tirto.id - Pada pertengahan abad ke-19, wilayah California, Amerika Serikat, mendadak gempar. Seorang operator pengolahan kayu bernama James W. Marshall menemukan bongkahan emas di sekitar sungai dekat tempatnya bekerja. Berita penemuan emas itu segera saja tersebar luas hingga daerah-daerah sekitar California.
Tiba-tiba sekitar 300 ribu orang berdatangan dari seluruh Amerika—bahkan juga luar negeri. Fenomena ini kemudian menjadi salah satu faktor pendorong berkembangnya California menjadi salah satu negara bagian Amerika Serikat.
Di antara ratusan ribu orang itu, ada satu anak muda bernama Levi Strauss yang datang dari Jerman bersama ibu dan dua adik perempuannya.
Meski datang di masa yang dikenal sebagai California Gold Rush itu, keluarga Strauss tidak serta merta cari peruntungan dari emas. Dua kakak Levi yang lebih dulu datang ke Amerika Serikat justru bekerja sebagai penjual barang-barang keperluan sehari-hari, seperti selimut, panci, dan pakaian.
Levi Strauss lahir pada 26 Februari 1829 di Buttenheim, Kerajaan Bavaria—sekarang bagian dari Jerman. Levi datang ke Amerika Serikat saat usianya baru 18 tahun. Sebagai anak yang terlahir di keluarga pedagang Yahudi, dia memilih bekerja sebagai pedagang keliling dan pengantar pesanan di perusahaan J. Strauss & Co. yang didirikan kakaknya di New York.
Bisnis keluarga Strauss itu terbilang mulus. Penjualan selalu meningkat sehingga ia bisa melakukan ekspansi bisnis. Untuk itu, Levi sendiri kemudian dikirim untuk membuka dan mengurus keagenan di Louisville, Kentucky.
Pada 1853, Levi memutuskan untuk menjadi warga negara Amerika Serikat. Dalam dokumen kewarganegaraannya yang baru, Levi mencantumkan alamat 165 Houston Street sebagai tempat tinggalnya di New York. Alamat itu juga menjadi alamat surat bagi Jonas Strauss—kakaknya yang lain—dan perusahaan J. Strauss & Brother Dry Goods miliknya.
Setelah menjadi warga Amerika Serikat, Levi dipercaya keluarganya untuk menjadi penanggung jawab penuh urusan bisnis di wilayah Barat (West Coast). Setelah beberapa perundingan internal, keluarga Strauss memutuskan untuk membuka keagenan di San Francisco, California, pada 1854.
Di jantung komersialisasi penambangan emas itu, Levi membuka bisnisnya dengan nama perusahaan baru: Levi Strauss & Co. Sebermula, ia menjalankan bisnis penjualan perantara yang memasarkan produk perusahaan kakaknya, mulai dari pakaian, perlengkapan kamar tidur, sapu tangan, hingga sisir.
Lahirnya Jeans Levi’s
Perkembangan bisnis baru itu rupanya berjalan lambat. Produk-produknya tak terlalu laris karena tidak cocok untuk segmen warga penambang emas. Para pekerja tambang emas di sana umumnya tidak terlalu sering membeli barang kebutuhan sekunder. Untungnya, Levi mampu membaca gelagat itu dan mau mendengarkan keluhan warga penambang emas.
Salah satu keluhan yang paling sering didengarnya adalah rasa frustasi para pekerja yang kesulitan bergerak di tambang. Usut punya usut, hal itu disebabkan oleh celana mereka yang bahannya mudah rusak.
Mengetahui hal itu, Levi segera menghubungi Jacob Davis, seorang penjahit yang dikenalnya cukup mahir. Levi minta Jacob membuat celana dari bahan yang nyaman dipakai sekaligus tahan lama. Levi dan Jacob kemudian bersama mencari jenis kain yang ideal bagi pekerja tambang.
Jacob yang imigran Latvia itu rupanya adalah pelanggan yang biasa membeli kain dari Levi. Jadi, tak heran jika keduanya mudah bekerja sama. Jacob pun rupanya sering dapat keluhan karena celana buatannya mudah rusak.
Levi percaya pada Jacob karena dia memang terampil. Selain baju dan celana, Jacob juga bisa membuat segala kebutuhan luar ruang, seperti tenda, selimut kuda, hingga tirai kereta kuda. Berkat kemampuannya itu, Jacob pun mendapat sponsor dari sebuah perusahaan tambang untuk memproduksi pakaian untuk para pekerjanya.
