Menuju konten utama

Korupsi Heli AW-101: Dari Italia, India, hingga Indonesia

Helikopter AW-101 ZR343 yang dibeli TNI AU memang identik dengan korupsi. Mulai dari Italia, India, dan kini Indonesia.

Korupsi Heli AW-101: Dari Italia, India, hingga Indonesia
Helikopter Agusta Westland (AW) 101 terparkir dengan dipasangi garis polisi di Hanggar Skadron Teknik 021 Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis (9/2). KASAU Marsekal TNI Hadi Tjahjanto telah membentuk tim investigasi untuk meneliti proses perencanaan, pengadaan, dan menelisik pengiriman helikopter tersebut. ANTARA FOTO/POOL/Widodo S. Jusuf/kye/17.

tirto.id - Tersangka baru dari pihak swasta akhirnya disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI Angkutan Udara Tahun 2016-2017. Sosok itu adalah Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh.

Perusahaan yang dipimpin Irfan inilah yang jadi broker pembelian AW-101 yang semula untuk helikopter kepresidenan. Proses pengadaan AW-101 ditengarai KPK sarat dugaan korupsi karena pengadaan tendernya berlangsung tidak fair. Keterlibatan orang dalam TNI membuat lelang hanya diikuti PT DJM dan PT Karya Cipta Gemilang (KCP), yang dua-duanya dikontrol oleh Irfan.

"Dari hasil penyelidikan dan penyidikan oleh tim, diterima informasi lelang ini sudah diatur oleh IKS (Irfan Kurnia Saleh) sendiri. Jadi dia sudah mengendalikan baik PT DJM maupun PT KCG. Dia sudah mengetahui pemenangnya PT DJM," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, seperti dikutip Antara, saat menggelar jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jumat malam (16/6)

Tidak hanya itu, KPK menduga Irfan melakukan mark-up harga mencapai Rp738 milyar, padahal harga semestinya yang tertuang dalam perjanjian kontrak PT DJM dengan AugustaWestland selaku produsen hanya Rp514 miliar.

"Sehingga negara mengalami kerugian keuangan atau perekonomian sekitar Rp224 milyar," tambah Basaria.

Keterlibatan personel militer aktif membuat KPK tidak bisa bertindak dan menyerahkannya kepada Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Dalam keterangan pers semalam, Komandan Pusat Polisi Militer TNI Mayor Jenderal TNI Dodik Wijanarko ikut hadir.

Kepada wartawan, Dodik mengatakan pihaknya sudah merilis satu tersangka baru dari TNI AU, yakni Kolonel Kal FTS SE, yang perannya sebagai Kepala Unit Layanan Pengadaan. Sebelumnya, Puspom TNI sudah menetapkan tiga tersangka dari TNI AU yang terdiri atas dua perwira, yaitu Marsma FA dan Letkol WW, serta seorang bintara tinggi, yaitu Pelda SS.

Kebohongan Ucapan Mantan KASAU?

Kasus helikopter AW-101 ini mencuat sejak 2015 lalu. Kala itu Presiden Joko Widodo menolak usulan TNI AU untuk membeli Helikopter VVIP AW-101 yang rencananya dipakai sebagai helikopter kepresidenan. Jokowi lebih memilih memakai helikopter L-2 Super Puma produksi PT Dirgantara Indonesia.

Setelah lama mengendap, pada Desember 2016, sebuah foto helikopter AW-101 muncul di situs militer www.rotorblur.co.uk. Dalam foto itu terlihat AW-101 sedang uji coba terbang di sebuah bandara di Yeofil, Inggris. Dalam keterangan foto, disebutkan helikopter akan dikirim ke Indonesia karena dipesan oleh TNI AU.

Foto itu memperlihatkan helikopter yang sudah dicat dengan warna khas hijau loreng, tak lupa logo sederhana segi lima milik TNI dan bendera Indonesia dipasang di ekor helikopter. Harian umum Kompas menjadikan isu ini tajuk utama pada 27 Desember 2016.

Pejabat Kepala Staf TNI AU saat itu, Marsekal Agus Supriatna, tidak menampik kalau pihaknya tetap ingin membeli AW-101. Dia berkelit bahwa pembelian tetap dilakukan, hanya spesifikasinya saja yang diturunkan.

"Yang ditolak itu untuk VVIP. Ini untuk pasukan dan SAR tempur, sesuai kajian TNI AU," kata Agus kepada Kompas.

