tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menyita uang senilai Rp12 miliar dan 500 dolar AS dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kalimantan Selatan (Kalsel), Minggu (6/10/2024) malam. Ada uang dalam kotak bertuliskan 'Paman Birin', yang merupakan panggilan akrab Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor.
Hal tersebut diketahui, saat KPK menggelar jumpa pers, terkait penetapan tujuh orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pada pengadaan barang dan jasa untuk beberapa pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang berasal dari Dana APBD Pemprov Kalimantan Selatan 2024.
Enam dari tujuh orang tersebut, terjaring dalam OTT pada Minggu (6/10/2024) malam lalu. Satu orang lainnya, merupakan Sahbirin Noor, yang tak ikut terjaring dalam OTT KPK, namun sudah turut ditetapkan menjadi tersangka.
Enam orang tersebut yaitu, Kadis PUPR Kalsel, Ahmad Solhan (SOL), Kabid Cipta Karya Yulianti Erlynah (YUL), pengurus Rumah Tahfidz Darussalam, Ahmad (AMD), Plt Kabag Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel, Agustya Febry Andrean (FEB), dan dua pihak swasta bernama Sugeng Wahyudi (YUD) serta Andi Susanto (AND).
Dalam jumpa pers, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron mengatakan, penyitaan uang Rp12 miliar dan 500 dolar AS diambil dari beberapa tersangka tersebut.
Pertama, kata Ghufron, uang sejumlah Rp5,9 miliar dari Ahmad, seorang pengurus Rumah Tahfiz yang berperan sebagai salah satu pihak penampung uang yang diberikan dari Sugeng dan Andi sebagai pihak swasta yang memenangkan proyek pengerjaan di Dinas PUPR ini untuk diberikan pada Sahbirin.
"Bahwa penyidik KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti, diantaranya dari AMD (Ahmad)," kata Ghufron dalam jumpa pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (8/10/2024).
Ghufron mengatakan dari total uang Rp5,9 miliar yang diambil dari Ahmad, sejumlah uang senilai Rp800 juta ditemukan dalam kardus berwarna kuning, dengan foto Sahbirin dan bertuliskan 'Paman Birin' dan sejumlah Rp1 miliar dalam kardus berwarna coklat.
"Diduga bahwa, satu buah kardus coklat berisikan uang Rp1 miliar, merupakan fee 5 persen untuk SHB (Sahbirin) dari YUD (Sugeng) bersama AND (Andi) terkait pekerjaan yang mereka peroleh," tutur Ghufron.
Ghufron mengatakan, proyek yang diperoleh yaitu, pembangunan lapangan sepakbola dan kolam renang pada Kawasan Olahraga Terpadu, dan pembangunan gedung Samsat.
Kemudian, Ghufron menjelaskan, KPK juga menyita uang dari tersangka Yulianti sebagai Kadis PUPR Kalsel, yang dalam kasus ini telah mengatur agar Sugeng dan Andi sebagai pemenang proyek sebelum adanya pengadaan melalui e-katalog.
Ghufron memgatakan, selain uang sejumlah Rp3,6 miliar, KPK juga menyita empat bundle dokumen yang diduga berkaitan dengan perkara ini, dan sebuah post it bertuliskan 'Logistik Paman: 200 juta, Logistik Terdahulu: 100 juta, Logistik BPK 0,5%.
Kemudian, kata Ghufron, penyidik juga menyita tiga buah koper yang masing-masing berisi uang Rp1 miliar, dan sebuah keresek hitam berisi uang 500 dolar AS dan Rp236,9 juta dari Agustya.
Agustya merupakan Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalsel, kata Ghufron, uang yang diambil dari Agustya dan Yulianti berkaitan dengan pekerjaan lain di Dinas PUPR.
Termasuk juga, kata Ghufron, uang yang disita dari Ahmad, selain uang sejumlah Rp1 miliar yang diduga akan diberikan kepada Sahbirin.
Lebih lanjut, Ghufron mengatakan pihaknya juga menyita satu lembar slip setoran atau transfer Bank Kalsel, berwarna merah muda, dengan keterangan 'setor tunai 600.000.000'.
Diketahui, dalam kasus ini, Ahmad Solhan selaku Kepala Dinas PUPR Kalsel, melalui Yulianti sebagai PPK, membantu Sugeng dan Andi sebagai pihak swasta untuk menang dalam pemilihan penyedia paket pekerjaan di Dinas PUPR.
Dalam kasus pemberian janji atau hadiah pada penyelenggara negara atau yang mewakilinya ini, Sugeng dan Andi memegang proyek pembangunan lapangan, kolam renang, dan gedung Samsat, dengan nilai proyek Rp54 miliar.
Kemudian, untuk memenangkan lelang proyek di Dinas PUPR Kalsel ini, Sugeng dan Andi disebut melakukan rekayasa pengadaan dengan membocorkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan kualifikasi yang disyaratkan dalam lelang.
Selain itu, mereka juga merekayasa proses pemilihan e-katalog, agar hanya perusahaan Sugeng dan Andi yang dapat melakukan penawaran dan telah mulai mengerjakan proyek sebelum kontrak. Konsultan perencana proyek ini juga terafiliasi dengan Sugeng.
Dengan terpilihnya Sugeng dan Andi ini, terdapat bayaran sebesar 2,5 persen untuk Yulianti selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), dan 5 persen untuk Sahbirin.
Untuk fee atau bayaran yang diduga akan diterima oleh Sabirin, telah ditemukan di sebuah restoran. Disebutkan, atas perintah Solhan selaku Kadis PUPR, Yulianti bersama sopirnya, menyerahkan uang tersebut pada sopir Solhan, dan diserahkan pada Ahmad, selaku pengumpul uang untuk Sahbirin.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Bayu Septianto