahan timbel.

Di kecamatan yang sama, ada sebuah desa bernama Pasarean. Tanah dan air sungai dan apa saja di dalamnya berwarna abu-abu dan tercemar timbel. Sampai 2011, desa itu adalah pusat peleburan aki rumahan.

Tes yang dilakukan Pure Earth menunjukkan rata-rata kadar timbel dalam darah warga Pasarean adalah 39,3 mikrogram per desiliter, jauh lebih tinggi ketimbang batas maksimum (5 mikrogram per desiliter) yang ditetapkan U.S. Centers for Disease Control and Prevention untuk melindungi anak-anak dari gangguan sistem saraf.

“Saya malah lebih khawatir pemerintah menutup bisnis kami,” ujar Rizal kepada Paddock. “Saya punya keluarga....”

Dari langit, debu timbel turun ke atap-atap dan sawah-sawah dan tanah seperti gerimis. Sesekali, Lut Putra Solder, perusahaan pemilik Garuda Jaya dan dua pabrik peleburan aki lain di kawasan itu, membagikan susu dan beras secara kepada penduduk di sekitarnya.

Baca juga artikel terkait KESEHATAN atau tulisan lainnya dari Dea Anugrah

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Dea Anugrah
Penulis: Dea Anugrah
Editor: Maulida Sri Handayani