Setelah beberapa kali mencoba, mereka berdua akhirnya berhasil membuat produk celana berbahan denim yang kuat. Mereka menyebut celana itu waist overalls. Sesuai namanya, celana itu bisa dipakai untuk segala keperluan dalam frekuensi yang sering.
Karena ketahanannya, celana denim itu jadi favorit para pekerja tambang dan segera diasosiasikan sebagai celananya kelas pekerja. Meski begitu, celana denim itu masih punya satu kelemahan, yakni mudah robek di bagian-bagian sambungannya.
Tentu saja, pelanggan kembali mengeluhkannya. Tapi, saat itulah Jacob dapat ide untuk menambahkan rivet—logam kecil yang berfungsi menyatukan dua bahan denim—di ujung-ujung sambungannya agar tidak mudah rusak.
Aplikasi rivet itu akhirnya menjadi salah satu ciri khas celana jeans denim. Rivet pun memainkan peran penting dalam perkembangan celana jeans hingga sekarang.
Rebecca Pickard dalam artikelnya “Do You Know the Story Behind Little Rivets on Your Jeans?” menyebut bahan denim memang membuat celana jeans lebih tahan lama. Tapi, penggunaan rivet-lah yang membuat celana jeans jadi celana khas para pekerja dan kemudian juga menjadi salah satu aspek penting dalam perkembangan sejarah pakaian.
Pada 1872, Levi dan Jacob memutuskan membangun kemitraan untuk mengembangkan bisnis celana jeans denim itu. Bersama mereka kemudian mendaftarkan hak paten untuk produk jeans berrivet itu. Tak lama kemudian, produknya mendapat paten dengan nomor 139,121 pada 1873.
Tak hanya itu, mereka sekaligus memperoleh penghargaan “Improvement in fastening pocket-openings” dan menjadi perusahaan pertama yang memproduksi celana jeans dengan rivet.
“Levi Strauss & Company adalah satu-satunya perusahaan yang diperbolehkan memproduksi celana jeans dengan rivet sampai masa berlaku aturan itu habis pada 1890. Setelah itu, ratusan perusahaan lain mulai mengimitasi produk jeans dengan rivet itu,” kata Nancy Robinson Masters dalam bukunya Jeans (2008, hlm. 8).
Keturunan Yahudi yang Membangun American West
Celana jeans untuk kelas pekerja itu kemudian menjadi tren baru di San Fransisco. Popularitasnya meningkat drastis sejak dipakai oleh para pekerja pabrik dan pekerja perkebunan. Sebutan waist overalls pun akhirnya diubah menjadi Levi’s seturut nama merek dagangnya.
Sejak sekira 1890-an, celana jeans telah menjadi ikon fesyen dan budaya American West. Para koboi yang bekerja di perkebunan dan peternakan wilayah Barat semakin identik dengan jeans. Karena hal itu pula, sebutan “jeans” lantas mengalami perluasan makna: dari sekedar celana ke segala jenis pakaian maupun aksesoris berbahan denim.
Levi pun jadi jutawan berkat produknya itu dan—sebagaimana kebanyakan jutawan lainnya—dia menjadi seorang filantrop. Lain itu, Levi menjadi anggota Reform Branch of Judaism. Dia juga tercatat menjadi pendukung berdirinya Congregation Emanu-El, sinagoge Yahudi pertama di San Fransisco.
“Kisah sukses orang Yahudi yang paling menonjol di Barat adalah kisah Levi Strauss. Semula, dia adalah penduduk asli Bavaria yang kemudian menjadi pemimpin komunitas Yahudi di San Fransisco pada 1800-an,” tulis Adi Eshman dalam artikelnya yang terbit di Times of Israel.
Sebagai dermawan, Levi menyumbangkan kekayaannya pada berbagai acara amal dan mendirikan Levi Strauss Foundation pada 1897. Dana yang terkumpul dari lembaga itu lantas didonasikannya sebagai dana beasiswa pada University of California, Berkeley.
Levi Strauss meninggal pada 26 September 1902—tepat hari ini 119 tahun yang lalu. Pada 1994, namanya masuk dalam daftar Hall of Great Westerners di National Cowboy & Western Heritage Museum.
Editor: Fadrik Aziz Firdausi