tirto.id - Kapal Ponton Woodman 37 yang mengangkut batu bara terdampar dan muatannya tumpah ke perairan Masalembu, Sumenep, Jawa Timur. Kejadian ini sudah terjadi sejak akhir Januari 2022 atau hampir dua bulan.
Warga telah melaporkan hal ini ke Dinas Kelautan Provinsi Jawa Timur (Jatim), Dinas Lingkungan Hidup, dan bagian Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), namun menurut mereka malah diabaikan.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jatim, Wahyu Eka Setyawan mengatakan, mereka menyesalkan tidak adanya tanggapan dari Dinas Kelautan dan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur atas dugaan pencemaran laut tersebut.
“Bahkan sikap Dinas Lingkungan yang menyebut laporan itu bukan domain mereka justru menunjukkan kinerja yang buruk. Padahal pencemaran mengancam lingkungan hidup dan telah menghambat mata pencaharian nelayan Masalembu,” ujar Wahyu melalui rilis yang diterima Tirto pada Kamis (24/3/2022).
Tumpahan batu bara itu menyebabkan perubahan pada warna air laut dan nelayan tidak bisa mencari ikan di lokasi kapal yang kandas karena itu merupakan wilayah tangkap mereka.
Terkait pengabaian atas laporan warga, dalam waktu dekat WALHI bersama masyarakat Masalembu akan mengirimkan surat ke Dinas Lingkungan Hidup dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur, serta Gakkum Jawa Bali Nusa Tenggara untuk bergerak mengusut dugaan pencemaran pesisir perairan Masalembu ini.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, Abdul Wachid Habibullah mengatakan, pengabaian laporan masyarakat itu menunjukkan perlindungan lingkungan hidup masih belum menjadi prioritas.
Serta semakin menunjukkan implementasi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) belum sepenuhnya dijalankan.
“Apalagi ke depan dengan adanya UU Cipta Kerja, maka akan ada reduksi dari UU PPLH dalam hal pencegahan dan perlindungan. Sehingga kejadian serupa mungkin akan semakin sering dan risiko kerusakan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil akan semakin rentan,” kata Abdul.
Warga Pulau Masalembu, Haerul Umam, bersama elemen lainnya yang memperoleh informasi pada 15 Maret 2022, berinisiatif mengecek langsung ponton yang kandas. Mereka sempat mengabadikan kondisi tongkang siang harinya, di mana ada 2 kapal ponton yang terdampar termasuk Woodman 37.
Menurut keterangan warga, satu ponton lain sudah memindahkan muatan batu baranya ke kapal tongkang bantuan yang baru datang. Tak jauh dari ponton itu, ada dua kapal tugboat yakni dengan nama lambung Dolphin dan Fortune.
Pada 18 Maret 2022, Haerul bersama warga kembali ke lokasi dan menemukan Kapal Ponton Woodman 37 telah karam setengah, sementara muatannya sudah tidak ada. Mereka melihat ada banyak bekas tumpahan batu bara di perairan sekitarnya.
Kata warga, mereka telah melaporkan kasus tumpahan batu bara ini ke Dinas Kelautan Provinsi Jatim namun tidak ada tanggapan. Mereka lalu melapor ke Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur, tetapi bukannya direspons cepat terkait pencemaran laut ini, warga malah diarahkan untuk membuat laporan ke bagian Gakkum Kementerian LHK.
Tiga hari kemudian atau pada 21 Maret 2022, Haerul menyampaikan surat aduan kepada Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian LHK secara daring. Dalam surat aduan tersebut, dia menyampaikan bahwa banyak nelayan yang melaut di perairan Masalembu mengeluh karena air laut menjadi hitam akibat tumpahan batu bara dari kapal tersebut.
Haerul meminta aparat penegak hukum dapat segera melakukan penanggulangan agar tumpahan batu bara tidak semakin mencemari perairan Masalembu. Selain itu, dia juga menuntut agar aparat penegak hukum dapat menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan yang menjadi pemilik Kapal Ponton Woodman 37 tersebut.
“Dari kronologi ini, Ponton Woodman 37 ini telah terdampar hampir dua bulan lamanya. Namun tidak ada tindakan atas kemungkinan tercemarnya perairan akibat tumpahan batubara ke dasar perairan,” jelas Haerul.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Fahreza Rizky