Menuju konten utama

Vaksin Booster Syarat Mudik Lebaran, Seberapa Siapkah Pemerintah?

Presiden Jokowi menjelaskan masyarakat diperbolehkan mudik Lebaran dengan syarat 2 kali vaksin dan 1 kali booster.

Vaksin Booster Syarat Mudik Lebaran, Seberapa Siapkah Pemerintah?
Tenaga kesehatan menyuntikkan vaksin COVID-19 dosis ketiga kepada warga saat vaksinasi booster COVID-19 di Sentra Vaksin Hippindo SMESCO, Jakarta, Jakarta, Senin (7/3/2022). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.

tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan bahwa masyarakat diizinkan untuk melaksanakan mudik lebaran pada Ramadan mendatang. Namun, pelaksanaan mudik tersebut dibarengi dengan syarat vaksin minimal dosis ketiga atau booster.

"Bagi masyarakat yang ingin melakukan mudik Lebaran juga dipersilakan, juga diperbolehkan dengan syarat sudah mendapatkan 2 kali vaksin dan 1 kali booster. Serta tetap menerapkan protokol kesehatan yang ketat," kata Joko Widodo melalui kanal You Tube Sekretariat Presiden pada Rabu (23/3/2022).

Hal itu mempertegas pernyataan Wakil Presiden, Ma'ruf Amin saat berkunjung ke di Pondok Pesantren Al Ittifaq, Jalan Ciburial Alamendah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dan ditayangkan di kanal YouTube Wapres RI pada Selasa (22/3/2022).

"Booster akan menjadi syarat saat mau mudik," kata Ma'ruf Amin.

Ma'ruf menyampaikan dalam perjalanan mudik, masyarakat akan dibebaskan dari syarat antigen dan PCR.

"Tidak perlu ada lagi semacam PCR dan Antigen. Namun tetap dengan menjaga protokol kesehatan, dari mengenakan masker hingga menjaga jarak," imbuhnya.

Bukan tanpa syarat, dibolehkannya mudik dengan ketentuan vaksin booster, menurut Ma'ruf, harus dibarengi dengan landainya kasus seperti saat ini yang penambahannya selalu di bawah 10 ribu.

"Apabila tidak terjadi lonjakan dan suasana landai seperti ini," ungkapnya.

Menyambut Instruksi dengan Menyiapkan Surat Edaran

Menyambut instruksi Presiden Joko Widodo yang mewajibkan para pemudik untuk mendapat vaksin booster, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjamin bahwa stok vaksin di Indonesia aman dan mencukupi untuk diberikan kepada warga.

"Stok vaksin kami berjumlah 475 juta yang sudah diadakan. 395 juta yang sudah disuntikkan dan ada 89 juta vaksin yang bisa digunakan sebagai vaksin booster dan dosis kedua," kata Budi dalam konferensi pers secara virtual pada Rabu (23/3/2022).

Nantinya para pemudik akan dicek melalui aplikasi PeduliLindungi saat di pelabuhan, stasiun, terminal dan bandara, apakah sudah vaksin booster atau belum.

"Sedangkan bagi mereka yang menggunakan kendaraan pribadi akan dicek secara random," jelasnya.

Bagi mereka yang belum mendapatkan vaksin booster akan disediakan, vaksinasi on the spot saat sebelum perjalanan.

"Bagi mereka yang baru vaksin dosis kedua akan diwajibkan tes antigen, dan yang baru dosis pertama wajib untuk PCR. Apabila tidak nanti bisa vaksin di tempat saat sebelum berangkat," terangnya.

Budi mengungkapkan bahwa kebijakan vaksinasi booster ini dilakukan mengingat bahwa kegiatan mudik selalu mempertemukan antara anak yang ada dalam perantauan dan orang tua yang ada di kampung. Sehingga rawan menjadi saran penularan terutama kepada lansia yang masuk dalam kelompok rentan.

"Orang tua menjadi sasaran vaksin karena yang menjadi tempat kunjungan bagi anak dan cucunya. Kalau mau mudik sebaiknya di booster, untuk memperkecil orang yang dikunjungi apabila kena," ujarnya.

Budi menjelaskan bahwa pada tahun ini, pemerintah berani mengizinkan mudik karena melihat jumlah vaksinasi dan tingkat kekebalan masyarakat Indonesia yang menurut hasil riset telah mencapai 86,6 persen.

"Vaksinasi di Indonesia tergolong terlambat dalam pelaksanaannya. Vaksinasi secara masif baru dilakukan pada September sehingga antibodi masih terjaga, dan banyak yang mendapat vaksin sudah mengalami infeksi sehingga memiliki super immunity," terangnya.

Selain itu, Budi tidak mengkhawatirkan akan adanya lonjakan kasus selama tidak ada kemunculan varian baru.

"Setelah mudik Lebaran kenaikan kasus tetap ada, akan tetapi lonjakan kasus tidak akan ada selama tidak ada varian baru. Hal itu melihat seperti yang terjadi pada Juli 2021 saat ada varian Delta atau Februari 2022 saat Omicron muncul," terangnya.

Nantinya dalam pelaksanaan mudik Lebaran ini, Kementerian Kesehatan akan bekerja sama dengan sejumlah instansi seperti Kementerian Perhubungan dan BNPB dalam pengawasan dan tindakan.

