tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Bupati Bengkayang, Kalimantan Barat Suryadman Gidot dalam operasi tangkap tangan (OTT), Rabu (4/9/2019). Sehari setelahnya, KPK langsung menetapkan Bupati Bengkayang sebagai tersangka kasus suap.
“Disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara dan atau yang mewakilinya terkait pembagian proyek pekerjaan di lingkungan pemerintah Kabupaten Bengkayang tahun 2019,” kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu (4/9/2019).
Kronologi KPK OTT Gidot di Bengkayang
Menurut Basaria, kasus ini bermula saat Gidot meminta uang kepada Kepala Dinas PUPR Bengkayang Alexius dan Kepala Dinas Pendidikan Bengkayang Agustinus Yan pada Jumat (30/8/2019).
Jatah uang itu terkait dengan penunjukan langsung tambahan APBD-Perubahan 2019, dengan rincian kepada Dinas PUPR sebesar Rp7,5 miliar dan Dinas Pendidikan sebesar Rp6 miliar, kata Basaria.
Atas permintaan itu, Basaria menjelaskan, Gidot meminta Alexius dan Agustinus Yan menghadapnya pada pukul 08.00 pagi. Dalam pertemuan tersebut, Gidot diduga meminta uang masing-masing sebesar Rp300 juta kepada dua orang tersebut.
"SG [Suryadman Gidot] diduga meminta uang kepada AKS [Alexius] dan YN [Agustinus Yan] masing-masing sebesar Rp300 juta," kata Basaria.
Menindaklanjuti permintaan Gidot, kata Basaria, Alexius langsung menghubungi sejumlah kontraktor pada Minggu (1/9/2019). Dia menawarkan proyek yang bersumber dari dana penunjukan langsung itu dengan syarat fee sebesar 10 persen dari nilai proyek atau sekitar Rp20-25 juta.
Sejumlah pengusaha pun setuju. Mereka lantas menyerahkan uang itu kepada Fitri Julihardi, PNS pada Dinas PUPR. Besaran yang diserahkan antara lain, Rp120 juta dari BF [Bun Si Fat]; Rp160 juta dari PS [Pandus], YF [Yosef] dan RD [Rodi]; serta Rp60 Juta dari NM [Nelly Margharetta].
Pada 3 September 2019, Alexius mengadakan janji temu dengan Bupati Bengkayang di mess pemda Bengkayang. Dia sudah menyiapkan total uang Rp336 juta dalam pecahan Rp100 ribu. Tim KPK kemudian melihat Bupati mendatangi mess tersebut dan menduga pemberian telah terjadi.
Tim kemudian merangsek masuk ke dalam mess dan menyita uang haram tersebut. Dalam kasus ini, KPK juga menetapkan sejumlah pengusaha sebagai tersangka yang diduga memberi suap. Mereka antara lain Rodi, Yosef, Nelly Margeretha, Bun Si Fat, Pandus. Di sisi lain KPK pun mentapkan Alexius sebagai tersangka penerima suap.
Atas perbuatannya, para pemberi dijerat dengan pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara sebagai pihak penerima, Bupati Suryadman dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Profil Suryadman Gidot dan Sikap Partai Demokrat
Suryadman adalah pria asli Bengkayang yang lahir pada 15 Mei 1971. Kariernya di dunia politik daerah cukup mentereng. Ia pernah menjadi Wakil Ketua DPRD Bengkayang dan wakil bupati periode 2005-2010.
Dari sana, karier politiknya terus menanjak, Gidot kemudian terpilih sebagai Bupati Bengkayang periode 2010-2015. Bersama pasangannya Agustinus Naon, ia juga sukses terpilih kembali sebagai Bupati Bengkayang dalam Pilkada 2015 dengan perolehan suara 55.200 suara (50,53%).
Suryadman Gidot adalah kader Partai Demokrat. Dalam posisinya di partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu, Gidot memegang kursi Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kalimantan Barat.
Melalui Demokrat, Gidot juga pernah dicalonkan dalam Pemilihan Gubernur Kalbar 2018 sebagai wakil dari politikus PDIP Karolin Margret, yang merupakan anak dari Gubernur Kalbar dua periode Cornelis. Setelah kalah melawan pasangan Sutarmidji-Norsan, Gidot kembali memimpin Bengkayang, sementara Karolin kembali menjadi Bupati Landak.
Namun, setahun berikutnya, tepatnya Rabu kemarin, Gidot dicokok KPK atas kasus dugaan korupsi. Kejadian ini juga mendapat respons keras dari partai yang membesarkan namanya. Kadiv Hukum dan Advokasi DPP Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean memastikan bakal memecat Gidot bila menjadi tersangka korupsi KPK, bahkan tidak memberikan bantuan hukum.
"Diberhentikan dengan tidak hormat dari partai dan tak akan mendapat bantuan hukum dari DPP Partai Demokrat," tegas Ferdinand kepada reporter Tirto, Rabu (4/9/2019).
Selain Gidot, kader Demokrat lain yang baru saja ditangkap KPK adalah Bupati Muara Enim, Ahmad Yani, yang merupakan Ketua DPC Partai Demokrat Muara Enim. Ferdinand mengatakan, Yani juga bakal dipecat bila terbukti bersalah.
"Kami cukup kaget dan sangat prihatin ada peristiwa menimpa dua kader kami, kepala daerah. Beliau-beliau ini cukup menonjol dan cukup berprestasi tapi di luar dugaan kami terjadi OTT KPK," ujar Ferdinand.
Editor: Agung DH