Menuju konten utama

Korban Pelecehan di KPI Tertekan usai Disebut Makan Gaji Buta

Pejabat KPI menyebut MS sudah dua bulan nonaktif tapi masih digaji dari APBN, padahal KPI sendiri yang menonaktifkannya.

Korban Pelecehan di KPI Tertekan usai Disebut Makan Gaji Buta
Logo Komisi Penyiaran Indonesia. wikimedia comons/domain Publik

tirto.id - Korban dugaan perundungan dan pelecehan seksual di kantor Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), MS mengaku merasa terluka perasaan dan bingung dengan pernyataan Kepala Sekretariat KPI, Umri.

Kuasa hukum MS, Muhammad Mualimin mengatakan pejabat KPI tersebut menyebut MS sudah dua bulan nonaktif tapi masih digaji dari APBN atau uang rakyat.

"Kalimat pejabat KPI tersebut melukai MS sebagai korban pelecehan seksual dan perundungan di kantornya," kata Mualimin kepada Tirto, Kamis (4/11/2021).

Dia pun merasa bingung dengan pernyataan tersebut, lantaran yang menonaktifkan MS adalah KPI sendiri dengan pertimbangan untuk memulihkan psikis MS di rumah dan fokus menjalani kasusnya.

"Kok sekarang disebut terima gaji tanpa kerja, ya istilah populernya makan gaji buta. Di mana logika berpikir pejabat KPI? Padahal MS hanya menjalankan Surat Keputusan dari atasan," ucapnya.

Jika ingin MS kembali bekerja seperti semula, kata Mualimin, KPI harus mengeluarkan lagi Surat Pengaktifan kepada kliennya sebagai pegawai. Sebab, MS dinonaktifkan melalui surat.

"Lembaga yang baik mengambil keputusan dalam bentuk surat, bukan asal ceplos di depan wartawan," tuturnya.

Dirinya menjelaskan sebagai warga negara yang taat hukum, MS hanya ikuti kebijakan lembaga.

Lagi pula, lanjut dia, selama dinonaktifkan MS juga masih diwajibkan mengisi presensi setiap hari dan masih tetap mendapat tugas-tugas. Hal itu menunjukkan betapa tidak jelasnya sikap pimpinan KPI.

Tidak konsistennya kebijakan dan ucapan pejabat KPI membuat MS bingung dan tertekan. Seolah ucapan Sekretaris KPI terkait 'makan gaji buta' ingin memancing rasa bersalah atau tidak enak hati di diri MS.

Saat ini, kata Mualimin, MS merasa pusing dan bingung apakah harus percaya pada Surat Keputusan KPI atau ikut ucapan lisan Sekretaris KPI.

"KPI yang menonaktifkan MS, KPI yang minta MS jangan dulu bekerja. Giliran menggunakan masa nonaktif tersebut, malah dibilang seperti semacam makan gaji buta atau enak-enakan terima uang rakyat tanpa kerja," pungkasnya.

MS merupakan pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Ia menjadi korban perundungan para senior tempatnya bekerja. Para senior itu melakukan berbagai macam perundungan terhadap MS; mereka memukuli, menelanjangi dan memotret kelamin, memaki secara rasisme, hingga memfitnah orang tua.

Semua kejadian tidak mengenakan itu terjadi di kantor KPI Pusat. MS yang menjadi pegawai KPI Pusat sejak 2011 kerap menjadi korban perundungan para senior. Ada delapan senior, mereka bekerja di divisi visual data. Akibat perundungan menahun itu, MS mengaku stres.

“Mereka bersama sama mengintimidasi yang membuat saya tak berdaya. Padahal kedudukan kami setara dan bukan tugas saya untuk melayani rekan kerja,” ujar MS dalam keterangan tertulis, Kamis (2/8/2021).

Baca juga artikel terkait KASUS PELECEHAN DI KPI atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Hukum
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Bayu Septianto