"Kebijakan ini akan dilakukan segera mungkin dan akan dikoordinasikan dengan BNPB dan Kemenhub. Dan paling lambat dalam minggu depan sudah ada surat edaran," imbuhnya.

Selain itu, dari Kementerian Perhubungan juga akan bekerja sama dengan sejumlah pemangku kepentingan dari Satgas Penanganan COVID-19, Kementerian dan Lembaga, serta unsur terkait lainnya.

"Nantinya Kemenhub akan menerbitkan Surat Edaran tentang petunjuk pelaksanaan teknis di lapangan baik untuk perjalanan luar negeri maupun dalam negeri, yang seperti sebelum-sebelumnya selalu merujuk pada SE Satgas Penanganan COVID-19," Juru Bicara Kementerian Perhubungan RI, Adita Irawati.

Aditia juga menerangkan bahwa nantinya akan ada petunjuk teks lapangan yang akan bekerja sama dengan sejumlah instansi lainnya seperti Polri.

"Hal ini terkait mekanisme pengawasan terhadap ketentuan syarat perjalanan dan penerapan protokol kesehatan di lapangan," terangnya.

Dirinya menyebutkan bahwa saat ini ada 80 juta masyarakat Indonesia yang berpotensi mudik pada Lebaran mendatang.

"Berdasarkan hasil survei dari Balitbang Kemenhub, potensi masyarakat yang akan melakukan mudik mendekati angka 80 juta jika diberlakukan syarat perjalanan dalam negeri seperti yang ada sekarang, yaitu sudah vaksin 2 kali dan tidak dibutuhkan tes antigen atau PCR," terangnya.

Tanggapan DPR terkait Kebijakan Vaksin Booster

Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay mengapresiasi kebijakan pemerintah yang memberi syarat vaksin booster kepada masyarakat yang hendak mudik. Namun, dirinya meminta keadilan agar kewajiban booster tidak hanya berlaku pada pemudik saja, tetapi agenda lainnya yang bersifat kerumunan dan rawan penularan.

"Sewaktu MotoGP Mandalika kemarin ada sekitar 75 ribu penonton namun tidak diwajibkan vaksinasi booster dan itu tidak adil," katanya saat dihubungi Tirto.

Dirinya juga menyoroti kemampuan pemerintah dalam menggencarkan vaksin booster masih kurang. Sebab, capaian vaksinasi booster saat ini masih minim dan bisakah pemerintah menggenjot angka vaksinasi dalam waktu yang pendek mendekati Hari Raya Idulfitri.

"Untuk melakukan vaksinasi booster butuh kurun waktu dan tidak bisa dosis satu langsung ke dosis selanjutnya dalam waktu singkat, tentu kebijakan ini perlu dipikirkan secara jernih," terangnya.

Berdasar data Satgas COVID-19 per 23 Maret 20022, penambahan vaksinasi dosis pertama sebanyak 322.631, sehingga total kumulatif sebanyak 195.229.531. Sedangkan penambahan vaksinasi dosis kedua sebanyak 747.766, sehingga total kumulatif sebanyak 15.6.139.516.

Lalu jumlah vaksinasi dosis ketiga sebanyak 505.551, secara kumulatif angka penambahan mencapai 18.070.929. Hingga kini, pemerintah menargetkan vaksinasi COVID-19 sebanyak 208.265.720.

Saleh meminta pemerintah untuk memikir ulang mengenai kebijakan ini sehingga tidak ada kecemburuan sosial dari masyarakat yang tidak bisa mudik karena belum vaksin booster. Padahal, menurutnya, mudik adalah budaya bangsa dan sudah 3 tahun kegiatan ini tidak dilakukan karena COVID-19.

"Apabila mereka yang sudah (mendapat vaksin) booster lalu boleh pulang dan sebagian tidak boleh karena belum, ini bisa menimbulkan rasa iri. Karena belum tentu mereka belum booster karena tidak mau tetapi bisa karena belum dapat giliran atau belum dipanggil," terangnya.

Tingkatkan Kepatuhan Protokol Kesehatan

Dokter spesialis paru dari Divisi Infeksi Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Erlina Burhan mendukung penuh kebijakan pemerintah yang mengizinkan mudik dengan syarat vaksin booster.

Namun, dirinya meminta kepada masyarakat untuk memperketat protokol kesehatan, karena dalam perjalanan sudah tidak bisa dibedakan mereka yang terinfeksi COVID-19 karena ketiadaan tes.

"Sebenarnya kami meminta PCR, namun kebijakan itu sudah tidak berlaku lagi. Kami meminta masyarakat untuk menjaga prokes selama perjalanan karena saat ini sudah tidak ada ketentuan PCR, sehingga tidak diketahui orang yang positif atau tidak, dan selama perjalanan wajib menggunakan masker N95 bukan masker bedah atau kain," tegasnya.

Ketua Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, meminta pemerintah untuk berhati-hati dalam membuka keran kebijakan saat ini. Terutama saat ini capaian vaksinasi booster masih tergolong rendah.

"Pemerintah harus tegas dalam memantau protokol kesehatan 3M, dan arus mudik harus dipantau dengan CCTV dan teknologi lainnya," ujarnya

Baca juga artikel terkait VAKSIN BOOSTER atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Maya Saputri