Menuju konten utama

LBH Apik Pertanyakan Penegak Hukum Terkait Vonis Korban Perkosaan

Direktur LBH Apik Veni Siregar menyampaikan, Diklat Terpadu yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) layak dievaluasi.

LBH Apik Pertanyakan Penegak Hukum Terkait Vonis Korban Perkosaan
Ilustrasi korban perkosaan. Getty Images/iStockophoto

tirto.id - Direktur LBH Apik Veni Siregar menyampaikan, Diklat Terpadu yang diselenggarakan oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) layak dievaluasi. Hal ini, terkait dengan kasus WA, 15 tahun, korban perkosaan yang dipidana karena melakukan aborsi. Menurut Veni, masih ada aparat penegak hukum yang belum memahami Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

“Apakah hakim, jaksa dan polisi yang terlatih itu benar sudah punya perspektif perlindungan terbaik bagi anak? Maka harus dievaluasi,” kata dia di Jakarta, Minggu (5/8/2018).

Veni menambahkan, kasus yang dialami WA, anak korban perkosaan yang justru berhadapan dengan hukum, sangatlah fatal. Seharusnya penuntut umum dan majelis hakim mampu melihat bahwa tidak ada pertanggungjawaban pidana yang dapat dibebankan kepada WA.

“Dalam kasus kekerasan terhadap anak, jaksa dan hakim yang mengerti tentang anak. Karena mereka sudah paham tentang Undang-Undang SPPA,” terang Veni.

Dia meminta agar presiden dan jajarannya dapat turut mengevaluasi kasus ini sehingga kejadian serupa tidak terulang.

Selain itu, Veni menambahkan tidak ada pembuktian dalam persidangan yang dapat memastikan bahwa bayi yang ditemukan merupakan anak milik WA. Dalam visum et repertum, juga tidak diketahui penyebab kematian pada bayi.

Veni berpendapat dalam perkara ini semestinya hakim berpedoman pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum.

Pada kebijakan itu tertulis bahwa hakim wajib menggali rasa keadilan guna menjamin putusan yang berkeadilan. Dikaitkan dengan kasus ini, lanjut dia, artinya majelis hakim sebaiknya juga menimbang aspek psikologis WA sebelum memvonis.

Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 175 Tahun 2014 tentang Pendidikan dan Latihan Terpadu bagi Penegak Hukum dan Pihak Terkait Mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak pada 1 Desember 2014. Perpres ini merupakan amanat Pasal 92 ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA.

Diklat tersebut bertujuan pada meningkatnya pengetahuan dan kompetensi yang sama bagi penegak hukum dan pihak terkait tentang hak-hak anak, keadilan, restoratif, dan diversi dalam SPPA terkait penanganan anak yang berhadapan dengan hukum.

Penyelenggaraan Diklat Terpadu dilaksanakan oleh Kemenkumham. Selain itu, diklat dapat dilakukan oleh instansi penegak hukum yang berkoordinasi dengan Kemenkumham.

Peserta diklat di antaranya penyidik anak, penuntut umum anak, hakim anak, pembimbing kemasyarakatan, advokat, pemberi bantuan hukum, petugas Lembaga Penempatan Anak Sementara, petugas Lembaga Pembinaan Khusus Anak, petugas Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, serta pekerja sosial profesional atau tenaga kesejahteraan sosial.

Baca juga artikel terkait PERKOSAAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fitra Firdaus