tirto.id - Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia mengkritik kebijakan pemerintah yang hendak membangun program koperasi desa Merah Putih. Dalam hasil analisa CORE Indonesia yang dirilis pada Rabu, 4 Juni 2025, kehadiran koperasi Merah Putih berpotensi tumpang tindih dengan Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) yang sudah lebih dahulu berdiri.
"Bukannya memperkuat Bumdes yang sudah ada, pemerintah justru menambah satu lagi struktur kelembagaan, tanpa kejelasan integrasi fungsi," jelas CORE Indonesia.
Apabila kebijakan ini dipaksakan untuk berdiri, CORE Indonesia memprediksi akan menimbulkan duplikasi ekonomi desa yang membingungkan masyarakat maupun aparatur desa.
"Ditambah lagi, kebijakan pemerintah pusat yang sering berubah dan bersifat instruktif makin memperlemah daya gerak kedua lembaga ini," kata CORE Indonesia.
Koperasi Merah Putih juga mengganggu kebijakan perencanaan dan optimalisasi penggunaan dana desa. Kesulitan itu muncul dari surat edaran Menteri Desa dan PDT No. 6 Tahun 2025 bahkan mewajibkan desa yang belum punya BUMDes untuk mengalokasikan minimal 20 persen dana desa ke koperasi Merah Putih.
"Hal ini bisa memperburuk kualitas pembangunan ekonomi desa. Modal dan sumber daya terserap untuk program yang belum tentu sejalan dengan kebutuhan lokal. Padahal, semangat koperasi mestinya tumbuh dari partisipasi dan inisiatif warga, bukan lewat instruksi dari pusat," kata CORE Indonesia.
Dari segi pendanaan, skema pembiayaan koperasi Merah Putih berada dalam risiko tinggi karena mengandalkan penyaluran dari bank Himbara. CORE Indonesia estimasi kucuran dari bank Himbara yang mencapai Rp 400 triliun, dengan asumsi 80.000 koperasi menerima masing-masing Rp 5 miliar. Ini bisa menimbulkan risiko tak terduga (contigency risk) terhadap APBN.
"Namun, karena sebagian besar koperasi desa ini baru dibentuk, risiko gagal bayar cukup tinggi. Jika tidak dikelola hati-hati, skema ini bisa menurunkan kualitas portofolio kredit perbankan nasional, terutama Himbara," ungkap CORE Indonesia.
CORE Indonesia minta pemerintah untuk berbenah terhadap koperasi yang ada. Karena koperasi yang dicanangkan oleh wakil presiden pertama, Muhammad Hatta, kini banyak yang telah beralih haluan dan menjadi lembaga rentenir dan mencekik masyarakat dengan hutang dan bunga.
"Tanpa semangat koperasi yang partisipatif dan tata kelola yang sehat, koperasi desa Merah Putih justru bisa mengulangi kisah koperasi simpan pinjam bermasalah di berbagai daerah," kata CORE Indonesia.
Sebagai bentuk saran, CORE Indonesia menyarankan pemerintah agar membangun koperasi yang lahir dari gerakan ekonomi rakyat. Hal ini untuk menjaga prinsip fundamental, keterbukaan, pengelolaan yang demokratis dan partisipasi ekonomi masyarakat.
"Kehadiran koperasi baru tidak boleh merusak institusi ekonomi yang telah berkembang matang selama bertahun-tahun. Pendekatan yang bijaksana adalah mengintegrasikan koperasi baru dengan aktivitas ekonomi yang telah ada, bukan memonopoli seluruh aktivitas ekonomi desa," kata CORE Indonesia.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Hendra Friana