tirto.id - Anggota Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Efi Laila menyatakan terdapat empat bukti bermasalah yang diajukan oleh pihak Setya Novanto dalam sidang praperadilan. Ia menyatakan hal ini dalam sidang lanjutan perkara itu Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Jumat (8/12/2017).
Efi menjelaskan bukti pertama adalah laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 23 Desember 2013 mengenai hasil pemeriksaan kinerja penindakan 2009-2011 pada KPK.
"Bagaimana proses permintaan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 115 Tahun 2013? Kami tidak melihat apakah ada surat permintaan dari pemohon dan ada surat jawaban atau tanggapan dari KPK," kata Efi Laila di persidangan, seperti dikuti Antara.
Sementara bukti kedua yang bermasalah, menurut Efi, ialah surat tertanggal 11 Juni 2014 dari KPK kepada Kapolri soal usul pemberhentian secara hormat penyidik KPK Ambarita Damanik dari instansi Kepolisian.
"Surat ini rahasia, bagaimana pemohon (Novanto) bisa mendapatkan surat rahasia di internal KPK," kata Efi.
Selanjutnya, KPK juga mempersoalkan pihak Novanto yang mendapatkan surat salinan putusan Kapolri mengenai pemberhentian dengan hormat Ambarita Damanik dari Dinas Polri.
"Itu terbatas yang dapat surat itu, bagaimana memperolehnya karena surat itu spesifik pada personal yang bersangkutan, bukan untuk umum," ujar Efi.
Adapun bukti keempat, yang juga bermasalah menurut KPK, ialah soal bukti laporan BPK tentang hasil pemeriksaan keuangan KPK. "Kami tanyakan perolehan bukti bagaimana pemohon bisa memperoleh laporan keuangan karena ini khusus pada pertanggungjawaban pengendalian internal KPK," kata Kepala Biro Hukum KPK Setiadi di sidang itu.
Akan tetapi, Hakim Tunggal sidang praperadilan Setya Novanto, Kusno mempersilakan KPK untuk menanyakan langsung kepada instansi-instansi terkait mengenai proses pencarian bukti-bukti itu. Ia beralasan Hakim hanya menilai bahwa bukti itu asli atau tidak.
"Hakim tidak berwenang menyelidiki. Tolong saudara termohon menanyakan pada instansi yang memberikan. Kalau dari BPK ya ke BPK, polisi pada polisi. Apakah itu legal atau tidak legal. Kami hanya asli atau tidak," kata Hakim Kusno.
Sidang praperadilan itu berkaitan dengan penetapan kembali Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi KTP-e di KPK pada November lalu. Novanto disangkakan pasal 2 ayat 1 subsider pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom