tirto.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyatakan ada peluang Lippo Group menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta.
"Bisa saja, tergantung hasil penyidikan," kata Basaria kepada reporter Tirto Rabu, (17/10/2018).
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memang telah mengatur soal tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi.
Mahkamah Agung (MA) juga telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Oleh Korporasi.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisaksi Abdul Ficar Hajar menjelaskan, untuk menjerat korporasi, maka tindak pidana korupsi harus dilakukan oleh orang secara individual atau bersama-sama yang bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut. Baik dalam hubungan kerja ataupun hubungan yang lain.
"Jadi siapa pun dalam organisasi perusahaan yang melakukan tipikor untuk kepentingan perusahaan dapat disebut mewakili korporasi, karena itu korporasi dapat ditempatkan sebagai subjek pelaku," ujar Ficar kepada reporter Tirto (17/10/2018).
Untuk itu, Basaria mengatakan pihaknya masih harus melakukan gelar perkara terlebih dahulu untuk melihat konstruksi kasus ini secara lebih jelas.
KPK telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan perizinan proyek Meikarta. Penetapan sembilan tersangka itu dilakukan setelah KPK menggelar Operasi Tangkap Tangan sejak 14 sampai 15 Oktober 2018.
Di antara sembilan tersangka kasus suap tersebut adalah petinggi Lippo Group Billy Sindoro yang diduga sebagai pemberi dan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin yang diduga sebagai penerima.
Selain itu, KPK menetapkan sejumlah pegawai Lippo sebagai tersangka pemberi suap, yakni Taryudi (T) dan Fitra selaku konsultan Lippo Group dan Henry Jasmen selaku pegawai Lippo Group.
Tersangka penerima suap lainnya adalah Jamaludin (Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi), Sahat MBJ Nahor (Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi), Dewi Tisnawati (Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Bekasi), dan Neneng Rahmi (Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPRKabupaten).
Neneng diduga telah menerima uang haram sebesar Rp7 miliar dari Billy melalui sejumlah kepala dinas. Pemberian dilakukan bertahap mulai dari April, Mei, dan Juni 2018. Uang tersebut masih sebagian dari total commitment fee yang mencapai Rp13 miliar
Diduga, pemberian suap terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Atas perbuatannya ini Billy Sindoro, Taryudi, Fitra dan Henry Jasmen menjadi tersangka pelanggaran pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara Neneng beserta sejumlah pejabat Pemkab Bekasi bawahannya menjadi tersangka pelanggaran Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tlndak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHPJuncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Dipna Videlia Putsanra