Menuju konten utama

Kontroversi Pemerintah Batalkan Pencabutan Izin Ponpes Shiddiqiyyah

Keputusan pemerintah membatalkan kebijakan pencabutan izin Ponpes Shiddiqiyah Jombang menuai kontroversi. Ada motif politik?

Kontroversi Pemerintah Batalkan Pencabutan Izin Ponpes Shiddiqiyyah
Polisi berjaga di sekitar Pesantren Shiddiqiyah Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis (7/7/2022). ANTARA/Asmaul

tirto.id - Presiden Joko Widodo melalui Menteri Agama Ad-interim, Muhadjir Effendy meminta agar Pondok Pesantren Majma'al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur kembali diizinkan beroperasi sebagaimana lembaga pendidikan. Hal ini merupakan tindak lanjut dari dicabutnya izin operasional ponpes oleh Kementerian Agama sebagai buntut dari kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan Moch Subchi Azal Tsani (MSAT). Pria yang akrab disapa Mas Bechi itu adalah putra pengasuh ponpes.

“Nah karena itu atas arahan Pak Pres, dan ini kan menarik perhatian langsung Pak Presiden, dan sesuai dengan arahan beliau supaya dibatalkan [pencabutan izinnya]" kata Muhadjir yang juga Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (12/7/2022).

Muhadjir menjelaskan alasan Jokowi memintanya untuk mencabut pembatalan izin Ponpes Shiddiqiyah adalah karena nasib para santri yang belajar di dalamnya. Selain itu, Jokowi meminta agar ada upaya pembinaan terhadap lembaga pendidikan tersebut.

“Untuk apa? Agar orang tua yang punya santri di situ juga tenang lah, dan yang memiliki anak-anaknya, putra-putranya punya status yang jelas sebagai santri di situ, tidak akan perlu pindah, dan kemudian para santri yang ada di situ, juga bisa kembali dan belajar dengan tenang,” kata Muhadjir.

Namun, langkah tersebut dikritik Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi. Ia menyayangkan kebijakan Jokowi atas pembatalan pencabutan izin Ponpes Shiddiqiyah yang baru beberapa hari diberlakukan. Padahal ponpes tersebut belum melakukan evaluasi diri atas kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh pihak internal lembaga itu.

“Yang perlu dilakukan adalah bagaimana mekanisme pengawasan dilakukan dan adanya SOP pencegahan dan penanganan kekerasan seksual menjadi syarat dalam pengajuan izin bagi yang permohonan atau perpanjangan izin,” kata Siti Aminah saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (13/7/2022).

Meski demikian, Siti Aminah menyebut pencabutan izin operasional pesantren juga harus dilakukan secara berhati-hati karena berkaitan dengan hak hidup para santri yang belajar di dalamnya. “Karena berkaitan juga dengan hak atas pendidikan santriwan atau santriwati lainnya, juga hak atas penghidupan dan pekerjaan bagi tenaga kependidikan,” ujarnya.

Selain itu, Siti Aminah juga meminta pemulihan hak korban yang telah mengalami pelecehan seksual saat di dalam pesantren tersebut. Ia sebut hal ini dapat dilakukan dengan pemenuhan hak atas keadilan dan pemulihan.

“Untuk pemenuhan keadilan bagi korban yang utama adalah tersangka dihukum dengan hukuman maksimal, tidak mengulangi perbuatannya termasuk kepada orang lain dan jaminan agar korban tidak mendapatkan ancaman atau intimidasi karena upaya-upayanya untuk mengklaim keadilannya,” kata dia.

Sementara itu, Ketua Majelis Masyayikh Pesantren Indonesia, Abdul Ghaffar Rozin menilai, sebaiknya Ponpes Shiddiqiyyah dibekukan terlebih dahulu dibandingkan pemerintah langsung membatalkan pencabutan izinnya.

Gus Rozin yang juga Katib Syuriah PBNU itu menyarankan, masalah ini sebaiknya diserahkan kepada pihak berwenang dan pengelolaan Ponpes Shiddiqiyyah untuk memulihkan kondisi pesantren hingga kondusif kembali.

“Pencabutan secara permanen akan menjadi preseden buruk terhadap pesantren," kata Gus Rozin melalui keterangan tertulis, Selasa (12/7/2022).

Gus Rozin menilai, kekerasan seksual pada prinsipnya dapat terjadi di mana saja, baik d ruang publik dan domestik dan di lembaga manapun. Bahkan beberapa waktu terkahir terjadi kekerasan seksual di lingkungan pondok pesantren di Bandung hingga Depok, Jawa Barat.

Namun ia menilai, setiap peristiwa kekerasan seksual tentu tidak bisa dibaca sebagai tindakan institusional, tetapi merupakan tindakan personal. Oleh karena itu, Gus Rozin menyatakan yang perlu ditindak adalah pelakunya. Sementara lembaga pendidikannya tetap diselamatkan.

Ada Motif Politik?

