Menuju konten utama

Larangan Sawit Indonesia ke Eropa Tak Hanya Soal Lingkungan

Resolusi parlemen Uni Eropa yang melarang kelapa sawit Indonesia masuk ke wilayah kawasan itu terlalu sederhana jika hanya karena masalah lingkungan hidup.

Larangan Sawit Indonesia ke Eropa Tak Hanya Soal Lingkungan
Pekerja memperlihatkan biji buah sawit di salah satu perkebunan sawit di Topoyo, Kabupaten Mamuju Tengah, Sulawesi barat, Sabtu (25/3). ANTARA FOTO/Akbar Tado.

tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan resolusi parlemen Uni Eropa yang melarang kelapa sawit Indonesia masuk ke wilayah kawasan itu terlalu sederhana jika hanya karena masalah lingkungan hidup.

Hal itu disampaikan Darmin seusai menerima kunjungan delegasi parlemen Uni Eropa di Jakarta, Rabu, untuk membahas perkembangan ekonomi maupun pengelolaan komoditas kelapa sawit Indonesia. Darmin didampingi oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartanto dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menerima kunjungan tersebut.

"Kami menyadari bahwa tentu ada perbedaan cara melihat, tapi masing-masing sudah menyampaikan pemikiran dan pandangannya bahwa bagi Indonesia, persoalan lingkungan terlalu sederhana dikaitkan dengan satu komoditi," kata Darmin.

Darmin menilai larangan kelapa sawit Indonesia ke Eropa tersebut terjadi karena belum ada diskusi yang mendalam antara pemerintah Indonesia dengan parlemen Uni Eropa terkait pengelolaan dan pemanfaatan komoditas itu bagi masyarakat.

"Concern kami adalah parlemen Uni Eropa melihat dari sisi yang lebih luas. Bahwa ada kekurangan di dalam, kita sudah menjalani dan terus menjalankan perbaikan, sehingga kita bisa menerima hubungan ini di masa depan," katanya.

Darmin mengatakan diskusi lanjutan mengenai keberlangsungan kelapa sawit Indonesia dengan parlemen Uni Eropa, akan dilakukan pemerintah di Kantor Pusat Uni Eropa, Brussels, Belgia, pada Juli 2017.

"Kita tentu akan terus berdialog. Nanti pihak Indonesia akan ke Brussels juga untuk berdiskusi dan melakukan presentasi lagi. Seperti ini tidak bisa sekali disampaikan terus selesai. Ini semua bagian dari dialog dan diskusi," ungkapnya.

Meski belum tentu nantinya muncul keputusan yang mengikat, namun Darmin menegaskan diskusi dengan parlemen Uni Eropa harus dilakukan untuk menyamakan cara pandang terkait persoalan kelapa sawit Indonesia.

"Belum ada usulan konkret, masih harus ada dialog lanjutan. Seperti disampaikan pimpinan delegasi Eropa, mereka juga menyadari bahwa ada banyak kesalahpahaman selama ini. Jangan mengharapkan sekali bertemu, selesai semua persoalan," katanya.

Juru bicara delegasi parlemen Uni Eropa Sajjad Karim mengatakan pertemuan dengan pemerintah Indonesia dilakukan untuk menyelesaikan berbagai kesalahpahaman yang terjadi terkait pengelolaan industri kelapa sawit.

"Sudah terlihat jelas, ada kesalahpahaman yang perlu diluruskan dari perspektif kami, Uni Eropa, terhadap industri kelapa sawit di Indonesia. Kami mengharapkan kunjungan ini telah memberikan pencerahan dari sudut pandang Uni Eropa," katanya.

Karim mengharapkan pertemuan maupun berbagai diskusi yang telah dilakukan bisa menjadi landasan penting untuk mendorong penyelesaian perundingan Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) Indonesia dengan Uni Eropa.

"Kami merasa pertemuan hari ini bisa mendorong pembahasan politik yang lebih dinamis terkait negosiasi CEPA, karena ini bisa menjadi win-win solution bagi Uni Eropa dengan Indonesia," ungkapnya.

Karim mengharapkan berbagai informasi baru yang didapatkan bisa mendukung jalannya proses perundingan Indonesia dan Uni Eropa yang dilakukan di masa mendatang, agar mampu menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Sebelumnya, delegasi Tim Komite Perdagangan Internasional (INTA) parlemen Uni Eropa ini mengunjungi Riau dan melakukan kunjungan ke perkebunan kelapa sawit untuk memberikan wawasan mengenai pengembangan kelapa sawit di Indonesia.

Delegasi ini juga melakukan diskusi dengan koperasi petani kelapa sawit serta mendengar secara langsung mengenai upaya kerja sama swasta dengan petani kecil dalam mengembangkan kelapa sawit yang berkelanjutan.

Kemudian, delegasi ini melakukan kunjungan ke DPR dan memberikan penjelasan bahwa resolusi parlemen Uni Eropa mengenai "Report on Palm Oil Deforestation of Rainforest" bersifat tidak mengikat dan tidak berkekuatan hukum tetap.

Parlemen Uni Eropa dan DPR juga sepakat bahwa Eropa dan Indonesia saling membutuhkan untuk mendukung penyelesaian perundingan CEPA di tingkat parlemen serta fokus untuk melanjutkan kerja sama dalam bidang pertanian.

Dalam kesempatan itu, DPR memberikan pernyataan agar Eropa tidak khawatir dengan perkembangan kelapa sawit di Indonesia, karena Indonesia berkomitmen untuk melaksanakan hasil kesepakatan COP 21 (Konferensi Perubahan Iklim) di Paris pada 2015.

Selama ini, Indonesia telah mengembangkan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang dijalankan secara mandatory bagi seluruh perkebunan sawit, meski saat ini standar tersebut belum diakui secara internasional.

Para pelaku industri terus membuka diri untuk meningkatkan substansi dan pemanfaatan ISPO agar mendapat pengakuan dunia, terutama dari Uni Eropa yang saat ini merupakan importir kelapa sawit terbesar kedua bagi Indonesia.

Baca juga artikel terkait HUBUNGAN BILATERAL atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri