Menuju konten utama
Kasus Suap Proyek Meikarta

KPK Tak Ambil Pusing Soal Nasib Konsumen Meikarta

Juru bicara KPK Febri Diansyah menegaskan mengenai nasib konsumen Meikarta bukan menjadi persoalan KPK, karena berbeda ranah hukum penanganan perkaranya.

KPK Tak Ambil Pusing Soal Nasib Konsumen Meikarta
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah memberikan keterangan pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/1/2018). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar.

tirto.id -

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan urusan kewajiban terhadap konsumen Meikarta adalah tanggung jawab Lippo Group sepenuhnya.

"Kewajiban terhadap konsumen itu tanggung jawab pihak penyedia yang sebelumnya memiliki hubungan hukum perdata dengan konsumen," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah lewat keterangan tertulisnya, Kamis (18/10/2018).

Lebih lanjut, Febri menuturkan pihaknya hanya fokus pada penanganan perkara suapnya saja. KPK enggan mengomentari soal nasib para konsumen Meikarta karena bukan ranah penanganan perkara perdata.

"Semestinya sejak awal seluruh urusan hukum dan perizinan clear dan tanpa suap," ujar Febri.

KPK sendiri telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan perizinan proyek Meikarta. Penetapan 9 tersangka itu dilakukan setelah KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan sejak 14 sampai 15 Oktober 2018.

Di antara sembilan tersangka kasus suap tersebut adalah petinggi Lippo Group Billy Sindoro yang diduga sebagai pemberi dan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin yang diduga sebagai penerima.

Selain itu, KPK menetapkan pula sejumlah pegawai Lippo sebagai tersangka pemberi suap, yakni Taryudi (T) dan Fitra selaku konsultan Lippo Group dan Henry Jasmen selaku pegawai Lippo Group.

Sedangkan tersangka penerima suap lainnya adalah Jamaludin (Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi), Sahat MBJ Nahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi), Dewi Tisnawati (Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi), dan Neneng Rahmi (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten).

Neneng diduga telah menerima uang haram sebesar Rp7 miliar dari Billy melalui sejumlah kepala dinas. Pemberian dilakukan bertahap mulai dari April, Mei, dan Juni 2018. Uang tersebut masih sebagian dari total commitment fee yang mencapai Rp13 miliar.

Diduga, pemberian suap terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga tahap/ fase, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.

Atas perbuatannya ini, Billy Sindoro, Taryudi, Fitra dan Henry Jasmen menjadi tersangka pelanggaran pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara Neneng beserta sejumlah pejabat Pemkab Bekasi bawahannya menjadi tersangka pelanggaran Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPJuncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP MEIKARTA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Maya Saputri