Batalnya pencabutan izin Ponpes Shiddiqiyah oleh Muhadjir atas arahan Jokowi menjadi tanda tanya besar bagi sebagian kalangan. Bahkan ada yang mengaitkan dengan “balas jasa politik” mengingat Jokowi pernah didukungnya pada Pilpres 2014. Jejak rekam digital hubungan Jokowi dan Ponpes Shiddiqiyah tercatat rapi di mesin pencari internet.

Salah satunya terekam dalam berita Tempo.co pada Juni 2014. Saat pertama kali maju sebagai calon presiden, Jokowi pernah berkampanye di pesantren tersebut. Bahkan kala itu, 5 juta pengikut tarekat Shiddiqiyyah diklaim akan ikut memilih Jokowi pada Pilpres 2014.

Selain Jokowi, Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto juga pernah berkunjung ke Ponpes Shiddiqiyah. Niatnya pun sama seperti Jokowi, yaitu minta doa dan juga kampanye untuk kemenangannya di Pemilu 2019 saat itu.

Wakil Sekjen DPP PDIP, Sadarestuwati membantah bahwa pembatalan pencabutan izin Ponpes Shiddiqiyah yang diinstruksikan Jokowi dilakukan demi balas jasa. Menurut dia, kebijakan Jokowi adalah demi keberlangsungan kehidupan jemaah tarekat Shiddiqiyah.

“Menurut saya tidaklah. Bapak Presiden pasti berpikir lebih jauh, khususnya terkait dengan keberlangsungan pendidikan para santri dan kepentingan umat dalam hal ini adalah jamaah tarekat Shiddiqiyah,” kata Sadarestuwati kepada Tirto pada Rabu (13/7/2022).

Sadarestuwati yang merupakan anggota DPR RI asal Jombang ini juga meminta penegakan hukum tetap dijalankan, namun hak para santri di dalam ponpes tetap diberikan secara semestinya.

“Tindakan yang diambil oleh kepolisian saya kira sudah tepat. Karena setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama di mata hukum. Masalah benar atau tidak, nanti kan bisa dibuktikan pada saat persidangan. Kalau tidak salah, pasti juga akan bebas. Yang terpenting adalah ikuti proses hukumnya dulu," terangnya.

Ia menambahkan, “Ponpes, saya kira tidak perlu ada pencabutan izin, ini kurang tepat. Karena dengan pencabutan izin akan berdampak pada kelangsungan pendidikan para santri juga akan merugikan Jemaah.”

Sadarestuwati juga membantah akan adanya upaya pendekatan atau lobi dari pihak Ponpes Shiddiqiyah kepada dirinya agar kegiatan belajar mengajar diaktifkan. “Tidak pernah ada," tegasnya.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Umum DPP PKB, Jazilul Fawaid. Ia menegaskan bahwa kebijakan Jokowi tersebut tidak memiliki unsur balas budi atas pemenangan pemilu di masa lalu.

“Saya pikir ini tidak ada hubungannya dengan basis Pak Jokowi, atau partai politik manapun. Oleh karenanya saya harap Kemenag dan lembaga pemerintah benar-benar melayani masyarakat dan tidak mudah menjatuhkan," kata Jazilul kepada reporter Tirto di Gedung DPR RI, Selasa (12/7/2022).

Jazilul juga mengakui bahwa dirinya atau PKB sempat berkunjung ke pesantren tersebut. Namun dia menegaskan bahwa tidak ada dari pihaknya yang dihubungi oleh Pesantren Shiddiqiyah saat proses penutupan berlangsung.

“Kami tidak pernah dihubungi oleh pihak ponpes, tapi saya tidak tahu kalau dari pemerintah atau Kemenag," ujarnya.

Ia meminta masyarakat agar memberi penilaian objektif atas kasus Pesantren Shiddiqiyah dan tidak melekatkannya pada presiden. “Jangan juga dilekatkan dengan dukungan terhadap presiden, nanti akan melebar ke mana-mana. Adapun kasus ini sudah dilaporkan ke Polda Jawa Timur. Sudah cukup sampai di situ saja,” kata dia.

Sementara itu, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bidang politik, Wasisto Raharjo Jati menilai, kebijakan pencabutan pembatalan izin dengan tindakan balas budi politik tidak memiliki korelasi yang tepat. Terutama di akhir masa periode kedua saat Jokowi tidak punya beban untuk pencitraan di pemilu berikutnya.

“Saya pikir tidak ada korelasinya. Masih ada hal makro lain yang masih dipikirkan Presiden Jokowi untuk legasi politiknya," terangnya.

Wasisto juga menambahkan bahwa fenomena ponpes atau tarekat yang mendukung Jokowi dengan jumlah massa yang besar juga tidak hanya ada di Ponpes Shiddiqiyah saja. “Saya pikir masih ada ponpes besar lain yang juga menyumbang suara,” kata dia.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN SEKSUAL DI PONDOK PESANTREN atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Politik
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz