tirto.id - Serikat Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) AGN menolak draf Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) terbaru yang membagi upah minimum pekerja (UMP) 2025 yang dibagi menjadi dua kategori.
Presiden KSPI, Said Iqbal, menyebut Kementerian Ketenagakerjaan berencana menetapkan kenaikan upah minimum dengan membagi dua kategori upah minimum, yaitu kenaikan upah minimum untuk industri padat karya dan kenaikan upah minimum industri padat modal.
“Dengan demikian Partai Buruh bersama KSPI dan KSPSI AGN menolak draf isi Permenaker tersebut, yang membagi upah minimum menjadi dua kategori yaitu upah minimum padat karya dan upah minimum padat modal,” ujar Presiden KSPI, Said Iqbal dalam keterangan resminya, dikutip Senin (25/11/2024).
Said Iqbal menyatakan, usulan Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang baru tentang upah minimum 2025 yang diusulkan oleh Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, sangat bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/PUU-XXI/2023.
“Pembagian dua kategori kenaikan upah minimum ini melanggar keputusan Mahkamah Konstitusi karena dalam keputusan MK tersebut hanya dikatakan kenaikan upah minimum berdasarkan inflansi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu (α), dengan memperhatikan proporsionalitas kebutuhan hidup layak (KHL),” ujar Said Iqbal.
Di sisi lain, Said Iqbal mengatakan dalam draf Permenaker tersebut dijelaskan bahwa bagi perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan upah minimum 2025, dapat dirundingkan di tingkat bipartit perusahaan. Hal ini pun ditolak oleh buruh karena penetapan upah minimum diputuskan oleh Dewan Pengupahan Daerah sebagaimana keputusan MK.
Lalu, adapun hal lain yang ditolak Partai Buruh bersama KSPI dan KSPSI AGN adalah di dalam draf Permenaker tersebut upah minimum sektoral rencananya diserahkan dalam perundingan bipartit di tingkat perusahaan.“Oleh karena itu, terhadap draf Permenaker yang sedang dibuat oleh Menaker tersebut keseluruhan isinya ditolak oleh buruh dan memohon kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk juga menolak isi draf Permenaker tentang Upah Minimum 2025 yang akan diajukan oleh Menaker dan jajarannya ke Bapak Presiden Prabowo Subianto,” ujarnya.
Kemudian, para kelompok serikat buruh juga memohon kepada Presiden Prabowo Subianto untuk memperhitungkan upah minimum provinsi (UMP) berdasarkan rekomendasi keputusan rapat Dewan Pengupahan Provinsi. Kemudian, Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP), dihitung berdasarkan rekomendasi keputusan rapat Dewan Pengupahan Provinsi. Lalu, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dihitung berdasarkan rekomendasi Bupati/Walikota yang berasal dari keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.
Selain itu, serikat buruh menyarankan agar Upah Minimum Sektoral Kabupaten Kota (UMSK), berdasarkan rekomendasi Bupati/Walikota yang berasal dari keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.
Sementara itu, untuk kenaikan UMP atau UMK 2025, buruh mengusulkan agar ditentukan berdasarkan nilai inflansi + indeks tertentu dikalikan nilai pertumbuhan ekonomi. Nilai indeks tertentu untuk kenaikan UMP dan/atau UMK 2025 yang diusulkan oleh buruh adalah sebesar 1,0 s.d 1,2. Di mana usulan nilai = 1,0 – 1,2 berlaku untuk semua jenis industri (tidak ada pembedaan untuk industri padat karya dan padat modal).
“Bilamana pemerintah berkeberatan dengan usulan nilai alpha sebagaimana yang disampaikan buruh, maka Menteri Ketenagakerjaan bersama serikat buruh berunding mencari nilai kompromi yang mendekati usulan buruh tersebut,” ungkap Said Iqbal.
Said juga mengatakan, para buruh percaya bahwa Presiden Prabowo Subianto akan memperhatikan tingkat kesejahteraan kaum buruh dengan tetap meningkat produktivitas dan kerja yang efisien.
Namun, Said memastikan realisasi rencana mogok nasional dua hari yang akan diikuti oleh 5 juta buruh di seluruh wilayah Indonesia di antara tanggal 19 November sampai 24 Desember 2024 apabila Menaker Yassierli tetap membuat Permenaker 2025 yang merugikan kaum buruh.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Andrian Pratama Taher