Menuju konten utama

KPK Akan Uraikan Aliran Dana Korupsi e-KTP ke Parpol

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membeberkan lebih lanjut aliran dana proyek pengadaan KTP Elektronik (e-KTP) yang dialokasikan kepada partai politik tertentu pada proses persidangan.

KPK Akan Uraikan Aliran Dana Korupsi e-KTP ke Parpol
Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto (tengah) meninggalkan gedung KPK usai pemeriksaan penyidik terkait dugaan korupsi pengadaan paket penerapan e-KTP nasional tahun 2011-2012, di Jakarta, Senin (16/1). ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma.

tirto.id - Pada proses persidangan nanti, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan membeberkan lebih lanjut aliran dana proyek pengadaan KTP Elektronik (e-KTP) yang dialokasikan kepada partai politik tertentu.

"Memang ada bagian dalam dakwaan di mana dijelaskan di sana salah seorang saksi menyampaikan kepada terdakwa bahwa ada rencana atau akan dialokasikan sejumlah dana sekitar Rp500 miliar yang disebut oleh seorang saksi tersebut ada alokasi kepada partai politik tertentu dan sejumlah orang," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Senin (13/3/2017).

Tentu saja, kata Febri, rencana dan alokasi itu akan diuraikan lebih lanjut pada proses persidangan mengenai sejauh mana realisasi dari rencana tersebut.

"Selanjutnya, tentu kami akan lihat lebih jauh kalau memang ada realisasinya, realisasinya sudah diterima siapa saja, apakah organisasi yang menerima dalam hal ini institusi atau pun personal-personal yang ada di institusi tersebut," tuturnya, seperti diberitakan Antara.

Hal tersebut, menurut Febri perlu dibedakan lebih lanjut karena jika bicara soal pidana korporasi maka akan bicara banyak hal.

"Apalagi terkait dengan partai politik tentu kami juga perlu pertimbangkan Undang-Undang tentang Partai Politik di satu sisi dan di sisi lain Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi," ucapnya.

Ia mengatakan, KPK tidak ingin berandai-andai dan akan dilakukan klarifikasi kembali beberapa informasi yang sudah ada di dakwaan kasus proyek e-KTP itu.

"Kemajuannya bagaimana dan hal yang lebih rinci dari klarifikasi itu nanti bisa kita lihat bersama-sama di persidangan," katanya.

Sebelumnya, KPK dijadwalkan menghadirkan delapan saksi dalam sidang kedua terkait tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012.

"Karena tidak ada eksepsi dari pihak terdakwa kami berencana akan menghadirkan delapan saksi dalam persidangan kedua. Belum kami bisa sebutkan namanya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/3/2017).

Ia mengatakan dari koordinasi yang sudah dilakukan KPK bahwa pemeriksaan saksi-saksi akan dilakukan dalam 90 hari kerja ke depan.

"Jadi, 90 hari kerja ke depan mulai dari pembacaan dakwaan, kami akan hadirkan total 133 saksi pada persidangan," tuturnya.

Menurut dia, KPK akan mendalami beberapa fakta-fakta yang memang sudah dimunculkan dalam dakwaan dan informasi-informasi lain yang kami harap bisa selesai dalam waktu 90 hari kerja.

Dalam persidangan pertama terungkap ada puluhan anggota DPR periode 2009-2014, pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), staf Kemendagri, auditor BPK, swasta hingga korporasi yang menikmati aliran dana proyek e-KTP tersebut.

Selain itu, sejumlah nama-nama besar disebut dalam dakwaan jaksa pada persidangan perdana, Kamis pekan lalu, antara lain adalah Ketua DPR Setya Novanto yang juga menjadi ketua fraksi Partai Golkar periode 2011-2012, mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan periode 2004-2009 dan 2009-2013 Ganjar Pranowo, mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR M Jafar Hafsah, mantan pimpinan Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa, Ketua Komisi II sejak 2009 hingga Januari 2012 Chairuman Harahap, mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, dan sejumlah anggota DPR lainnya.

Pemeriksaan saksi nantinya juga untuk membuktikan imbalan yang diperoleh oleh anggota DPR dan pihak lain karena menyetujui anggaran e-KTP pada 2010 dengan anggaran Rp5,9 triliun yang proses pembahasannya.

Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.

Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.

Selanjutnya memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri