Menuju konten utama

KPK Duga Commitment Fee di Kasus Suap Meikarta Senilai Rp13 Miliar

KPK menduga nilai commitment fee untuk para pejabat Pemkab Bekasi dalam kasus suap izin Meikarta mencapai Rp13 miliar.

KPK Duga Commitment Fee di Kasus Suap Meikarta Senilai Rp13 Miliar
Pekerja beraktivitas di lokasi proyek pembangunan apartemen saat peluncuran target serah terima Apartemen Meikarta di Cikarang, Jawa Barat, Sabtu (26/5/2018). ANTARA FOTO/Risky Andrianto.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan sembilan tersangka dalam kasus suap terkait dengan perizinan proyek Meikarta. Dua dari sembilan tersangka tersebut adalah petinggi Lippo Group Billy Sindoro dan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin. Pengungkapan kasus suap ini merupakan hasil operasi penangkapan pada 14 Oktober 2018.

KPK menduga pihak pengembang Meikarta menjanjikan commitment fee hingga Rp13 Miliar demi memuluskan megaproyek yang berdiri di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat itu. Namun, KPK menduga suap kepada para pejabat Pemkab Bekasi tersebut baru terealisasi senilai Rp7 miliar.

"Pemberian dalam perkara ini, diduga sebagai bagian dari komitmen fee fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah Dinas," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarief di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (15/10/2018).

Laode menerangkan duit suap diduga mengalir ke kepala Dinas PUPR, Dinas Lingkungan hidup, Dinas Pemadam kebakaran, dan DPM-PPT Kabupaten Bekasi. Pihak pengembang Meikarta diduga sudah menyerahkan uang Rp7 miliar kepada sejumlah kepala dinas tersebut. Pemberian dilakukan sejak April-Juni 2018. Semua uang tersebut diduga untuk memuluskan proyek yang akan berlangsung dalam 3 fase itu, yakni seluas 84,6 hektar, 252,6 hektar dan 101,5 hektar.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro sebagai tersangka pemberi suap. Para tersangka pemberi suap lain ialah: Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama selaku konsultan Lippo Group dan Henry Jasmen selaku pegawai Lippo Group.

Sementara Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin ditetapkan sebagai tersangka penerima suap setelah KPK menelaah hasil operasi kali ini. Para tersangka penerima suap lainnya adalah: Jamaludin (Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi), Sahat MBJ Nahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi), Dewi Tisnawati (Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi), dan Neneng Rahmi (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten).

Penindakan di Kabupaten Bekasi berawal saat KPK mengindentifikasi ada penyerahan uang yang dilakukan oleh Taryudi, salah satu konsultan Lippo Group kepada Kabid Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi. Setelah penyerahan uang, tim KPK langsung mendatangi rumah Taryudi di daerah Cikarang pukul 11.05 WIB, Minggu kemarin. Dalam operasi tersebut, KPK menyita uang 90.000 dollar Singapura dan Rp23 juta.

Di tempat lain, KPK menangkap konsultan Lippo Fitra Djaja Purnama di Surabaya untuk dimintai keterangan. Tim KPK kemudian juga menangkap pegawai Lippo Henry Jasmen.

Tim KPK juga menangkap Kepala Dinas PUPR Jamaludin pada pukul 13.00 WIB, Minggu kemarin. Kepala dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahar dan 5 pihak lain juga turut ditangkap setelah itu.

Billy Sindoro, Fitra, Taryudi dan Henry Jasmen menjadi tersangka pelanggaran pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara Bupati Neneng beserta empat kepala dinas Pemkab Bekasi bawahannya menjadi tersangka pelanggaran Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPJuncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Laode Syarief mengimbau kepada para tersangka yang belum diamankan untuk kooperatif dalam penindakan.

"Kami imbau agar tidak berupaya merusak bukti, mempengaruhi saksi-saksi atau melakukan upaya-upaya menghambat proses penegakan hukum. Karena ada risiko pidana sebagaimana diatur di Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi," kata dia.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP MEIKARTA atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Addi M Idhom