Menuju konten utama

KSP Kaji Aspirasi Buruh soal Penitipan Anak di Tempat Kerja

Tenaga Ahli Utama KSP Brian Sri Prihastuti menampung aspirasi soal tempat penitipan anak dari perwakilan sejumlah organisasi buruh.

KSP Kaji Aspirasi Buruh soal Penitipan Anak di Tempat Kerja
Ilustrasi Daycare. FOTO/istockphoto

tirto.id - Kantor Staf Presiden (KSP) mengkaji aspirasi buruh tentang kebutuhan tempat penitipan anak atau daycare di perkantoran dan kawasan industri. Tenaga Ahli Utama KSP Brian Sri Prihastuti menampung aspirasi itu saat bertemu perwakilan sejumlah organisasi buruh di Jakarta, Selasa (29/11/2022).

“Aspirasi buruh ini menjadi masukan penting bagi pemerintah. Apalagi ini isu yang menyangkut tentang kesehatan dan kesejahteraan anak buruh, yang akan menjadi generasi penerus bangsa," kata Brian dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Rabu (30/11/2022).

Brian memastikan KSP akan mengkaji usulan-usulan ini untuk kemudian dikonsolidasikan dengan kementerian/lembaga terkait.

Dia berjanji akan berupaya memenuhi hak para pekerja perempuan agar bisa bekerja tanpa khawatir soal pengasuhan anak. Dengan begitu, kontribusi mereka dalam mendorong pertumbuhan ekonomi akan lebih optimal.

"Penyediaan Tempat Penitipan Anak (TPA) yang mudah diakses, terjangkau, dan ramah anak, akan membuat perempuan lebih produktif tanpa harus cemas karena anak-anaknya sudah mendapatkan akses penitipan yang sesuai standar," ujarnya.

Dalam keterangan yang sama, Ketua Institut Solidaritas Buruh Surabaya (ISBS) Dhamayanti Domin menilai keberadaan daycare bagi anak para pekerja atau buruh sangat penting. Hal itu agar tumbuh kembang anak terpantau saat para orang tua bekerja.

“Daycare untuk anak-anak buruh dan kelompok rentan adalah solusi strategis negara untuk menjamin tumbuh kembang anak secara optimal agar menjadi generasi penerus bangsa yang handal," kata Dhamayanti.

"Sayangnya, Indonesia masih belum punya praktik baik terkait daycare bagi anak pekerja. Kami berharap ada kebijakan strategis tentang daycare bagi anak pekerja agar bonus demografi ini tidak jadi beban negara, melainkan menjadi aset,” imbuhnya.

Dhamayanti menambahkan tempat penitipan anak yang berkualitas membutuhkan biaya operasional yang tinggi. Sementara buruh perempuan yang bergaji senilai Upah Minimum Provinsi (UMP) memiliki kemampuan finansial terbatas untuk mengakses layanan penitipan anak swasta.

Padahal, kata dia, anak-anak terutama usia balita sangat membutuhkan pengasuhan yang tepat untuk tumbuh kembang yang optimal.

Oleh karena itu, para buruh mendorong pemerintah mengimplementasikan program penitipan anak bersubsidi guna menutup biaya operasional dan gaji guru pengasuh yang layak.

Sri Rahmawati, seorang buruh pabrik yang tergabung dalam Konfederasi Perjuangan Buruh Indonesia, membagikan pengalamannya sebagai ibu pekerja yang menitipkan anaknya kepada tetangga. Hal itu akibat keterbatasan akses ke tempat penitipan anak.

Pada usia 0-3 tahun, anak Sri sering diberi makanan yang tidak bergizi oleh tetangga yang tidak mengerti tentang kebutuhan dan hak anak. Setelah usia 7 tahun, sang anak kembali dititipkan ke tetangga karena PAUD hanya memfasilitasi layanan penitipan anak usia 3 hingga 6 tahun saja.

“Anak saya sering sakit karena pola asuh yang kurang tepat, sehingga saya pun sering meninggalkan pekerjaan. Bukankah itu juga akan menjadi beban bagi perusahaan?” kata Sri.

Sejumlah serikat buruh berharap agar ada regulasi terkait tempat penitipan anak para buruh dari usia 0 hingga 10 tahun di tempat bekerja.

Baca juga artikel terkait SERIKAT BURUH atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Gilang Ramadhan