Menuju konten utama

KPK Tetapkan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Tersangka Korupsi

Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, diduga menerima fee 5 persen dari pemenang proyek yang telah direkayasanya.

KPK Tetapkan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Tersangka Korupsi
Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf)

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor, dan enam orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2024–2025.

Dugaan korupsi ini disebut terjadi pada pengadaan barang/jasa untuk beberapa paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) yang berasal dari Dana APBD Pemprov Kalimantan Selatan Tahun Anggaran 2024.

Keenam orang yang ditetapkan sebagai tersangka tersebut yaitu, Kadis PUPR Kalsel, Ahmad Solhan (SOL), Kabid Cipta Karya, Yulianti Erlynah (YUL), pengurus Rumah Tahfidz Darussalam, Ahmad (AMD), Plt Kabag Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalsel, Agustya Febry Andrean (FEB), dan dua pihak swasta berinisial Sugeng Wahyudi (YUD) serta Andi Susanto (AND).

“Bahwa pada tanggal 4 Oktober 2024, sekitar pukul 21.30 WIB telah dilakukan ekspos pimpinan dan disepakati atas peristiwa tersebut, telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan tahun 2024 - 2025 dan setuju untuk dinaikkan ke tahapan penyidikan,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (8/10/2024).

KPK langsung melakukan penahanan terhadap keenam tersangka, kecuali Sahbirin, untuk 20 hari terhitung sejak 7 Oktober hingga 26 Oktober 2024.

“Terhadap 4 tersangka SOL, YUL, AMD, FEB, di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas I Jakarta Timur, di Gedung KPK K4. Sedangkan tersangka YUD, dan AND di Rumah Tahanan Negara Cabang Rutan dari Rutan Klas I Jakarta Timur, di Gedung KPK C1,” pungkas Ghufron.

Ghufron menegaskan bahwa KPK akan segera memanggil Sahbirin. Namun, apabila yang bersangkutan mangkir, maka akan dilakukan penangkapan atau dimasukan dalam DPO atau daftar pencarian orang.

Dalam kasus ini, Sahbirin disebut menerima fee sebesar 5 persen dari pemenang proyek pekerjaan yang telah direkayasa.

"Pada tanggal 3 Oktober 2024, didapatkan informasi YUD telah menyerahkan uang Rp1 miliar yang diletakkan di dalam kardus warna coklat kepada YUL atas perintah SOL, bertempat di salah satu tempat makan. Bahwa uang tersebut merupakan fee 5% untuk SHB," ucap Ghufron.

Diketahui, YUD dan AND merupakan pihak swasta yang telah memenangkan proyek pekerjaan atas rekayasa bersama dengan SOL dan YUL.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa belum ditangkapnya Sahbirin karena aliran dana tersebut belum sampai pada Sahbirin.

Kata Asep, KPK mengetahui bahwa dugaan korupsi ini juga turut menyeret Sahbirin saat telah melakukan pemeriksaan terhadap keenam orang yang telah ditangkap.

"Kemudian terkait dengan masalah belum ditangkapnya SHB, kita sampaikan bahwa proses OTT kan mengikuti jalannya uang, ada informasi mengenai masalah penyerahan uang kemudian teman-teman penyelidikan mengikuti uang, ini bergerak dari si pemberi yaitu YUD dan AMD, dari sana uang bergerak kepada saudara YUL, kemudian bergerak kepada saudara BYD dan bergerak terakhir kepada saudara AMD," kata Asep.

Dalam perkara ini, Sahbihir Noor bersama SOL, YUL, AMD, dan FEB diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kemudian, tersangka dari pihak swasta berinisial YUD dan AND diduga melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Baca juga artikel terkait KORUPSI atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Bayu Septianto