tirto.id - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak Kementerian Agama (Kemenag) untuk melakukan pembinaan terhadap para pendakwah dalam berdakwah.
Hal ini merupakan respons KPAI dalam menindaklanjuti kasus pendakwah muda, Mohammad Elham Yahya Luqman atau Gus Elham, yang senang menciumi anak-anak perempuan di atas panggung saat kegiatan dakwah dan pengajian berlangsung. Tindakan Gus Elham memicu protes dari masyarakat karena hal tersebut dianggap sebagai tindakan pedofilia.
“Mendorong Kementerian Agama untuk melakukan pembinaan terhadap Da'i dan penceramah agar dalam aktivitas dakwah menjunjung prinsip perlindungan anak,” ujar Ketua KPAI, Margaret Aliyatul Maimunah, dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, Kamis (13/11/2025).
Selain itu, Margaret menyatakan, KPAI juga tengah menelaah kasus dan mengidentifikasi potensi pelanggaran hak anak. Dia pun memastikan KPAI sudah melaporkan kepada pihak berwenang atas indikasi pelanggaran hak anak.
KPAI, lanjutnya, juga sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk memastikan anak-anak terdampak mendapatkan dukungan pemulihan serta perlindungan dari lembaga layanan. Tak hanya itu, KPAI juga melakukan penguatan edukasi dan penyadaran di masyarakat tentang perlindungan anak.
“Perlindungan anak dari segala bentuk kejahatan seksual serta dampaknya terhadap anak; Edukasi kepada orang dewasa tentang batasan interaksi dengan anak seperti sentuhan aman/tidak aman, dan digital tentang perlindungan data dan identitas anak,” jelas Margaret.
Margaret juga meminta publik untuk tidak menormalisasi perilaku yang melanggar batas terhadap anak dan mengedepankan etika keselamatan anak dalam setiap interaksi.
“KPAI menegaskan bahwa setiap bentuk tindakan yang melanggar batas interaksi dengan anak di ruang publik merupakan pelanggaran terhadap prinsip perlindungan anak,” tuturnya.
Berdasarkan penelaahan KPAI, Margaret mengatakan tindakan Elham menyerang harkat dan martabat anak sebagai individu yang memiliki hak asasi. Selain itu, tindakan tersebut telah melanggar aturan per Undang-Undangan yang berlaku di Indonesia, serta prinsip-prinsip hak anak.
Margaret menjelaskan, Pasal 28 b Ayat(2) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 menyatakan, negara mengakui hak anak untuk bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi.
Kemudian, sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan tegas termaktub di Pasal 4 bahwa setiap anak memiliki hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang dan mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan, termasuk pelecehan seksual.
Lalu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (UU PA), tindakan Gus Elham berpotensi dijerat dengan Pasal 76E yang melarang setiap orang melakukan kekerasan, memaksa, atau melakukan perbuatan cabul (indecent act) terhadap anak.
“KPAI perlu mengadvokasi agar penafsiran "perbuatan cabul" diperluas mencakup tindakan yang melanggar batasan sosial dan hukum, terlepas dari klaim niat baik,” ucap Margaret.
Berikutnya, sebagaimana di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Pasal 4 Ayat (1) UU TPKS menyebut bahwa Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas sembilan jenis perbuatan, antara lain Pelecehan Seksual Nonfisik, Pelecehan Seksual Fisik, Pemaksaan Kontrasepsi, Pemaksaan Sterilisasi, Pemaksaan Perkawinan, Penyiksaan Seksual, Eksploitasi Seksual, Perbudakan Seksual, dan Kekerasan Seksual Berbasis Elektronik.
Margaret juga membeberkan bahwa kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak dapat menimbulkan dampak psikologis yang destruktif, serta mempengaruhi kehidupan anak di masa depan. Seperti menimbulkan kecemasan, menurunkan kepercayaan diri anak, hingga mempengaruhi tumbuh kembang anak.
“Situasi ini dapat merusak perkembangan mental dan fisik anak. bahkan dalam kondisi tertentu dapat meningkatkan kerentanan anak terhadap perilaku negatif di masa depan,” ungkapnya.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