Dalam informasi di situs rotorblur, sang fotografer Rich Pittman menyebut helikopter yang didatangkan adalah helikopter bekas India yang tidak jadi dibeli karena tersandung kasus korupsi. Dan Agus lagi-lagi menampik tudingan ini.

"Helikopter ini bukan bekas dari India. Ini kami pesan dari awal dan dikerjakan tiga shift dengan pengawasan TNI AU sejak awal," kata Agus.

Pada awal Februari 2017, helikopter ini pun tiba di Lanud Halim Perdanakusumah. Kembali jadi heboh karena diketahui kontrak dengan AugustaWestland sudah dibatalkan sejak jauh-jauh hari. Lalu kenapa helikopter ini tetap datang ke Indonesia?

Agus kini sudah tidak lagi menjabat sebagai KASAU digantikan Hadi Tjahjanto. Sebagai KASAU yang baru, Hadi melaporkan kasus ini ke Jokowi dan tim investigasi pun dibentuk.

Benarkah Heli untuk SAR?

Ketika mantan KASAU Agus Supriatna menyebut bahwa helikopter AW-101 yang dibelinya untuk SAR, fakta di lapangan sendiri berbeda. Begitupun ketika dia menyebut helikopter ini bukan bekas helikopter India.

Helikopter yang tiba di Halim pada sisi bagian kanan dan kiri tidak terdapat ramp door alias pintu geser. Ramp door adalah pintu untuk keluar-masuk personel dan barang/logistik ke dalam kabin. Posisi ramp door selalu di buritan fuselage. Adapun spesifikasi teknis yang dikehendaki pengguna (TNI AU) pada pengadaan helikopter angkut berat ini adalah helikopter angkut pasukan dan SAR tempur.

Namun, posisi jendela dan pintu pada AW-101 mirip helikopter berkelas VVIP, bukan helikopter tempur/SAR.

Memang AW-101 pun kadang dipesan atau digunakan untuk SAR, seperti yang dilakukan oleh Norwegia. Namun kita bisa melihat tampilan Helikopter SAR milik Norwegia amatlah berbeda dengan AW-101 yang didatangkan ke Indonesia.

Soal ramp door ini sempat diungkit Panglima TNI, Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Mei lalu.

"Helikopter itu pintunya bukan ramp door, padahal harusnya ramp door dan PT Dirgantara Indonesia harusnya bisa membuat helikopter seperti ini dan sudah dipakai juga," katanya dalam konferensi pers di Gedung KPK Jakarta, 26 Mei 2017.

Skandal Korupsi di Italia dan India

Selain soal ramp door, pernyataan Mantan KASAU Agus Supriatna soal helikopter AW-101 ini bukan bekas India pun patut dikritisi. Nomor seri helikopter AW-101 Indonesia adalah ZR343. History tracking nomor seri ini ternyata menyebutkan helikopter tersebut pernah singgah dulu di India. ZR343 masuk dalam penyediaan 12 helikopter pemerintah India untuk presiden dan para pejabat tinggi India pada tahun anggaran 2010.

Pada awal 2013, Kejaksaan Italia menangkap Giuseppe Orsi, CEO Finmeccanica, perusahaan yang kini memiliki AugustaWesland, dengan tudingan penyuapan. Dari sana terungkap bahwa AW melakukan banyak proyek yang ditengarai melibatkan praktik penyuapan di pelbagai negara, termasuk India. Menteri Pertahanan India, A.K. Antony, langsung memerintahkan penyelidikan atas kontrak tersebut.

Aparat Hukum India lalu membongkar skandal korupsi pembelian AW-101 tersebut. Skandal yang melibatkan banyak politikus India ini masyhur dengan sebutan Chopper Gate.

Geram dengan AugustaWestland, pemerintah India membatalkan secara sepihak kontrak dan mengembalikan seluruh helikopter AW-101 yang telah mereka pesan. Alhasil, ke-12 helikopter yang telah dipesan ini pun mangkrak di gudang AugustaWestland di Yeovil, Inggris.

Dari database Helis.com, didapati bahwa selama proses tak bertuan ini, helikopter AW-101 ZR343 yang sekarang menjadi milik Indonesia sempat dipakai Perdana Menteri Inggris David Cameroon saat menghadiri NATO Summit di Wales 2014 lalu.

Baca juga artikel terkait HELIKOPTER atau tulisan lainnya dari Aqwam Fiazmi Hanifan

tirto.id - Hukum
Reporter: Aqwam Fiazmi Hanifan
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Zen RS